Menyelesaikan Problem Kemiskinan Struktural

 Menyelesaikan Problem Kemiskinan Struktural

Pembangunan tak berhasil menghapuskan jurang antara si kaya dan si miskin

Oleh: Agus Kiswantono (Direktur FORKEI)

Pandemi Covid-19 telah memberikan dampak signifikan terhadap penambahan jumlah pengangguran di Indonesia akibat terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Hal ini disebabkan banyaknya pelaku usaha yang terdampak dan terpaksa mengurangi kegiatan usahanya.

Direktur Ketenagakerjaan Kementerian PPN/Bappenas, Mahatmi Parwitasari Saronto mengatakan, pandemi Covid-19 telah menambah angka pengangguran sebanyak 2,67 juta orang menjadi 9,7 juta orang dengan tingkat pengangguran terbuka (TPT) 7,07 persen.

“Ke depan, pada tahun 2021 kami berharap ekonomi dapat cepat pulih dengan pertumbuhan ekonomi di kisaran 4,5-5,5 persen sehingga dapat tercipta sekitar 2,3-2,9 juta lapangan kerja dan TPT dapat turun menjadi kisaran 5,9-6,5 persen,” ujar Mahatmi dalam Webinar Kagama Teraskita, Sabtu (28/11/2020) dikutip dari sindonews.com.

Catatan:

Kemiskinan yang terjadi di negeri ini adalah kemiskinan struktural, diakibatkan oleh sistem dan bersifat sistemik. Masalah kemiskinan tidak mungkin diatasi selama sistem yang menjadi penyebab utamanya yaitu sistem kapitalisme berikut sistem politik demokrasinya terus eksis.

Solusi problem kemiskinan haruslah solusi sistemik dan ideologis, yaitu dengan jalan mencampakkan sistem ekonomi kapitalisme liberal. Hal itu tidak bisa dilakukan kecuali dengan juga merubah sistem kapitalisme yang eksis. Solusi sistemik dan ideologis itu adalah dengan jalan menerapkan syariah Islam secara utuh termasuk sistem ekonomi Islam dalam bingkai sistem Islam.

Hanya sistem Islamlah yang bisa mendistribusikan kekayaan secara merata dan adil. Yaitu melalui penerapan hukum-hukum Sistem Ekonomi Islam termasuk tentang kepemilikan, tasharruf kepemilikan dan pendistribusian harta diantara masyarakat.

Secara lebih khusus, untuk menyelesaikan masalah kemiskinan, Sistem Islam menempuh dua strategi: ekonomi dan non ekonomi. Strategi non ekonomi adalah dengan strategi zakat, infak dan shadaqah. Meski potensi ziswak di negeri ini sangat besar, akan tetapi belum cukup untuk mengatasi kemiskinan, karenanya harus diiringi oleh strategi ekonomis yaitu melalui pemberian jaminan pemenuhan kebutuhan pokok dan asasi masyarakat.

Pemenuhan kebutuhan pokok ditempuh dengan strategi. Pertama, Islam memerintahkan setiap laki-laki agar bekerja untuk memenuhi kebutuhannya dan keluarganya. Dalam hal ini negara wajib menyediakan lapangan kerja untuk rakyat, baik dengan pendekatan langsung maupun tidak langsung. Secara langsung negara bisa membuka lapangan kerja melalui proyek-proyek pembangunan. Sedangkan secara tak langsung, negara harus menciptakan iklim usaha yang sehat dan kondusif. Diantaranya dengan sistem administrasi dan birokrasi yang mudah, sederhana, cepat, dan tanpa pungutan. Negara juga akan menghilangkan dan memberantas berbagai distorsi yang menghambat, seperti penimbunan, kanzul mal (QS at-Tawbah [9]: 34), riba, dsb. Negara pun bisa memberikan bantuan teknis, informasi, dan modal kepada rakyat yang mampu berusaha/bekerja. Negara menghilangkan sektor non riil, sehingga harta berputar di sektor riil sehingga berefek langsung pada perekonomian riil.

Kedua, jika individu itu tetap tidak mampu, maka beban tersebut dialihkan kepada ahli warisnya. Ketiga, jika kerabat tidak ada atau tidak mampu, maka beban itu beralih ke baitul mal yakni kepada negara. Nabi saw. bersabda:

« اَنَا أَوْلَى بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ، مَنْ تَرَكَ مَالًا فَلِأَهْلِهِ، وَمَنْ تَرَكَ دَيْنًا أَوْ ضِيَاعًا، فَإِلَيَّ، وَعَلَيَّ »

“Aku lebih utama dibandingkan orang-orang beriman daripada diri mereka, siapa yang meninggalkan harta maka bagi keluarganya, dan siapa yang meninggalkan hutang atau tanggungan keluarga, maka datanglah kepadaku, dan menjadi kewajibanku.” (HR. Ibnu Hibban)

Sedangkan pemenuhan kebutuhan asasi masyarakat yaitu pendidikan, kesehatan dan keamanan, maka negara memenuhinya secara langsung dengan menyediakannya kepada rakyat secara gratis atau minim biaya. Untuk membiayai semua itu, selain berasal dari harta milik negara juga dari hasil pengelolaan harta milik umum seperti migas, tambang, laut, danau, sungai, hutan dan sebagainya.[]

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *