Menolak Omnibus Law!
Oleh: Adam Syailindra (Koordinator Forum Aspirasi Rakyat)
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri alias Kadin Indonesia Rosan Perkasa Roeslani mengatakan omnibus law untuk mempermudah berinvestasi sudah ditunggu-tunggu oleh para pemodal, khususnya pemodal asing.
Dia berharap rampungnya beleid tersebut bisa memacu masuknya investasi asing langsung ke Tanah Air. “Ini sudah ditunggu-tunggu, banyak investor asing datang ke kami menyatakan akan berinvestasi, kalau sudah ada ini mereka tidak hanya datang investasi di pasar modal saja tapi bisa ke direct investment, itu yang diharapkan,” kata Rosan di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Jumat, 22 November 2019 (tempo.co, Jumat, 22 November 2019 14:05 WIB)
Catatan
Salah satu kebijakan pemerintah menjaga agar pertumbuhan ekonomi tetap aman adalah menjaga investasi. Tapi lagi-lagi, kebijakan pemerintah menyelamatkan perekonomian Indonesia yang tengah memburuk mengikuti permintaan investor, khususnya asing.
Ibarat menggelar ‘karpet merah’, melalui Omnibus Law pemerintah berjanji memberikan banyak kemudahan bagi investor yang berniat menanamkan koceknya di Indonesia. Bukan hanya memangkas prosedur perizinan, tapi juga memberikan kemudahan dalam perpajakan.
Untuk menarik investasi, pemerintah akan memangkas aturan investasi yang selama ini dianggap terlalu ketat bagi pelaku usaha. Salah satu prioritas pemangkasan perizinan adalah sektor migas dan mineral. Bukan hanya itu, pemerintah juga memberikan sinyal mengeluarkan aturan perpajakan yang bisa meringankan pengusaha.
Tak aneh bila tudingan Omnibus Law sebagai alat untuk melegalkan neoliberalisme. Sebab, dalam penyusunan draf RUU Omnibus Law, satuan tugas yang menggarap RUU ini didominasi kalangan pengusaha, pemilik modal, dan investor.
Alhasil, pasal-pasal yang ada lebih banyak menguntungkan kepentingan investor dibanding pekerja. Buruh dan pekerja tak ubahnya mesin produksi bagi korporasi.
Memberi keuntungan sebesar-besarnya bagi korporasi. Mengabaikan hak-hak rakyat. Makin teguhlah rezim korporatokrasi ini berdiri. Negara berdiri bersama kapitalis, sementara rakyat diperlakukan bagai sapi perah.
Tolak liberalisasi SDA!
Negara hanya berperan sebagai regulator, penguasa sesungguhnya adalah korporasi yang berlindung di balik pemerintah. Undang-Undang dibuat hanya untuk memberi keleluasaan bagi pengusaha menguasai perekonomian negara. Dalam hal ini, peran negara mandul dan lemah.
Dalam pandangan Islam, semua SDA yang dibutuhkan oleh manusia–baik primer seperti batu bara, minyak bumi, gas, energi matahari beserta turunannya (energi air, angin, gelombang laut), pasang surut dan panas bumi serta nuklir; maupun sekunder seperti listrik–adalah hak milik umum (milkiyah ‘ammah). Pengelola hak milik umum adalah negara, melalui perusahaan milik negara (BUMN). Individu/swasta dilarang memiliki energi tersebut untuk dikomersilkan. Karena itu, liberalisasi yang berujung pada privatisasi sektor-sektor tersebut diharamkan. Rasulullah saw. bersabda, sebagaimana dituturkan Ibn Abbas:
الْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي ثَلاثٍ فِي الْمَاءِ وَالْكَلإَِ وَالنَّارِ وَثَمَنُهُ حَرَامٌ
Kaum Muslim bersekutu (memiliki hak yang sama) atas tiga hal: air, padang dan api. Harganya pun haram. (HR Ibn Majah).
Air, api dan padang adalah tiga perkara yang dibutuhkan oleh semua orang demi kelangsungan hidupnya. Karena itu, Nabi saw. menyebut bahwa kaum Muslim (bahkan seluruh manusia) sama-sama membutuhkannya. Ketiganya disebut sebagai perkara yang menguasai hajat hidup orang banyak. Karena itu, Islam menetapkan perkara seperti ini sebagai hak milik umum.
Semua sarana dan prasarana, termasuk infrastruktur yang berkaitan dan digunakan untuk kebutuhan tersebut, juga dinyatakan sebagai hak milik umum; seperti pompa air untuk menyedot mataair, sumur bor, sungai, selat, serta salurat air yang dialirkan ke rumah-rumah; begitu juga alat pembangkit listrik seperti PLTU, PLTA, dan sebagainya, termasuk jaringan, kawat dan gardunya. Yang juga termasuk milik umum adalah tambang gas, minyak, batubara, emas dan sebagainya.
Perusahaan yang bergerak dan mengelola hak milik umum adalah perusahaan umum, yang tidak boleh diprivatisasi, apalagi dijual kepada pihak asing.
Omnibus Law janganlah memberikan jalan bagi investasi asing untuk menguasai Indonesia. Sebab, akar masalahnya adalah kekayaan alam dan ekonomi kita telah dikuasai asing dengan diterapkannya ekonomi kapitalis di negeri ini.[]