Oleh HM Ali Moeslim (Penulis dan Pembimbing Haji & Umroh)
SEMESTINYA Umat Islam di seluruh dunia, juga di negeri ini segera menyadari “selimut kelam” yang melingkupi masa kegelapan umat ini, akibat mengambil dan menjalankan paham sekularisme dalam kehidupan dan mengelola kehidupan bernegara dengan Demokrasi.
Sekularisme adalah paham atau pandangan yang berpendirian bahwa moralitas tidak perlu didasarkan pada ajaran agama. Definisi lebih operasional dikemukakan oleh Syaikh Muhammad Muhammad Ghazali dalam Kitab Jaahiliyyah fii ‘Isr al-Qurun, (Kebodohan Abad ini), sekularisme (ilmaniyah) diartikan sebagai iqaamah al-hayaah ‘ala asas[in] ghayru min ad-diini (membangun struktur kehidupan, mengatur masyarakat dan negara, di atas landasan selain Islam).
Sekularisme sesungguhnya lahir dalam masyarakat Kristen Barat. Sekularisme dipicu oleh tiga faktor utama, yakni: Pertama, problem teks Bible, Kedua, problem teologis Kristen, Ketiga, problem trauma rejim agama (religious regim). Karena itu, sekularisme sejak awal bercorak local. Karena itu sekularisme tak bisa dianggap berlaku bagi dunia lain. Apalagi di Dunia Islam.
Salah satu prinsipnya adalah agama masih diakui, namun agama harus dipisahkan dari kehidupan umum, maka pengakuan itu hanya sekadar formalitas belaka. Pasalnya, memang mengakui eksistensi agama, namun, mereka menganggap bahwa kehidupan dunia ini tidak ada hubungannya—dan tidak boleh diatur—dengan agama. Agama itu sakral (suci), sedangkan kehidupan ini profant (kotor).
Sekularisme disebarluaskan oleh Barat ke seluruh dunia, termasuk ke negeri-negeri muslim. Banyak Muslim yang terpengaruh, mereka kemudian menjadi sekuler dan membuat Islam menjadi agama ritual yang bersifat individualistik. Syariah dicampakkan. Gantinya, di negeri negeri Muslim berkembang aturan-aturan yang tidak bersumber dari syariah, seperti kapitalisme di bidang ekonomi, demokrasi–machiavelistik di bidang politik, sinkretisme–pluralisme di bidang agama, hedonisme- westernisme di bidang budaya dan materialisme di bidang pendidikan.
Padahal agama Islam sama sekali tidak memiliki persoalan sebagaimana yang dialami oleh agama Kristen. Maka dari itu, dalam sistem kehidupan sekuler, meski mayoritas Muslim, kehidupan masyarakat dalam aspek-aspek itu tidak ada bedanya dengan masyarakat non-Muslim. Padahal Allah SWT telah berfirman;
أَفَتُؤۡمِنُونَ بِبَعۡضِ ٱلۡكِتَٰبِ وَتَكۡفُرُونَ بِبَعۡضٖۚ فَمَا جَزَآءُ مَن يَفۡعَلُ ذَٰلِكَ مِنكُمۡ إِلَّا خِزۡيٞ فِي ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَاۖ وَيَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِ يُرَدُّونَ إِلَىٰٓ أَشَدِّ ٱلۡعَذَابِۗ وَمَا ٱللَّهُ بِغَٰفِلٍ عَمَّا تَعۡمَلُونَ ٨٥
“Apakah kalian mengimani sebagian Kitab dan mengingkari sebagian lainnya? Tidak ada balasan (yang pantas) bagi orang yang berbuat demikian di antara kalian selain kenistaan dalam kehidupan dunia dan pada Hari Kiamat dia dikembalikan pada azab yang paling berat. Allah tidak lengah terhadap apa yang kalian kerjakan” (QS al-Baqarah [2]: 85)
Selanjutnya Demokrasi, apa itu demokrasi? Tentu memahami secara substantif. Demokrasi atau demos kratos alias pemerintahan rakyat disepadankan dengan re publica; mengembalikan kekuasaan kepada public (rakyat). Ini adalah sebuah gagasan yang mengemuka pada Revolusi Prancis. Bentuk pemerintahan ini adalah kritik terhadap kekuasaan absolut para raja (monarki/mono archi) dan kekuasaan para bangsawan (aristokrasi). Ketika itu puncak absolutisme Prancis terjadi pada masa pemerintahan Raja Louis XIV (1643-1715) dengan semboyan l’etat cest moi (negara adalah saya).
Demokrasi kini telah menjadi suatu ideologi politik yang paling luas pengikutnya, termasuk di negeri-negeri Islam. Demokrasi dipercaya sebagai suatu ideologi yang terbaik; satu-satunya yang dapat menghantarkan pada tatanan masyarakat yang egalitarian, adil dan sejahtera. Kepercayaan terhadap sistem demokrasi semakin menjadi-jadi setelah kebangkrutan sistem totaliter-komunis di bekas Uni Soviet dan Eropa Timur. Diyakini, demokrasi-lah alternatif tunggal sebagai penggantinya (ustadz Ismail Yusanto)
Melalui slogan “dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat”, para propagandis demokrasi terus meyakinkan publik bahwa demokrasi adalah sistem politik terbaik yang akan mampu mewujudkan harapan-harapan masyarakat. Mereka berdalih, kedaulatan rakyat artinya memberikan kuasa kepada rakyat untuk merumuskan hukum dan perundangan sehingga hukum yang dibuat pasti sesuai dengan harapan masyarakat.
Demokrasi bukanlah sistem untuk umat Islam bahkan tidak layak untuk dijadikan sistem untuk manusia pun. Sistem demokrasi merupakan sistem kufur yang berasal dari Barat, karena meyakini bahwa manusia-lah sebagai sumber pembuat hukum atau tata aturan, bukan Allah SWT sebagai pembuat hukum. Demokrasi haram untuk umat Islam mengambil, menerapkan dan menyebarluaskan-nya.
Jika Demokrasi diterapkan pada umat Islam, maka di antara bahaya yang muncul adalah; 1. Demokrasi mengancam akidah umat Islam. 2. Demokrasi Menjauhkan kaum Muslim dari aturan-aturan Islam.3. Demokrasi menyuburkan liberalisasi Islam dan kebebasan.4. Demokrasi hanya menawarkan sirkulasi elite di lingkaran kekuasaan, bukan perubahan sistem.
Substansi Demokrasi ini sangat bertentangan dengan Islam yang menyatakan bahwa kedaulatan milik Allah SWT, bukan di tangan rakyat. Artinya, Allah SWT sajalah sebagai Al-Musyarri’.
فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤۡمِنُوۡنَ حَتّٰى يُحَكِّمُوۡكَ فِيۡمَا شَجَرَ بَيۡنَهُمۡ ثُمَّ لَا يَجِدُوۡا فِىۡۤ اَنۡفُسِهِمۡ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيۡتَ وَيُسَلِّمُوۡا تَسۡلِيۡمًا
“Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman sebelum mereka menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, (sehingga) kemudian tidak ada rasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang engkau berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS an Nisaa ayat 65)
Akibat diadopsinya sekularisme dan demokrasi, umat Islam didera berbagai persoalan seperti yang terjadi saat ini: kemiskinan, kebodohan, penindasan, kerusakan moral dan sebagainya. Penyebabnya, karena meskipun umat di negeri-negeri tersebut memeluk agama Islam, sistem yang digunakan di bidang ekonomi, politik, sosial, budaya dan pendidikan bukan berasal dari Islam. Kebijakan neo-liberal yang ditandai dengan penguasaan aset-aset sumberdaya alam oleh asing merupakan konsekuensi dari sekularisme dan demokrasi. Karena itu berdasarkan realitas kehidupan di negeri-negeri Islam kini, maka problematika utama kaum Muslim saat ini adalah bagaimana mengembalikan penerapan seluruh hukum yang diturunkan Allah, yakni syariah Islam.
Bandung, 3 September 2024/29 Safar 1446