Mesir: Negeri Muslim

 Mesir: Negeri Muslim

Oleh: Taufik S. Permana (Geopolitical Institute)

Mesir adalah salah satu negeri yang Rasulullah saw. sebutkan dalam hadis sahihnya. Negeri memiliki ikatan kuat dengan Islam. Abu Dzar ra. menuturkan bahwa Nabi saw. bersabda,

“Kalian akan menaklukkan Mesir, negeri yang di dalamnya disebutkan al-qirath. Jika kalian berhasil menaklukkannya, maka berbuat baiklah kepada penduduknya. Sungguh, mereka memiliki ikatan silaturahmi dan tali pernikahan dengan Islam.” (HR Muslim).

Maksud dari “ikatan silaturahmi” adalah Siti Hajar, Ibunda Ismail as. yang berasal dari Mesir. Adapun “tali pernikahan” adalah Mariyah, istri Rasulullah saw.. Itulah Mesir, negeri tempat Nabi Musa as. menyelamatkan Bani Israil dari Fir’aun.

Peristiwa penaklukan Mesir terjadi pada bulan Rabiul Awwal tahun ke-16 H. Itu terjadi setelah pasukan Islam berhasil menguasai seluruh wilayah Syam (Palestina, Syiria, Libanon dan Yordania). Umar bin al-Khattab ra. lantas mengutus Amr bin al-‘Ash untuk memimpin pasukan menuju Mesir diiringi pasukan lain di bawah komando Zubair bin al-‘Awwam. Umar juga memerintahkan Busr bin Arthat, Kharijah bin Huzafah al-Adawi dan Umair bin Wahab al-Jumahi. Mereka berkumpul di perbatasan pintu masuk ke Mesir. Kemudian mereka bertemu dengan Abu Maryam (pemimpin agama negeri itu) bersama Uskup Abu Miryam. Dia adalah utusan Raja Mukaukis, penguasa Iskandariyah, untuk mempertahankan negeri mereka. Ketika kedua rombongan ini bertemu, Amr bin al-Ash berkata, “Janganlah kalian tergesa-gesa memerangi mereka hingga Abu Maryam menemui kami.”

Abu Maryam dan Abu Miryam (keduanya pendeta negeri itu) segera menemui Amr bin al-Ash. Amr berkata kepada mereka:

Kalian berdua adalah tokoh agama negeri ini. Karena itu, dengarkanlah! Sesungguhnya Allah SWT telah mengutus Muhammad saw. dengan membawa kebenaran. Lalu Rasulullah saw. memerintah kami untuk menyebarkan kebenaran ini setelah beliau menyampaikan seluruh risalah yang diamanatkan Allah kepada beliau. Saat wafat beliau meninggalkan kami di atas perkara yang sangat jelas. Di antara yang beliau sampaikan kepada kami adalah amanah untuk menegakkan hujjah atas manusia. Oleh karena itu sekarang kami mengajak kalian untuk memeluk Islam.

Siapa saja yang mengikuti seruan kami ini maka dia sama seperti kami. Siapa saja tidak mau memenuhi seruan ini kami, maka kami menawarkan kepada mereka agar membayar jizyah kepada kami, sementara dia akan selalu dalam perlindungan kami. Nabi kami juga telah memberitahu kami bahwa kami pasti akan menaklukkan kalian. Beliau pun berwasait agar kami berbuat baik kepada kalian demi menjaga silaturrahmi kami dengan kalian (karena Mariyah adalah ummu walad yang melahirkan Ibrahim anak Rasulullah, pen.).

“Jika kalian memenuhi tawaran jizyah ini maka kalian akan berada di bawah perlindungan kami. Di antara perkara yang diperintahkan kepada kami adalah agar kami berlaku baik kepada penduduk Qibti. Rasulullah saw. telah berpesan agar kami memperlakukan penduduk Qibti dengan baik sebab mereka memiliki hubungan darah dan zimmah.”

Lalu kedua tokoh agama ini menjawab, “Kekerabatan yang begitu jauh tidak akan mungkin dapat disambung kecuali oleh para nabi; kekerabatan yang dikenal dan mulia. Sesungguhnya dia (Hajar) adalah putri raja kami dari penduduk Manf dan para raja berasal dari mereka. Namun, penduduk Ain Syams berhasil mencaplok kerajaan mereka dan membunuh mereka hingga mereka tercerai berai dan menjadi terasing. Akhirnya, dia melahirkan anak Ibrahim. Karena itu kami mengucapkan selamat datang kepada kalian. Berikanlah jaminan keamanan kepada kami hingga kami akan datang kembali kepada kamu.”

Amr berkata, “Orang seperti aku tidak akan mungkin dapat kalian tipu. Namun, aku akan memberi tangguh kepada kalian selama tiga hari agar kalian dapat berpikir dan bermusyawarah dengan kaum kalian. Jika kalian tidak kembali setelah tiga hari maka kami akan menumpas kalian.”

Keduanya berkata, “Berikanlah kami tambahan hari.”

Amr lalu menambah masa penangguhan satu hari lagi, namun mereka masih minta tambahan hari lagi. Amr pun menambah satu hari lagi. Setelah itu mereka kembali kepada Raja Mukaukis. Dia lalu mengambil kesepakatan untuk berdamai. Namun, Arthabun3 tidak menginginkan perdamaian. Dia memerintahkan untuk berperang melawan kaum Muslim. Lalu kedua tokoh agama tersebut berkata kepada penduduk Mesir, “Kami akan berusaha mempertahankan kalian dan tidak akan kembali kepada mereka (kaum Muslim).”

Saat itu waktu yang ditangguhkan tinggal empat hari lagi. Arthabun menganjurkan agar mereka menyerang kaum Muslim pada malam hari, namun mereka tidak menerima sarannya. Arthabun tetap memaksa mereka. Akhirnya, mereka berangkat menyerbu kaum Muslim pada malam harinya. Namun, mereka tidak mendapatkan keberuntungan sedikitpun, bahkan sebagian dari mereka telah terbunuh. Setelah itu Amr dan az-Zubair berangkat menuju Ain Syams. Di sanalah tempat berkumpulnya tentara.

Pada hari ke empat sejak mereka diberi tangguh oleh Amr, kaum Muslim mulai mengepung Ain Syams. Di sanalah tempat Raja Qibti dan Nuumb.4 Penduduk Mesir berkata kepada raja mereka, “Apa yang dapat engkau lakukan terhadap suatu kaum yang telah menaklukkan Kisra dan Kaisar, lalu kini telah menguasai negeri-negeri mereka? Berdamailah dengan mereka dan jangan kalian korbankan kami dengan sia-sia terbunuh di tangan mereka!”

Namun, Raja mereka tetap bersikeras bertahan dalam benteng. Akhirnya, kaum Muslim terpaksa terjun memerangi mereka. Az-Zubair berhasil naik ke atas tembok benteng dan masuk ke dalamnya. Saat musuh melihat kedatangannya, segera mereka berlari menuju Amr bin al-Ash dari arah pintu benteng dan langsung minta berdamai. Adapun Zubair dan pasukannya telah berhasil menembus negeri tersebut hingga keluar dari arah pintu tempat Amr bin al-Ash berada. Perdamaian pun segera dilakukan. Amr telah menuliskan untuk mereka perjanjian damai yang berbunyi:

“BismilLahir-Rahmanir-Rahim. Inilah jaminan keamanan yang telah diberikan Amr bin al-Ash terhadap penduduk Mesir. Jaminan ini mencakup jaminan keamanan atas jiwa, agama, harta, rumah ibadat, tanah air, darat maupun lautan mereka. Mereka dijamin tidak akan diganggu sedikitpun dalam segala sesuatu yang telah disebutkan di atas, ataupun dikurangi, dan tidak satu pun dari orang Nubah dapat tinggal di negeri mereka. Selanjutnya kewajiban yang dituntut dari mereka adalah membayar jizyah sejak mereka menyepakati perjanjian ini, yakni ketika air pasang di sungai mereka telah selesai, yaitu sebanyak 50.000.000 dirham. Adapun kerugian mereka disebabkan pencurian adalah tanggung jawab mereka. Jika ada yang tidak menyepakati perjanjian ini maka tidak ada jaminan keamanan bagi dia. Jika air sungai surut dari batas tertinggi maka beban jizyah mereka akan dikurangi sesuai dengan kondisi air sungai yang surut. Orang Romawi maupun orang Nubah yang ikut dalam perdamaian memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan penduduk Mesir. Siapa saja yang enggan dan memilih untuk pergi dari sini maka keamanannya dijamin hingga sampai ke tempatnya atau keluar dari kekuasaan kami. Selanjutnya kewajiban mereka adalah sepertiga. Setiap sepertiga dari hasil tanaman (jibayah) maka sepertiganya adalah beban bagi mereka sesuai dengan perjanjian yang terdapat dalam surat ini yang merupakan janji Allah, dzimmah Rasul-Nya dan dzimmah Khalifah Amirul Mukminin beserta kaum Muslim seluruhnya. Terhadap orang-orang Nubah yang memenuhi perjanjian ini, hendaklah mereka membantu dengan memberikan sebagian dari jumlah yang ditentnkan secara langsung, dan sebagian dari kuda-kuda. Dengan itu mereka tidak akan diperangi dan tidak akan diboikot segala bentuk perdagangan mereka baik ekspor maupun impor. Perjanjian ini disaksikan oleh az-Zubair, Abdullah dan Muhammad anaknya dan ditulis oleh Wirdan dan Khidir.”[]

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *