Menyoal Puisi Bermasalah
(Tanggapan atas Puisi Ibu Sukmawati Yang Sangat Tendensius Terhadap Ajaran Islam)
Oleh : Achmad Fathoni | Direktur el-Harokah Research Center
Baru-baru ini beredar video pembacaan puisi oleh Sukmawati Soekarnoputri yang di dalam bagiannya ada yang menyinggung mengenai azan dan cadar. Puisi ini dipersoalkan. Puisi itu dibacakan Sukmawati dalam acara 29 Tahun Anne Avantie Berkarya di Indonesia. Fashion Week 2018. Sukmawati diberi kesempatan maju ke panggung dan membacakan puisi ‘Ibu Indonesia’ karyanya sendiri. Pengurus Persaudaraan Alumni 212, Kapitra Ampera telah menyimak video tersebut. Menurut Kapitra yang juga pengacara Habib Rizieq ini, ada dugaan pelanggaran dalam puisi itu. “Saya mendapatkan video itu tadi pagi. Sudah saya cermati ada mengenai adzan dan cadar, menurut saya ada dugaan kuat mendiskreditkan agama,” ujar Kapitra Ampera kepada wartawan, Senin (2/4/2018) (https://m.detik.com/news/berita/3948690/bandingkan-azan-dengan-kidung-ibu-indonesia-puisi-sukmawati-disoal)
Tentu saja, puisi yang sangat tendensius tersebut patut disayangkan oleh publik, terutama kaum Muslimin, yang merupakan penduduk mayoritas di negeri ini. Pasalnya, dalam puisi tersebut diduga kuat telah mendiskreditkan ajaran Isalam, terutama tentang adzan dan pemakaian cadar bagi muslimah. Cadar merupakan bagian dari ajaran Islam. Adapun adzan adalah panggilan bahwa telah tiba waktu shalat. Dengan membandingkan sesuatu yang Ibu Sukmawati tidak paham dan isinya merendahkan, maka hal itu bisa masuk unsur perbuatan penodaan terhadap agama Islam. Seharusnya, jika Ibu Sukmawati tidak paham syariat Islam maka yang dilakukan adalah belajar dan menuntut ilmu syariat Islam, agar menjadi Muslimah yang kaffah, agar paham dan bisa mengamalkan syariat Islam untuk kebahagiaan dunia hingga akhirat kelak. Atau jika memang belum paham syariat Islam, sikap yang tepat adalah diam, bukan malah membuat ujaran puisi yang justru menodai agama Islam dan menyinggung keyakinan umat beragama mayoritas di negeri ini yaitu Islam.
Membandingkan suara kidung lebih merdu daripada alunan adzan, serta membandingkan konde lebih cantik daripada cadar, merupakan tindakan yang gegabah dan tendensius, serta telah masuk pada ranah “menistakan” keyakinan umat Islam. Jangan hanya bisa mengklaim diri sebagai budayawati, namun pada saat yang bersamaan dirinya telah mempraktikkan sikap yang tidak berbudaya, dengan mengumbar ujaran kebencian terhadap kemulian ajaran Islam. Jika itu yang terjadi, maka dia telah menempatkan dirinya sebagai pihak yang telah menabuh “genderang perang” terhadap Islam dan kaum muslimin. Dan perlu diketahui oleh publik bahwa puisi Ibu Sukmawati tersebut telah memenuhi unsur pidana “Penodaan Agama”. Sebagaimana termuat dalam pernyataan sikap KSHUMI (Komunitas Sarjana Hukum Muslim Indonesia) bahwa unsur pidana “Penodaan Agama” terpenuhi dari puisi yang dibacakan Sukmawati. Pertimbangan hukum yang disampaikan KSHUMI yakni Pasal 156a KUHP huruf a dan b dengan ancaman pidana penjara maksimal 5 tahun bagi siapa saja dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau perbuatan pada huruf a: yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap sesuatu agama yang dianut di Indonesia. Pada huruf b, dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apapun juga yang bersendikan ke-Tuhanan Yang Maha Esa (http://m.jpnn.com/news/pernyataan-sikap-kshumi-soal-puisi-sukmawati-soekarnoputri).
Oleh karena itu, maka umat Islam seluruhnya harus bersatu padu dalam membela kemuliaan ajaran Islam serta mendesak aparat yang berwenang agar memproses secara hukum tindakan dugaan penodaan agama yang dilakukan oleh Ibu Sukmawati. Selain dari itu, umat Islam harus terus-menerus bersatu padu dan bahu membahu dalam mewujudkan sistem Islam, Khilafah Islamiyah, yang secara hakiki akan menjadi benteng dari penistaan dari para pembenci Islam. Wallahu a’lam.[]