Menolak Diskriminasi Muslim China dan Kamp Indoktrinasi di Wilayah Muslim Xinjiang!
Oleh: Kurniawan
Berdasarkan riset Pew Forum on Religion & Public Life, pemeluk agama Islam di Cina mencapai 23,3 juta pada 2010. Xinjiang adalah wilayah dengan jumlah penganut agama Islam terbesar di Cina yakni sekitar 10 juta Muslim di wilayah tersebut. Orang Muslim di Xinjiang berasal dari etnis Uyghur. Menurut Direktur Human Right Watch (HRW) Cina, Sophie Richardson, kebijakan pemerintah Cina yang represif bukanlah solusi dalam melawan kekerasan dan radikalisme di Xinjiang. Kebijakan yang represif malah dapat menimbulkan lebih banyak lagi tindakan reaktif dari warga muslim.
China melakukan banyak “tekanan psikologis” rakyat “Turkistan Timur” (Xinjiang). “China telah melaksanakan kebijakan asimilasi sistematis selama 66 tahun, ketika menginvasi Turkistan Timur. Beijing telah menindas Uighur selama beberapa dekade, mencegah mereka menjalankan agama dan budaya mereka, “sementara dunia tinggal diam.”
Saat ini ada banyak Muslim China yang dipenjarakan di kamp-kamp tahanan massal karena keyakinan mereka. Kepada Associated Press, Omir Bekali, seorang Muslim Kazakh, dan mantan tahanan lainnya menceritakan bagaimana mereka harus mengingkari keyakinan agama mereka, mengkritik diri sendiri dan orang yang mereka cintai dan bersyukur kepada Partai Komunis yang berkuasa.
Para tahanan mengalami tekanan psikologis sangat besar, dan saat tahanan menolak mengikuti perintah itu setiap hari, mereka dipaksa berdiri di dinding selama lima jam. Seminggu kemudian, dia dikirim ke sel isolasi, di mana dia tidak diberi makanan selama 24 jam. Setelah 20 hari di kamp yang dijaga ketat.
Pemerintah China juga menerapkan kebijakan Strike Hard yaitu memperketat pengendalian terhadap kegiatan agama, membatasi pergerakan orang, dan menahan orang yang dicurigai mendukung gerakan separatis, pada tahun 1996. Terutama terhadap Muslim Uighur.
Kesewenang-wenangan Pemerintah China kepada rakyat Muslim Uighur. Di mana memberlakukan tidak adil semakin ditampakkan oleh pemerintah China ketika Beijing melarang Muslim Uighur berpuasa. Bahkan, melarang melaksanakan shalat tarawih. Kebijakan pemerintah itu dilaksanakan dengan memaksa perusahaan-perusahaan swasta supaya menawarkan makan siang selama bulan puasa kepada karyawan Muslim Uighur. Bagi yang menolak makan diancam kehilangan bonus tahunan serta pekerjaan.
Pemerintah juga memaksa sekolah-sekolah menyediakan makan siang selama bulan puasa dan melarang siswa dibawah 18 tahun untuk berpuasa dan beribadah. Pemerintah juga memaksa restoran untuk tetap buka sepanjang hari. Pemerintah China juga membatasi Muslim Uighur yang ingin beribadah ke masjid dan shalat Jumat berjamaah harus mendaftar dengan kartu identitas nasional mereka. Umat Muslim juga diminta menandatangani semacam surat tanggung jawab yang isinya berjanji untuk tidak berpuasa dan shalat tarawih atau kegiatan keagamaan lainnya selama bulan Ramadhan.
Pemerintah juga memasang puluhan ribu kamera pengintai di Urumqi untuk mengawasi setiap kegiatan Muslim Uighur. Hal ini guna terus menerus mematai-matai kegiatan yang dilakukan oleh Muslim di wilayah itu. Pemerintah sangat waspada segala bentuk kegiatan Muslim di wilayah itu.
Pembantaian sadis Umat Islam Uighur di China oleh Aparat Kafir Komunis dan Suku Han. Cina mayoritas penduduknya adalah suku Han. Mereka yang menguasai seluruh jaringan kekuasaan di negeri komunis itu. Karena itu, mereka sangat tidak toleran terhadap suku lainnya, termasuk golongan Islam di Uighur, yang bukan suku Han. Muslim Uighur juga sulit untuk melaksanakan ibadah haji karena tidak bisa mendapat paspor. Proses pembuatan paspor dipersulit dan pemerintah China juga membatasi biro perjalanan haji.
Kesejahteraan ekonomi antara Muslim Uighur dengan suku China Han juga sangat jauh jaraknya. Suku Han mendapat gaji empat kali lebih besar daripada suku Uighur meskipun pekerjaannya sama. Dikarenakan penindasan dan penjajahan pemerintah komunis China terhadap Muslim Uighur itulah, maka wajar muncul perlawanan dari kaum muslim Uighur. Perlawanan Muslim Uighur bukan lantas menjadikan pemerintah China lebih memperhatikan mereka, namun justru menjadi pembenar untuk semakin menindas muslim Uighur.[]