Merebut Kembali Pangkalan Udara Bagram: Unjuk Kekuatan atau Kartu Truf Politik?

Sejak kampanye pemilihannya, Donald Trump telah menyatakan bahwa jika ia memenangkan pemilihan presiden AS 2024, ia akan merebut kembali kendali Pangkalan Udara Bagram dari Taliban. Ia menekankan bahwa tujuan dari langkah ini adalah untuk memantau China. Setelah memenangkan pemilu, ia menegaskan kembali sikapnya tersebut beberapa kali, menekankan pentingnya pangkalan strategis yang terletak di utara Kabul ini.
**** **** ****
Partai Republik dikenal sangat menekankan kebanggaan pada nasional Amerika. Donald Trump mewujudkan kebanggaan ini dalam gaya seorang pemain sandiwara tangguh, menampilkan dirinya sebagai pemilik dan pengendali urusan dunia. Pendekatan ini tercermin dalam banyak pernyataannya, baik ketika ia berbicara tentang perebutan kembali Terusan Panama, pembelian Greenland dari Denmark, atau bahkan gagasan untuk mencaplok Kanada. Sekarang, Bagram dimasukkan dalam konteks ini, seolah-olah Taliban telah merebut pangkalan ini dari Amerika, dan ia berusaha merebutnya kembali!
Pernyataan Trump tidak terbatas pada kebijakan luar negeri, tetapi ia juga menggunakannya dalam kebijakan dalam negeri. Ia berupaya menarik perhatian kaum nasionalis Amerika dan pendukungnya dari Partai Republik yang meyakini bahwa kekuatan militer Amerika seharusnya tidak tertandingi. Maka mengangkat isu Bagram dan tempat-tempat lain di dunia beresonansi dengan kelompok ini, sebagai indikator pemulihan hegemoni Amerika.
Selain itu, Trump memanfaatkan isu ini untuk menyerang Partai Demokrat dan Joe Biden, karena ia menganggap penarikan pasukan AS dari Afganistan dan ditinggalkannya Pangkalan Udara Bagram sebagai bukti kelemahan Demokrat. Ia mencoba mengubah isu ini menjadi kelemahan politik bagi lawan-lawannya, dengan mempromosikan gagasan bahwa Al Qaeda akan tetap berada di bawah kendali Amerika jika Demokrat tidak berkuasa.
Di sisi lain, pembicaraan Trump tentang merebut kembali Pangkalan Udara Bagram tidak serta merta berarti perencanaan nyata untuk melaksanakan langkah ini, tetapi juga merupakan pesan ancaman yang ditujukan kepada China dan Rusia. Namun, target utama narasi ini tetaplah Taliban, karena kebijakan Amerika terhadap mereka akan terus berlanjut, tetapi dalam kerangka tekanan yang kuat daripada kerja sama langsung. Disebutkannya Pangkalan Udara Bagram, disertai ancaman akan menghentikan bantuan keuangan, merupakan bagian dari strategi yang ditujukan untuk memaksa Taliban agar selaras dengan kepentingan Amerika dan menerima tatanan dunia yang disponsorinya. Melalui pernyataan ini, Trump berusaha menegaskan bahwa Amerika masih mampu memberikan tekanan pada Taliban dan mempengaruhi urusan Afghanistan kapan pun diinginkannya.
Seharusnya kaum Muslim menjadikan Islam sebagai sistem yang dominan di atas segala ideologi lainnya, menjadi sumber utama petunjuk bagi umat manusia sesuai dengan wahyu ilahi. Namun umat Islam telah kehilangan peran utamanya dalam memimpin umat manusia, sehingga memberi peluang kekuasaan ideologi batil, kapitalisme, serta munculnya tokoh-tokoh yang korup dan tidak stabil seperti Trump, akibatnya semua pemimpin Muslim, tanpa kecuali, mengoordinasikan kebijakan-kebijakannya sesuai dengan arahannya.
Realitas ini tidak akan berubah kecuali dengan menegakkan Khilafah Rasyidah, yang akan mengembalikan martabat umat dan mengubahnya dari keadaan ketergantungan pada posisi kepemimpinan global. Berbeda dengan rezim kolonial yang menyebarkan kerusakan dan kehancuran di dunia, Khilafah akan menjadi model pemerintahan yang membawa rahmat bagi seluruh umat manusia, dan menyelamatkan manusia, hewan, darat, laut, dan udara dari dampak buruk kapitalisme. [] Yusuf Arsalan
Sumber: hizb-ut-tahrir.info, 8/2/2025.
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat