Oleh: Abu Inas (Tabayyun Center)
Rezeki seorang hamba memang berada di tangan Allah. Dialah Pemberi rezeki.
﴿وَمَا مِن دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا﴾
Tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan dalam jaminan Allah-lah rezekinya (TQS Hud [11]: 6).
Allah SWT pun menjamin bahwa tidak seorang pun manusia akan mati kecuali setelah rezekinya di dunia sempurna diberikan. Rasul saw bersabda:
« أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ أَحَدَكُمْ لَنْ يَمُوتَ حَتَّى يَسْتَكْمِلَ رِزْقُهُ …»
Hai manusia, sesungguhnya salah seorang di antara kalian tidak akan mati sampai rezekinya sempurna (HR al-Hakim, al-Baihaqi dan Ibn Majah).
Nash-nash ini dan yang semisalnya sesungguhnya semata-mata berkaitan dengan keyakinan. Intinya, manusia harus yakin bahwa rezeki itu ada di tangan Allah, bahwa Allah-lah yang menjamin rezeki setiap makhluk, juga bahwa seorang manusia baru akan mati ketika kuota rezeki yang ditetapkan oleh Allah untuk dirinya di dunia telah sempurna diberikan.
Nash-nash tersebut tidak berkaitan dengan amal dan tidak menghukumi amal. Menggunakan nas-nas di atas untuk mengatur dan menghukumi amal tentu keliru dan tidak pada tempatnya. Apalagi jika nash-nash itu digunakan untuk membenarkan sikap diam, pasrah dan pasif menyikapi berbagai penyimpangan dan kemungkaran. Justru keyakinan terhadap rezeki Allah itu mesti digunakan untuk membangun sikap aktif, menumbuhkan keberanian dan ketegaran untuk terus melaksanakan ketaatan, melakukan amar makruf nahi mungkar, menasihati dan mengoreksi penguasa serta menyampaikan al-haqq di tengah masyarakat.[]