Mereka Telah ‘Merampas’ Hak Untuk Berbicara Khilafah

 Mereka Telah ‘Merampas’ Hak Untuk Berbicara Khilafah

Oleh: Lutfi Sarif Hidayat | Direktur Civilization Analysis Forum

Entah apa yang sedang terjadi waktu-waktu sekarang ini. Ketika sebuah gagasan dianggap sebagai sebuah ancaman dan berbahaya. Padahal gagasan tersebut adalah bentuk kepedulian dan kecintaan dari para penyerunya untuk negeri ini. Tidak pernah ada niatan untuk memperburuk kondisi negeri ini.

Seharusnya semua pihak membuka hati dan pikiran secara dewasa di saat muncul sebuah ide baik yang ditujukan untuk memberikan kontribusi nyata bagi kemajuan negeri ini. Namun alih-alih semua itu terjadi, mereka justru bertindak sebaliknya dengan melakukan segenap usaha agar menghilangkan jejak-jejak berkembangnya gagasan tersebut.

Semestinya seluruh elemen mencoba untuk jauh menelaah saat ada upaya dari pihak-pihak tertentu yang sesungguhnya sangat baik untuk bangsa ini. Bersama mendiskusikannya secara cerdas. Menjadikan itu sebagai pertimbangan di tengah keterpurukan di hampir setiap bidang di negara ini. Akan tetapi mereka malahan melakukan hal yang lain. Mereka justru menempelkan stigma-stigma negatif terhadap gagasan tersebut serta memperlakukan para penyerunya secara tidak adil.

Gagasan tersebut adalah Khilafah. Mereka telah salah menganggap Khilafah sebagai sesuatu yang buruk. Salah kaprah lagi jika mengatakan Khilafah adalah hal yang baru dan radikal. Bertambah salah paham lagi adalah di saat membanding-banding Khilafah dengan dasar negara ini. Dan terlampau bersalah lagi ketika memberikan stigma buruk dan bertindak sewenang-wenang terhadap mereka yang selama ini dengan tulus mengingatkan akan baik dan pentingnya Khilafah.

*

Dalam ‘the civilization studies’, gagasan Khilafah bukanlah hal yang baru apalagi menakutkan. Secara konseptual gagasan tersebut sangat mudah untuk ditelusuri dan ditelaah secara objektif dan akademis. Sama halnya ketika Anda melihat gagasan lain utamanya dalam kerangka peradaban yang diterapkan oleh sebuah entitas seperti negara, misal peradaban-peradaban barat. Semuanya tidak akan sulit untuk diketahui dasar-dasar argumentasinya, baik secara historis, normatif bahkan hingga empiris.

Padahal seharusnya untuk menilai gagasan tersebut apakah baik atau tidak. Apakah akan memberikan kontribusi atau tidak. Semua dilakukan dengan dialog dan diskusi mendalam secara intelektual. Bukan dengan kacamata politk, kemudian digunakan instrumen-instrumen kekuasaan untuk menghilangkan itu tanpa adanya klarifikasi gagasan. Ini benar-benar memperlihatkan mundurnya nuansa akademis dan intelektualitas dalam diskusi publik di negeri ini. Sangat disayangkan.

*

Khilafah yang semestinya memiliki hak dan ruang yang sama dalam perbincangan-perbincangan publik. Sekarang seperti dirampas bukan karena suasana akademis dengan pendekatan diskursus. Namun hak-hak yang dimiliki oleh gagasan Khilafah ‘dirampas’ oleh situasi dan kepentingan politik pragmatis yang ada.

Faktanya jika semuanya melihat secara jernih tentang Khilafah ini. Saya yakin semua pihak akan bisa bersinergi dalam rangka kemajuan dan kebaikan tanah air yang sama-sama dicintai ini. Saya yakin ada masanya nanti situasi kondusif seperti itu akan terjadi. Meskipun yang terjadi sekarang ini adalah adanya upaya menutup dialog dan perbincangan publik terhadap sebuah gagasan dengan cara-cara kekuasaan.

Apa yang terjadi sesungguhnya adalah kesalahpahaman terhadap Khilafah. Khilafah itu memiliki kepastian sumber dari Islam. Khilafah berasal dan merupakan ajaran Islam. Sehingga salah besar ketika menganggap bahwa Khilafah adalah faham radikal. Dimana terminologi radikal sudah masuk dalam alam bawah sadar masyarakat sebagai istilah yang negatif.

Dalam ‘the literacy studies’, Khilafah ini bisa ditemukan dalam berbagai karya-karya tafsir Al-Quran, karya-karya syarah (penjelasan) hadits, karya-karya fiqih Islam dan lain sebagainya. Kesimpulan saya Khilafah memang bagian dari Islam karena merupakan salah satu ajaran Islam.

Dalam ‘the historical studies’, faktanya Khilafah ini memang ada hingga belasan abad. Dan tidak sedikit sejarawan barat yang mengungkapkan tentang keberhasilan atau kegemilangan ketika Khilafah diterapakan dulu. Silahkan saja dinikmati literasi sejarah yang berkaitan dengan ini dari berbagai macam sudut pandang dan latar belakang penulisnya. Kesimpulannya Khilafah memang ada dalam sejarah Peradaban Islam.

Dalam ‘the geopolitical studies’ jauh tidak kalah menarik. Tidak sedikit pemimpin-pemimpin barat, lembaga kajian strategis dari barat membahas tentang Khilafah ini. Goerge W. Bush bahkan sampai begitu perhatian dengan wacana Khilafah ini. Bahkan lembaga sekalas National Intelligence Council (NIC) turut serta memprediksi tentang Khilafah. Kesimpulan saya Khilafah ini memang menjadi ancaman dan sesuatu yang ditakuti oleh hegemoni peradaban barat. Hegemoni barat, menyebut Khilafah ini sebagai kemenangan dan kebangkitan sebuah peradaban yang akan menjadi tandingan dari hegemoni peradaban barat.

Kemudian dalam pendekatan ‘the teories of social change’, perubahan adalah sesuatu yang wajar. ‘Change is the law of nature. What is today shall be different from what it would be tomorrow. The social structure is subject  incessant change.’

Baik perubahan itu atas keinginan masyarakat atau tidak, tapi pasti akan ada perubahan. Karena doktrin perubahan mengatakan tidak ada yang abadi, kecuali perubahan itu sendiri. Artinya ketika kemudian di masa yang akan datang dengan kesadaran ada perubahan mengarah pada Khilafah, maka tidak perlu ditakuti. Karena hal ini sangat alamiah, sebagaimana perubahan dari Khilafah ke ‘nation state’ pada waktu itu. Jadi santai saja.

Terakhir yang tidak boleh dilupakan adalah bahwa perbincangan tentang bentuk negara yang berdasar pada Islam bukanlah hal baru dalam perjalanan negeri ini. Perdebatan tentang bentuk negara juga terjadi di tengah-tengah diskusi para pendiri negara ini. Salah satu wacana yang berkembang pada saat itu adalah bentuk negara yang berdasarkan Islam.

Oleh karena itu, sangat disayangkan ketika ruang dan hak diskusi publik ‘dirampas’ dengan sewenang-wenang. Hal yang semestinya baik untuk mendewasakan dan membiasakan perbincangan akademis di tengah masyarakat kini telah sirna. []

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *