Menyoal Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 20 Tahun 2018: Rakyat Untung Atau Buntung?

Oleh: Ahmad Rizal (Dir. Indonesia Justice Monitior)

Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani peraturan presiden (Perpres) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing. Perpres ini dikeluarkan karena pemerintah menilai perlu untuk mendukung perekonomian nasional dan perluasan kesempatan kerja melalui peningkatan investasi.

Seperti dilansir dari laman Setkab.go.id, Kamis (5/4), dalam Perpres ini disebutkan, penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) dilakukan oleh Pemberi Kerja TKA dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu, yang dilakukan dengan memperhatikan kondisi pasar tenaga kerja dalam negeri.

Setiap pemberi tenaga kerja TKA wajib mengutamakan penggunaan tenaga kerja Indonesia pada semua jenis jabatan yang tersedia. Dalam hal jabatan sebagaimana dimaksud belum dapat diduduki oleh tenaga kerja Indonesia, jabatan tersebut dapat diduduki oleh TKA. (http://republika.co.id/berita/ekonomi/korporasi/18/04/05/p6pl2h377-jokowi-tandatangani-perpres-kemudahan-pekerja-asing)

Catatan Jum’at

Pertumbuhan ekonomi riil yang kurang optimal akan meredam prospek pertumbuhan lapangan pekerjaan. Selain itu, upah riil yang stagnan di banyak negara juga mempengaruhi pertumbuhan ekonomi ini. Masalah kesempatan kerja yang semakin sempit bahkan tak mampu lagi menampung pekerja yang bertambah setiap tahun. Ironisnya, ditengah kondisi seperti itu, informasi yang beredar bahwa tenaga kerja asing yang masuk ke Indonesia cukup besar. Selain akibat perlambatan ekonomi yang merupakan imbas kritis ekonomi global, tingginya pengangguran di Negara ini merupakan dampak dari system kapitalisme yang di adopsi Negara.

Merujuk UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, tenaga kerja asing adalah warga negara asing pemegang visa dengan maksud bekerja di wilayah Indonesia. Di dalam UU ter­sebut, juga menegaskan keten­tuan bahwa setiap pengusaha dilarang memperkerjakan orang-orang asing tanpa izin tertulis dari menteri atau pe­jabat yang ditunjuk.

di era MEA ini mobilisasi pekerja antar negara ‘dibuat’ mudah. Sebab itulah tenaga kerja asing pun bisa masuk ke Indonesia. da­lam pasal 102 Peraturan Pe­r­un­dang-undangan Tahun 2013 menyatakan dengan te­gas bahwa: tenaga kerja asing yang boleh bekerja di Indo­nesia adalah tenaga ahli dan konsultan.

Menurut Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) mencatat jumlah tenaga kerja asing (TKA) asal China yang bekerja di Indonesia pada 2016 tercatat sebanyak 21.271 orang. Diakui Menakertrans sendiri, tenaga kerja asing asal China yang bekerja di Indonesia tahun 2016 terbesar. Sebenarnya mulai dari tahun 2012, (tenaga kerja asing asal) China (yang bekerja di Indonesia) itu memang peringkat pertama.

Kini Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani peraturan presiden (Perpres) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing. Menurut analisis penulis, kebijakan ini tidak bijak. Peraturan ini berpotensi besar pada melonjaknya jumlah TKA, sejalan dengan meningkatnya aliran investasi dan pemberian utang dari Negara pendonor ke Negara ini. Di sisi lain pemerintah tak memberikan pendungan kepada tenaga kerjanya sendiri.

Mengamati berbagai keputusan oleh pemerintah, seakan memberikan jaminan yang kuat terhadap nasib buruh, maupun para pen­cari kerja di Indonesia khususnya. Namun dalam prak­tiknya, masyarakat masih tertatih mencari kesana-kemari lowo­ngan pekerjaan. Baik itu lulu­san SMA sederajat hingga Sarjana dirasa sulit untuk mendapatkan pe­kerjaan di negeri sendiri.

Walhasil, penggunaan tenaga kerja asing mungkin saja memiliki dam­pak positif, jika memenuhi prosedur dan persyaratan seba­gaimana yang telah diatur. Akan tetapi ada begitu banyak dampak negatif, karena seperti  yang kita tahu, terkadang aturan itu tidak sesuai dengan praktiknya. Pemerintah tampaknya keliru dalam menganalisa akar masalah. Demi mendongkrak investasi besar, bila investor mensyaratkan masuknya TKA maka itu dipermudah tanpa pikir resikonya bagi rakyat sendiri. Padahal akar masalah investasi bukan pada adanya kendala bahasa pada TKA yang akan masuk.

Sesungguhnya Indonesia memiliki kekayaan alam yang melimpah. Jika pengelolaan terhadap SDA benar, maka sesungguhnya, Indonesia tidak perlu mengundang investor asing untuk mengeruk SDA Indonesia. Terlebih, membiarkan para investor mendikte kemauan mereka kepada Indonesia. Ini sama saja menjadikan diri Indonesia sebagai jajahan bagi Negara-negara investor.

Kebijakan pemerintah terkait upaya memperlancar investasi asing di Indonesia dengan menghapus syarat wajib bahasa Indonesia bagi TKA merupakan kebijakan yang akan membunuh tenaga kerja dalam negeri. Mereka akan tergeser dengan hadirnya TKA yang dipermudah aksesnya oleh pemerintah. Inilah ciri khas rezim neoliberalisme yang lebih mementingkan asing daripada rakyatnya sendiri.[]

Share artikel ini: