Mediaumat.news – Lagi-lagi pemerintah melakukan framing jahat, kali ini dilakukan Menristekdikti melalui surat undangan resmi kepada para rektor se-Indonesia berisi time line yang menggiring pembaca untuk mengaitkan Hizbut Tahrir Indonesia dengan ISIS maupun pemboman.
“Itu kan merupakan framing yang sangat jahat. Bagaimanapun yang dilakukan HTI adalah dakwah yang nuansanya itu sangat mulia karena menyerukan penegakkan syariah dan khilafah, kemudian diletakkan dalam kerangka (framing) sebuah kejahatan. Padahal HTI sendiri sudah dengan tegas mengutuknya,” tegas Juru Bicara HTI Muhammad Ismail Yusanto kepada Media Umat, Rabu (13/9/2017).
Bagaimana mungkin, lanjut Ismail, berbagai peristiwa yang tidak berhubungan lalu disusun dalam sebuah rangkaian time line, ini kan sebuah framing, untuk mendiskreditkan HTI. Seolah-olah HTI itu terkait dengan pemboman yang terjadi di sejumlah daerah. Seolah-olah HTI terkait dengan ISIS.
Ismail juga menyatakan, di time line itu ada Muktamar Khilafah, itu kan kegiatan dakwah, yang pada waktu pelaksanaan kegiatan itu berjalan damai dan tidak ada kaitannya dengan berbagai bom itu. Dan terhadap peristiwa pemboman itu juga HTI sudah mengkritik keras. Boleh dicek itu, ada pernyataan-pernyataan resmi HTI yang mengutuk pemboman itu. Begitu juga dengan ISIS, dengan tegas Hizbut Tahrir juga menolaknya.
“Jadi pemerintah menyandingkan kegiatan HTI dengan pemboman di berbagai daerah itu kan seolah-olah ada hubungan, hubungan rangkai merangkai, ada keterkaitan, sabab musabab, atau setidaknya ada keterkaitan ide dan gagasan,” tudingnya.
Dalam time line tersebut ditulis, Mereka ingin mengganti Pancasila, menolak kebhinekaan, dan merubah NKRI. “Siapa yang menolak kebhinekaan, siapa yang ingin mengganti Pancasila, siapa yang ingin mengganti NKRI? Kan tidak ada. Itu hanya tudingan sepihak,” katanya.
Pemerintah ini aneh, satu sisi selalu menyerukan rakyatnya jangan menebar ujaran kebencian. “Tapi ini hari kita menyaksikan melalui undangan resmi pemerintah itu sengaja menyebarkan kebencian di tengah masyarakat terhadap suatu kelompok yang telah dibubarkan secara semena-mena. Jadi siapa yang menyebarkan kebencian? Ya, pemerintah sendiri!” tegasnya.
Ini semakin memperkuat tudingan bahwa pemerintah itu memang berulangkali menunjukkan ketidakadilan dan ketidakkonsistenan. Terhadap yang menghina Ibu Negara langsung ditangkap. Sementara terhadap penghina agama, penghina kelompok yang dianggap bukan bagian dari pemerintah dibiarkan saja. Buktinya Vicktor Laiskodat sampai sekarang tidak diproses-proses. Di medsos akun-akun yang menghina Allah SWT, menghina Nabi SAW dibiarkan saja.
“Ini menunjukkan ketidakadilan, tidak konsisten dan standar ganda,” pungkasnya.[]joko prasetyo