Militerisasi Jepang Masih dalam Kerangka Kebijakan AS?

Mediaumat.id – Direktur Forum Islamic World Studies (FIWS) Farid Wadjdi memprediksi apa yang dilakukan Jepang, yang oleh Rusia, Korea Utara, dan Cina itu dikatakan militerisasi, masih dalam kerangka kebijakan Amerika Serikat.

“Melihat kondisi sekarang ini, kita bisa menduga sebenarnya masih dalam kerangka kebijakan Amerika,” tuturnya dalam Kabar Petang: Bangkitnya Militerisasi Jepang Merubah Politik dunia? di kanal YouTube Khilafah News, Sabtu (7/1/2023).

Di antara indikasinya, ungkap Farid, Washington, menyambut baik strategi ini. Penasihat keamanan nasional Gedung Putih Amerika mengatakan, tujuan Jepang yang tercermin dalam peningkatan investasi pertahanannya secara signifikan akan memperkuat dan memodernisasi aliansi Amerika-Jepang.

Farid juga memprediksi Jepang akan digunakan AS untuk menghadapi Cina dan Rusia. “Tampaknya Jepang saat ini akan digunakan secara optimal oleh Amerika untuk menghadapi Cina dan Rusia. Rusia ketakutan saat Jepang mengadopsi strategi baru pertahanannya karena melihat ini menjadi ancaman untuk Rusia,” imbuhnya.

Setelah kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II, Farid menandaskan, AS memastikan Jepang tidak tumbuh menjadi negara militer. “Jepang tetap berada di bawah payung keamanan Amerika dan melarang Jepang untuk membangun pertahanan dan keamanannya yang dianggap bisa mengancam negara-negara lain termasuk Amerika Serikat,” ungkapnya.

Poin Penting

Farid mengatakan, Jepang baru-baru ini mengadopsi atau melakukan amandemen Undang-Undang Strategi Baru Pertahanan Jepang pada Jumat (16/12/2022). Isi adopsi undang-undang tersebut dibeberkan Farid setidaknya ada tiga dokumen pertahanan, yaitu strategi keamanan nasional Jepang, strategi pertahanan nasional, dan program pembangunan pertahanan.

“Berdasarkan poin-poin yang ada di sana, Jepang mengumumkan penghentian penerapan ketentuan konstitusi Jepang yang dibuat oleh Amerika. Meskipun strategi baru Jepang ini hanya bicara tentang serangan balasan dan bersyarat, mengecualikan perang, tapi ini adalah pertama kalinya Jepang menghilangkan ketidakbolehan operasi militer di luar negeri,” paparnya.

Strategi ini, lanjutnya, akan menggandakan tingkat belanja militer Jepang dari satu persen menjadi dua persen dari PDB-nya, artinya ini setara dengan belanja negara-negara NATO. Strategi ini juga menuntut persiapan untuk skenario terburuk dalam kondisi yang disebut dengan lingkungan keamanan paling parah dan kompleks.

“Jadi kalau kita lihat Jepang memang mengadopsi strategi baru setidaknya mengurangi apa yang disebut sebagai pendiktean Amerika selama ini terhadap Jepang,” ujarnya.

Namun, ia meragukan, militerisasi Jepang ini akan mengubah geopilitik dunia. “Jika melihat generasi Jepang saat ini tidak jauh beda dengan generasi anak-anak muda Barat lainnya. Sekalipun mereka pekerja keras tapi kehidupannya hedonis dan belum pernah terjun dalam medan pertempuran. Jadi ya cukup kita ragukan Jepang mampu mengubah geopolitik dunia,” pungkasnya.[] Erlina

Share artikel ini: