Menko Marves Tolak Perubahan, PKAD: Ini Sindrom Power!

Mediaumat.id – Analis Senior Pusat Kajian dan Analisis Data (PKAD) Hanif Kristianto menilai penolakan secara tegas Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Panjaitan (LBP) terhadap pihak-pihak yang ingin melakukan perubahan sebagai sindrom power yaitu begitu cintanya kepada kekuasaan.

“Pernyataan Menko Marves yang menolak tegas pihak yang ingin melakukan perubahan ini menunjukkan sindrom power yaitu begitu cintanya kepada kekuasaan,” tuturnya dalam Kabar Petang: RI Harus Berubah! di kanal YouTube Khilafah News, Rabu (2/8/2023).

Selain itu, Hanif juga menduga ada motif politik di balik pernyataan LBP, apalagi peranannya yang sangat signifikan seolah-olah melebihi apa yang dilakukan presiden.

Dugaan Hanif didasarkan pada tiga hal. Pertama, pernyataan LBP menunjukkan tidak perlu adanya perubahan politik. “Padahal perubahan politik adalah sebuah keniscayaan. Tidak ada rezim mana pun di dunia yang tidak berubah kekuasaannya,” tandasnya.

Kedua, pernyataan politik menunjukkan bagaimana sikap politik seseorang. “Dari pernyataan politik seseorang bisa dilihat apakah ia terkategori negarawan sejati atau bukan. Apakah ia memiliki misi atau kepentingan tertentu semisal kepentingan oligarki yang saat ini mencengkeram Indonesia?”  tanyanya retorik.

Ketiga, pernyataan LBP menunjukkan negara Indonesia belum memiliki blueprint (kerangka kerja terperinci). “Blueprint kan terkait negara ini ke depannya mau dirancang atau direkayasa seperti apa,” ujarnya.

Hanif juga melihat pernyataan tersebut memberikan semacam sinyal ancaman sekaligus ketakutan yang tidak berdasar. “Jika rezim ini menjalankan roda pemerintahan sesuai dengan mekanisme yang ada, kenapa takut terhadap pemimpin berikutnya? Ini kan berarti ada yang disembunyikan,” bebernya.

Ia menegaskan perubahan itu adalah sebuah keniscayaan dan melakukan perubahan itu adalah sebuah pilihan.  “Artinya rakyat saat ini apakah mau diam atau mau rebahan atau mau santai-santai saja? Perubahan itu pasti tetap akan terjadi,” paparnya.

Namun, ia juga mengingatkan, sebelum melakukan perubahan harus mengetahui dulu apa problem utama negeri ini. Sehingga tidak cukup berganti wajah namun dengan sistem yang masih sama.

Ia mengungkapkan, persoalan utama negeri ini yang mayoritas Muslim adalah akibat penerapan sistem politik demokrasi liberal.

“Jika sudah memahami persoalan utama, kita akan punya tujuan ke mana arah perubahan. Dalam perubahan ini bukan hanya butuh good person, namun juga good system. Dengan hal ini akan menjadi perubahan yang besar dan baik,” pungkasnya.[] Erlina

Share artikel ini: