Mesir Negeri Kinanah dan Berbagai Konspirasi untuk Mengaborsi Perjuangan Islam (2)
Pada edisi sebelumnya, kami telah berbicara tentang keutamaan Mesir Kinanah, tentang sejarahnya yang gemilang selama berabad-abad, dan tentang hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallama yang menyebutkan kebaikan Mesir dan penduduknya. Sekarang kami sampai pada topik terkait ilmu dan ulama dalam sejarah Mesir selama berabad-abad, serta di zaman di mana kami hidup.
Sepanjang sejarah Islam yang panjang, dari penaklukan hingga hari ini, Mesir telah dipenuhi dengan para ulama terkemuka dan tiada duanya. Mesir telah menjadi kiblat ilmu dan ulama. Di mana Mesir telah menjadi salah satu dari empat inkubator yang terkenal dalam menjaga dan memelohara ilmu dan ulama dalam sejarah gemilang kaum Muslim, yaitu Irak, Mesir, Syam dan Andalusia. Bahkan beberapa ulama memiliki dua pendapat tentang mazhab fikih, akibat dari bertambah luasnya ilmu mereka di negeri Kinanah, yaitu mazhab Mesir dan mazhab Irak, seperti yang terjadi pada Imam Syafi’i rahimahullah. Ada banyak ulama di Mesir yang menguasai semua bidang ilmu: kedokteran, optik, astronomi, fikih, hadits, tafsir, bahasa, dan banyak lagi. Pada abad kelima Hijriah, salah seorang ulama Mesir menyusun sebuah kitab yang berisi daftar para ulama Mesir, yang disusun berdasarkan abjad, yang berisi ratusan ulama sepanjang sejarah Islam di Mesir, yaitu kitab “Tārīkh Ulamā’ Ahli Mishra, Sejarah Ulama Penduduk Mesir)” oleh Ibnu al-Tahhan Yahya bin Ali bin Muhammad bin Ibrahim al-Hadrami, yang wafat pada tahun 416 H. Di antara para ulama tersebut yang masyhur adalah Imam Syafi’i rahimahullah, yang menggabungkan antara akal (nalar) dan naqal (nash atau dalil Al-Qur’an dan Al-Hadits) dalam mengkronstuksi fikih, dan beliau menulis sebuah kitab tentang ushūl fiqih (dasar-dasar fikih) yang dinamakan “Ar-Risālah”, di mana sebagian besar waktunya dihabiskan di Mesir, dan murid-muridnya banyak, sehingga mazhabnya menjadi terkenal, sedang ulama yang paling terkenal dari mazhab ini yang berasal dari Mesir, di antaranya adalah Al-Buweyti Ya’qub Yusuf bin Yahya Al-Buweyti, Al-Muzani Abu Ibrahim Ismail bin Yahya, Al-Rabi` bin Suleiman Al-Muradi, dan Abu Hafs Harmala bin Abdullah Al-Tujibi. Di antara ulama Mesir yang menguasai ilmu alam dan ilmu sipil adalah Ibnu al-Haitsam, ahli optik terkenal, dan bukunya yang paling terkenal adalah buku “al-Manāzir”, di mana buku ini kemudian menjadi dasar dalam ilmu fisika dan optika bagi orang-orang yang datang setelahnya. Ibnu Manzūr, Muhammad bin Mukarram bin Ali bin Manzūr, menguasai filologi, dan penyusun kitab “Lisān Al-Arab”, kitab merupakan kamus bahasa Arab terbesar. Imam Al-Suyuthi adalah salah seorang ulama tafsir, di mana uslūb (metode) yang dipakainya menggabungkan antara riwāyah (nash) dan dirāyah (nalar). Di antara ulama hadis adalah Imam Al-Asqalani, yang lahir dan wafat di Mesir, beliau ulama paling terkenal yang memberi syarah kitab “Shahih Al-Bukhari”.
Di antara ulama terkemuka di era modern ini, ada puluhan dari mereka yang berkontribusi terhadap kekayaan intelektual dan ilmu pengetahuan di segala bidang, keagamaan dan ilmu pengetahuan sipil, serta dalam bidang gerakan perubahan dan kebangkitan, dan seterusnya. Di antara para ulama itu adalah Syeikh Mustafa Sadiq Abdur Razzaq al-Rafi’iy, penulis kitab-kitab kritikan terkemuka, dan pemilik kitab terkenal, yaitu “Tahta Rāyatil Qur’an, Di Bawah Panji Al-Qur’an”, dan kitab “Tarīkh Ādāb Al-Arab, Sejarah Sastra Arab”. Abbas Mahmud Al-Akkad, seorang sastrawan dan penyair, memiliki beberapa karya tulis, di antaranya “Al-Islām wa Al-Hadhārah Al-Insāniyah, Islam dan Peradaban Manusia”, “Al-Insān fī Al-Qur’ān, Manusia dalam Al-Qur’an”, dan “At-Tafkīr Farīdhah Al-Islāmiyah, Berpikir Adalah Kewajiban Islam”. Sayyid Qutb Ibrahim Hussein Al-Syadhili, penulis kitab “Fi Zhilālil Our’an, Dalam Bayangan Al-Qur’an”, dan salah seorang di antara mereka yang berjuang untuk mengubah ketidakadilan dan penindas, hingga akhirnya dieksekusi mati karena sikapnya yang keras membaja. Di antara mereka yang menguasai bidang ilmu sipil: Farouk El Baz adalah ilmuwan luar angkasa yang terkenal, Zaghloul El Naggar adalah seorang ahli geologi, Majdi Yakub, seorang spesialis bedah jantung dan paru-paru, serta salah satu dokter paling terkenal di dunia, Ahmed Zewail seorang ahli kimia terkenal, dan Sameera Mousa adalah ilmuwan atom Mesir, yang dibunuh oleh intelijen AS ketika dia menolak untuk tinggal di sana.
Banyak ulama yang tinggal di Mesir, baik mereka yang hidup lama, atau mereka yang melakukan perjalanan untuk mencari ilmu dari kota-kota besar di negeri-negeri Islam seperti Syam, Irak dan Andalusia, atau mereka yang belajar di Mesir pada era modern, dan termasuk di antara para penyeru kebangkitan bagi negeri-negeri Islam, seperti Al-Alim Al-Jalil Muhammad bin Ibrahin An-Nabhani, yang dikenal dengan Taqiyuddin An-Nabhani, yang menjalani periode pertama keilmuannya di Mesir, yang berpindah-pindah antara sekolah menengah atas Al-Azhar, Al-Azhar Al-Syarif, dan Darul Ulum, sekitar tujuh tahun menimba dari sumber-sumber ilmu dan para ulama terkenal saat itu.
Mesir sangat berkontribusi dalam revolusi melawan kolonialisme Barat di era modern pada awal abad kedelapan belas, yaitu pada masa invasi Prancis yang dipimpin oleh Napoleon, dan kemudian invasi Inggris setelahnya. Mesir juga memiliki sejarah gemilang dalam melawan kolonialisme di awal dan pertengahan abad kedua puluh, setelah penjajah mengobrak-abrik negeri-negeri Islam secara langsung menyusul runtuhnya khilafah pada tahun 1924 M, di mana Mesir jatuh di bawah kolonialisme Prancis pada era serangan Napoleon pada tahun 1798 M, dan serangan Inggris pada tahun 1822 M. Di Mesir lahir para pemimpin pejuang untuk melawan kolonialisme Prancis dan Inggris, di antara mereka adalah ulama Al-Azhar pada tahun 1798 M. yang memberontak melawan pendudukan Prancis, dan Prancis mengeksekusi mereka di halaman kastil, di antaranya adalah Syeikh Suleiman al-Jawsaqi, seorang syeikh dari kalangan tuna netra, Syeikh Ahmad al-Sharqawi, Syeikh Abdul Wahhab al-Shabrawi, Syeikh Yusuf al-Muselhi, dan Syeikh Ismail al-Barawi. Sedangkan di antara ulama dan murid Al-Azhar adalah: Syeikh Suleiman Al-Halabi, yang sukses membunuh pemimpin Prancis, Jean-Baptiste Kleber. Hal yang sama juga terjadi melawan kolonialisme Inggris setelah kolonialisme Prancis. Revolusi 1919 melawan pendudukan Inggris berlanjut hingga 1922, dan Al-Azhar memainkan peran penting di dalamnya.
Mesir menghadapi banyak konspirasi setelah pendudukan Palestina oleh Yahudi, dan di antara konspirasi ini adalah beberapa perang, di mana konspirasi terjadi melawan tentara Mesir, termasuk perang 1948 dengan pasukan gabungan melawan geng-geng Yahudi di bawah perlindungan Inggris, dan itu merupakan pendahuluan untuk memproklamirkan pembentukan entitas Yahudi, serta pengakuannya oleh dunia, juga agresi tripartit terhadap Mesir pada tahun 1956 di mana Prancis, Inggris dan entitas Yahudi berpartisipasi di dalamnya, kemudian perang 1967, di mana Yahudi menduduki sebagian besar dari Sinai, Jalur Gaza, Tepi Barat dan Golan. Yahudi mengarahkan serangan dahsyat pada tentara Mesir, terutama angkatan udara. Kemudian datanglah perang tahun 1973, di mana kolonialisme dan alat-alatnya mengubah kemenangan yang semula diraih tentara Mesir menjadi kekalahan, yang digunakan sebagai pendahuluan untuk memasuki proses rekonsiliasi antara Mesir dan entitas Yahudi. Perjanjian Camp David tahun 1973 adalah puncak dari rangkaian konspirasi melawan tentara Mesir, dan Mesir pada umumnya. Konspirasi itu terus melucuti bagian-bagian Mesir dan mencaploknya untuk entitas perampas, Yahudi.
Barat memandang Mesir dengan cara khusus yang berbeda dari negeri-negeri Islam lainnya, dan mereka menyusun rencana jangka panjang untuk itu, yang menargetkan agama dan kelompok Islamnya, serta bertujuan untuk membuat kelaparan dan menghancurkan rakyat Mesir, juga mengendalikan kekayaan dan semua potensinya. Serangan keras terhadap Mesir meningkat setelah revolusi 2011, sebuah pemberontakan publik yang marah terhadap alat-alat kolonialisme, melawan ketidakadilan dan melawan setiap kampanye yang menjauhkan rakyat dari Islam. Di antara yang mengejutkan Barat dan membuat berbagai perhitungan, serta menyusun berbagai studi dan rencana untuk negeri Kinanah, adalah apa yang terjadi di Tahrir Square pada tahun 2012, ketika lautan manusia berunjuk rasa dan menyerukan penerapan syariah. Sehingga segala sesuatunya hampir lepas dari alat-alat kolonialisme, dan revolusi sedang menuju ke arah yang benar, seandainya bukan karena penyesatan dan konspirasi besar yang terjadi, serta penindasan yang mengerikan terhadap kaum Muslim setelah itu.
Barat saat ini tengah melihat dengan sangat serius pada setiap perubahan yang terjadi di negeri Kinanah, pelebaran lingkaran kemiskinan, dan lingkaran ketidakadilan dengan penjara, penyiksaan dan penindasan. Sehingga situasi hari ini, di negeri Kinanah dapat didiagnosa sebagai berikut: [Hamad Thabib – Muhammad Bajuri] (bersambung … )