Menyoal KDRT dan ‘Pembunuhan’ Terhadap Perempuan
Ainun Dawaun Nufus(pengamat sospol)
Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Mariana Amiruddin mengatakan, data Menghitung Pembunuhan Perempuan menyebutkan sepanjang tahun 2017 terdapat 173 perempuan dibunuh di Indonesia. “Kasus pembunuhan terhadap perempuan Indonesia itu sebagian besar yaitu 95 persen dilakukan oleh laki-laki,” kata Mariana dalam jumpa pers dalam rangka “Women’s March Jakarta 2018” di aula Komnas Perempuan di Jakarta, Kamis. (http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/18/03/01/p4x13i396-komnas-perempuan-173-perempuan-dibunuh-sepanjang-2017)
Jumlah kejahatan pada perempuan di tanah air setiap tahun masih relatif besar. Missal untuk data tahun 2016 sebagaimana dikutip dari BBC Indonesia, Komnas Perempuan Indonesia mengungkapkan terdapat 259.150 kasus kekerasan atas perempuan sepanjang tahun 2016, yang dihimpun dari data di Pengadilan Agama dan yang ditangani lembaga mitra pengadaan layanan di Indonesia. Data yang himpun seluruh data yang dihimpun 94% berasal dari kasus/perkara yang ditangani pengadilan agama yaitu 245.548 kasus kekerasan terhadap istri yang berakhir dengan perceraian. Sementera kekerasan yang terjadi di ranah personal ditangani oleh lembaga mitra pengada layanan mencapai 10.205 kasus. Pengaduan langsung ke Komnas Perempuan juga menunjukkan kasus kekerasan rumah tangga masih tinggi yaitu 903 kasus, dari total 1.022 pengaduan. Komnas Perempuan membaginya menjadi kekerasan di ranah personal, ranah komunitas dan ranah negara. Di ranah personal/rumah tangga, kekerasan yang tertinggi yaitu kekerasan terhadap istri 5.784 kasus, dan kekerasan dalam pacaran atau KDP mencapai 2.171 kasus, kasus kekerasan terhadap anak perempuan 1.799 kasus, yang lainnya adalah kekerasan yang dilakukan mantan suami, mantan pacar serta terhadap pekerja rumah tangga. (http://www.bbc.com/indonesia/indonesia-39180341)
Faktor ketidakharmonisan rumah tangga memperburuk situasi. Sejumlah kasus KDRT kepada sang istri diantaranya karena penolakan istri untuk melayani suaminya. Dengan alasan lelah bekerja seharian istri pun menghindar untuk melayani suaminya. Keadaan ini membuat sebagian suami yang lemah iman akhirnya melampiaskan emosinya dengan cara-cara yang keji bahkan bisa dalam bentuk cekcok berujung pembunuhan.
Patut direnungkan, ketika istri bekerja seringkali karena dipaksa oleh kemiskinan. Kemiskinan masih menghantui sekitar 26,58 juta warga negeri ini karena ada faktor sistem kapitalisme gagal mendistribusikan kekayaan secara merata dan adil. Adapun problem kekerasan seksual pada wanita dan anak-anak kian sulit dihentikan karena sanksi hukum yang ada masih ringan dan tidak memberi efek jera. Dalam sistem hukum yang ada selain ancaman hukumannya masih ringan, masih ditambah pilihan hukuman minimal dan maksimal. Jika hukum tidak memberi efek jera, padahal hukum seharusnya menjadi palang pintu terakhir memberantas kejahatan, maka bencana kejahatan termasuk kejahatan seksual akan terus melanda masyarakat.
Terakhir tapi yang amat menentukan adalah faktor ketakwaan masyarakat kepada Allah SWT. Ketakwaan adalah rem yang paling efektif bagi individu untuk tercegah dari perbuatan keji dan mungkar. Namun di alam sekuler demokrasi dan liberal seperti sekarang ketakwaan tampaknya dianggap tidak penting bahkan peran Islam untuk mengatur berbagai aspek kehidupan tidak difungsikan. Berbagai problem perempuan Indonesia menghiasi semua struktur sistem sekuler demokrasi saat ini. Karena itu terus meningkatnya kekerasan dan kejahatan seksual pada wanita adalah bukti gagalnya sistem kapitalisme melindungi wanita dan anak-anak.[]