Mediaumat.id – Menurut Konsultan dan Trainer Muhammad Karebet Widjajakusuma, dunia perlu kepemimpinan transformasional dengan way of life (jalan hidup) Islam.
“Saya tegaskan di sini, dalam bahasa akademik, bahwa model kepemimpinan yang perlu dunia lakukan hari ini adalah kepemimpinan transformasional dengan way of life Islam. Hanya dengan kepemimpinan seperti ini akan membawa keberkahan dunia akhirat,” tuturnya dalam acara Maulid Leadership Forum (MLF) 1444 H: Kepemimpinan Islami Meraih Islam Kaffah yang diselenggarakan secara daring, Sabtu (8/10/2022).
Pak Kar, panggilan akrabnya, menjelaskan bahwa kepemimpinan itu fitrah, dan kepemimpinan itu banyak modelnya di antaranya adalah kepemimpinan transformasional yang syaratnya adalah way of life. “Sedangkan way of life ada dua, Islam dan tidak Islam,” jelasnya dalam acara yang ditonton 24 ribu pemirsa.
“Kalau Islam hasilnya begini, kalau tidak Islam hasilnya jauh dari yang kita harapkan,” lanjutnya.
Ia memaparkan transformasional dengan Islam. “Transformasional dengan Islam yang dituntunkan oleh Rasulullah SAW ini akan membawa ketaatan. Karena beriman, taat,” paparnya.
Menurutnya, orang yang beriman akan beramal shalih. “Jadi iman, selalu akan ketemu dengan ketaatan,” ujarnya.
“Kalau taat, dia akan mengantarkan pahala,” lanjutnya.
Pak Kar mengutip pendapat Imam Ibnu Katsir yang menjelaskan pahala itu adalah pintu surga. “Jadi di akhirat dia bahagia mendapatkan pintu surga dan di dunia dia akan selamat dan bahagia,” ujarnya.
Kemudian ia membandingkan dengan kepemimpinan basis way of life kapitalisme. “Hasilnya? Machiavelistik,” tuturnya singkat.
“Machiavelistik, menghalalkan segala cara untuk menguasai sumber daya dunia,” jelasnya lebih lanjut.
Pak Kar mengungkap, machiavelistik akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan tujuannya. “Apa akibatnya kalau tidak nurut? Mereka tidak setuju, tidak bisa ikut maju, dia akan tersingkir, dia akan depresi, lalu berubah menjadi residu pembangunan,” ungkapnya.
Ia mengibaratkan residu itu seperti kalau melakukan pemanasan kendaraan pagi hari, biasanya ada asap, sisa pembakaran itu namanya residu. “Ternyata kapitalisme diterapkan itu juga membawa residu,” jelasnya.
Dipaparkannya residu tersebut dengan munculnya kriminal, gelandangan, pengemis, pelaku seks menyimpang, pezina, homo, lesbi dan sebagainya dan akhirnya gila.
“Jadi kalau menjawab pertanyaan, apakah pelaku kriminal, gelandangan, dan pengemis dan sebagainya muncul secara individual? Iya. Tapi jangan lupa kapitalisme memunculkan sebuah sistem yang mendukung munculnya itu,” paparnya.
Pak Kar juga menyampaikan pernyataan orientalis Christiaan Snouck Hurgronje. “Jika tidak dapat menjadikan umat Islam meninggalkan Islam, maka yang penting adalah bagaimana umat Islam tidak menerapkan syariat,” ujarnya Pak Kar menirukan ucapan Hurgronje, sembari menyimpulkan bila tidak menggunakan Islam, (salah satu kemungkinannya) menggunakan kapitalisme, maka hasilnya machiavelistik.
Selain itu ia jelaskan kepemimpinan transformasional yang menggunakan basis way of life sekularisme atau sosialisme yang hasilnya cuma satu yakni maksiat. “Kalau maksiat, jelas membawa dosa,” tegasnya.
Ia menggambarkan situasi yang luar biasa, gedungnya besar, mewah, dan sebagainya. “Itu hanya semu, tapi hakikatnya maksiat. kalau maksiat pasti membawa dosa,” tuturnya.
Ia menyampaikan bahwa Imam Ibnu Katsir menjelaskan dalam tafsirnya, dosa adalah lubang di neraka. “Berarti di akhirat dia membuat lubang di neraka dan di dunia dia membawa fasad dan kesengsaraan, kalau way of life-nya adalah sekularisme,” ucapnya.
Dia juga menyampaikan perkataan Lenin yang berdasarkan diktatorisme universal bahwa “Ideologi kami, yaitu komunisme bukanlah suatu paham ideologis yang sebenarnya, tetapi suatu alat untuk mencapai tujuan.”
“Dalam penjelasan berikutnya, dijelaskan tujuannya apa? Ternyata tujuannya adalah sama untuk menguasai sumber daya dunia,” ungkapnya.
“Mau kapitalisme, mau sosialisme, hasilnya adalah residu pembangunan,” tegasnya kemudian.
Menurutnya, transformasi itu hijrah. “Kita akan hijrah dari peradaban, yang transformasi bukan sekadar orangnya, bukan individunya, tapi peradabannya, dari peradaban yang maksiat, peradaban yang penuh dengan dosa, peradaban yang fasad, menjadi peradaban yang membawa keselamatan dunia dan akhirat,” pungkasnya.[] Raras