Menolak Upaya-Upaya Intimidasi dan Adu Domba Umat Islam!

Oleh Abu Inas (Tabayyun Center)

“Kontestasi pilpres paling jorok adalah ketika intimidasi terhadap mereka yang berbeda massif dan terbuka dilakukan dengan mengabaikan hukum. Yakin lah saya dan masyarakat yang lain sejatinya tidak ikut-ikutan bisa kesal dan bergerak. Pak Jokowi jangan biarkan demokrasi kita dirusak,” ujar Dahnil dikutip Minggu (26/8/2018) dari akun Twitter @Dahnilanzar.

Dia mengaku heran, aparat keamanan malah membiarkan para pelaku yang mengancam dan menghalangi masyarakat yang ingin berkumpul menyampaikan aspirasi pergantian presiden pada 2019. Baginya, peristiwa ini menjadi ancaman serius untuk kelangsungan demokrasi di Indonesia.

Selanjutnya membincang kasus-kasus persekusi maupun upaya kriminalisasi terhadap sejumlah ulama di tahun politik ini, negara harus hadir menghentikan tindakan intimidasi itu. Tindak intimidasi itu menebar syiar ketakutan publik. Kepolisian negara sebaiknya secara proaktif segera menjelaskan ke publik tentang dugaan kasus intimidasi itu demi terpenuhinya hak publik untuk tahu tentang kebenaran informasi itu (rights to know). Sebelumnya beredar kabar intimidasi dialami UAS untuk menghadiri acara dakwah di berbagai daerah tak sejalan dengan iklim ukhuwah dan ketentraman umum yang sedang dibangun. Cara-cara dugaan intimidasi seperti ini justru merugikan rezim berkuasa dan tidak menggambarkan cara mendukung yang baik dan benar.

Adanya permainan dari segelintir kelompok atau oknum yang menginginkan umat Islam terpecah belah. Merasa alergi dengan ceramah yang dianggap kritis dan mengkritik rezim saat ini. Mereka bertujuan untuk membenturkan sesama umat Islam dalam melakukan persekusi.

Hal tersebut berupa tekanan-tekanan yang menjustifikasi seseorang melakukan perbuatan-perbuatan yang memecah belah, anti-NKRI, anti-Pancasila, intoleransi, dan antikebhinekaan. Sayangnya, aparat kepolisian tak mampu bertindak menghadapi sekelompok orang tersebut, malah aparat mengakui bahwa mereka mendapat tekanan. Padahal, sejatinya aparat adalah pihak pelayan dan pengayom masyarakat. Hal ini menjadi bukti bahwa negara sedang darurat pihak keamanan yang telah membiarkan aktivitas persekusi terjadi di tengah masyarakat.

Ironisnya, ancaman nyata yang sedang terjadi di Papua tak pernah mendapat respon yang serius dari pihak kepolisian dan ormas yang melabeli dirinya penjaga NKRI. Organisasi Papua Merdeka telah nyata membentangkan bendera Bintang Kejoranya, mereka juga mendeklarasikan untuk berjuang mendapatkan kemerdekaan dan melepaskan diri dari Indonesia.

Persekusi yang dilakukan kepada aktivis dakwah, mulai semakin terlihat semenjak aksi bela Islam. Pelabelan materi-materi Islam menjadi materi yang layak dan tidak layak untuk disebar luaskan, materi yang radikalis atau moderat, seolah-olah menjadi penting . Materi yang dianggap anti-bhineka, anti Pancasila dilarang untuk disampaikan di tengah-tengah umat dengan alasan radikalisme. Hal ini justru aneh.

Rasulullah saw dalam menyebarkan dakwah Islam tidak pernah memikirkan apakah kaum kafir Quraisy di Makah waktu itu akan menerima dakwah atau menolaknya. Rasulullah lantang menentang penyembahan Latta Uzza di sekeliling Ka’bah, dan mengatakan mereka adalah berhala, dan hanya Allah yang berhak disembah. Hasilnya dapat kita saksikan dalam shirah Nabawiyah, bagi yang menerima dakwah Islam mereka berIslam. Bagi yang menolak ada yang mendiamkan ajaran Rasul ada yang menolak bahkan menentang dengan terang-terangan.

Islam adalah agama yang dibawa oleh Rasulullah saw untuk semua kalangan. Mempelajari Islam secara mendalam adalah mempelajarinya secara kaffah, menyeluruh. Bukan malah  dianggap ajaran radikalisme. Hal ini justru aneh. Karena Rasulullah pun tidak pernah menyatakan mempelajari Islam secara mendalam dikatakan sebagai umat yang radikal atau pun fundamentalis.

Umat Islam hendaknya menyadari, ada upaya pecah belah yang dilakukan barat terhadap mereka. Tahun 2007, proyek adu domba umat Islam diterbitkan Rand Corp., Rand menerbitkan lagi dokumen Building Moderate Muslim Networks. RAND Corp merupakan Pusat Penelitian dan Kajian Strategis tentang Islam di Timur Tengah atas biaya Smith Richardson Foundation, berpusat di Santa Monica-California dan Arington-Virginia, Amerika Serikat (AS). Sebelumnya ia perusahaan bidang kedirgantaraan dan persenjataan Douglas Aircraft Company di Santa Monica-California, namun entah kenapa beralih menjadi think tank (dapur pemikiran) dimana dana operasional berasal dari proyek-proyek penelitian pesanan militer.

Paska kemerdekaan politik adu domba masih menjadi pilihan favorit para penjajah untuk melumpuhkan islam dengan strategi memasarkan kebebasan, demokrasi, kesetaraan, HAM, dan pluralisme,sampai pada era repormasi saat ini politik adu domba masih eksis.

Tentu umat Islam wajib menyadari bahaya politik ini sekaligus melakukan serangkaian usaha untuk menjaga kesatuan dan persatuan kaum muslim dengan cara menjadikan akidah islam sebagai pondasi pengikat seluruh kaum muslim dimana pun berada dan menjadikan hukum syariah sebagai tolak ukur amal perbuatan dan al-quran sebagai pedoman umat islam di terapkan secara menyeluruh baik oleh individu ,masyarakat,dan Negara untuk meraih kembali persatuan umat.

Share artikel ini: