Mengkritisi Pernyataan: Donald Trump adalah Khalifah

Oleh: Rokhmat S. Labib

Siapa pun tahu, Donald Trump adalah Presiden Amerika. Sebuah negara Sekularisme Kapitalisme. Juga mengembangkan imperialisme ke seluruh dunia. Permusuhannya terhadap Islam dan kaum Muslimin luar biasa. Dengan berkedok war on terrorisme, Amerika terus mengobarkan perang terhadap Islam dan kaum Muslimin.

Tak terhitung darah umat Islam tertumpah oleh kebrutalan dan kejahatan Amerika. Banyak negeri Islam dijajah dan kekayaannya dijarah. Irak dan Afghanistan adalah di antara yang hingga kini diduduki negara penjajah itu.

Jangan ditanya dukungannya terhadap entitas Yahudi. Tak hanya mendukung entitas Yahudi yang merampas Palestina, tanah milik kaum Muslimin. Namun juga menetapkan al-Quds sebagai ibukota negara Israel..

Meskipun begitu jelas permusuhannya terhadap Islam dan kaum muslim, namun anehnya menurut Prof Dr Yudian Wahyudi presiden Amerika itu adalah khalifah. Pernyataan ini disampaikan oleh rektor UIN Sunan Kalijaga tersebut dalam keterangannya sebagai ahli dari pemerintah dalam sidang gugatan HTI kepada Menkumham di PTUN pada Kamis, 8/3/18.

Khalifah Versi Yudian

Apa alasan Trump bisa disebut sebagai khalifah? Menurutnya, konsep khalifah terdapat dalam surat al-Baqarah. Dalam ayat tersebut, Adam bisa menjadi khalifah karena memenuhi dua kualifikasi.

Pertama, memiliki pengetahuan tentang nama-nama. Ini adalah keahlian dan profesionalisme. Dan kedua, dia menang tanding atas para malaikat. Ditegaskan olehnya bahwa konsep khalifah menurut al-Quran ini tidak ada syarat agama.

Bertolak konsep tersebut, maka seorang hakim di pengadilan adalah seorang khalifah. Sebab, dia memiliki profesionalisme dan berhasil menang tanding atas sarjana hukum lainnya memiliki keahlian serupa. Demikian pula para dokter di rumah sakit dan profesi lainnya yang memenuhi dua kriteria tersebut.

Berdasarkan kualifikasi itu pula, Jokowi adalah seorang khalifah tingkat nasional karena memenuhi. Begitu juga Donald Trump. “Donald Trump adalah khalifah level dunia karena dia telah memenuhi dua kualifikasi tersebut,” katanya.

Inilah konsep khalifah menurut Prof Yudian. Konsep khalifah ini tentu sangat aneh. Bisa dipastikan, tak ada satu pun ulama mu’tabar yang memiliki pandangan seeprti itu. Benar-benar ‘khalifah versi Yudian’.

Bagaimana Pandangan Para Ulama Mu’tabar?

Pernyataan bahwa khalifah tidak ada sangkut pautnya dengan agama jelas merupakan kesalahan besar. Demikian pula Islam tidak termasuk syarat khalifah. Pendapat ini menyelisihi penjelasan para ulama mu’tabar.

Menurut para ulama mu’tabar, istilah khalifah, imam, dan amirul mukminin adalah istilah yang mutarâdif (sinonim). Menunjuk kepada objek yang sama. Imam al-Nawawi rahimahullah berkata:

يجوز أن يقال للإمام الخليفة والإمام وأمير المؤمنين قال الماوردي ويقال أيضاً خليفة رسول الله صلى الله عليه وسلم

Seorang Imam boleh disebut dengan khalifah, imam atau amirul Mukminin. Boleh juga disebut khalifah Rasulullah saw (al-Imam al-Nawawi, Raudhat al-Thâlibîn,3/346).

Penyebutan amirul mukminin bagi seorang khalifah seperti Sayyidina Umar bin al-Khaththab, menunjukkan dengan jelas bahwa khalifah tak bisa dilepaskan dengan Islam. Bahwa khalifah adalah pemimpin kaum Muslimin. Maka, pemimpin kaum kafir dan negara kafir penjajah seperti Donald Trump jelas tidak masuk dalam kriteria ini.

Demikian pula penyebutan khalîfah Rasulillah. Penyebutan ini juga menunjukkan bahwa khalifah terkait erat dengan Islam, agama yang dibawa Rasulullah saw dan diterapkan dalam kehidupan.

Khalifah dan Imam adalah orang yang menduduki jabatan sebagai pemimpin dalam khilafah dan imamah. Ibnu Khaldun berkata:

وإذ قد بينا حقيقة هذا المنصب، وأنه نيابة عن صاحب الشريعة في حفظ الدين، وسياسة الدنيا به، تسمى خلافة وإمامة، والقائم به خليفة وإماماً.

Dan ketika telah jelas bagi kita tentang hakikat jabatan tersebut, bahwa jabatan itu merupakan wakil dari pemilik syariah dalam menjaga agama dan pengaturan urusan dunia, disebut khilafah dan imamah. Sedangkan pelaksananya adalah khalifah atau imam (Ibnu Khaldun, al-Muqaddimah, 97).

Bahwa khalifah harus seorang Muslim, ini disepakati oleh para ulama. Syekh Abdurrahman al-Jaziri berkata:

واتفقوا : على أن الإمام يشترط فيه : أولا أن يكون مسلما ليراعي مصلحة الإسلام والمسلمين فلا تصح تولية كافر على المسلمين

Mereka sepakat bahwa seorang imam disyaratkan harus: Pertama, Muslim, untuk mengatur kemashlahatan Islam dan Muslimin; sehingga tidak sah menyerahkan kepemimpinan kepada orang kafir atas kaum Musliminin (al-Jaziri, al-Fiqh al Madzahib al-Arba’ah, vol.5/197).

Jelas, Donald Trump tidak masuk dalam kriteria ini!

Tak sekadar beragama Islam. Seorang khalifah juga berkewajiban menegakkan Islam dan menerapkan hukum-hukumnya. Inilah tugas utama seorang khalifah. Syekh Abdurrahman al-Jaziri berkata:

وأنه لا بد للمسليمن من إمام يقيم شعائر الدين وينصف المظلومين من الظالمين

(Para imam rahimahumullah juga sepakat bahwa) harus ada seorang imam yang menegakkan syiar-syiar agama dan membela orang dzalim yang didzalimi (al-Jaziri, al-Fiqh al Madzahib al-Arba’ah, vol.5/97).

Imam al-Mawardi ketika menjelaskan tentang tugas-tugas khalifah, beliau berkata:

وَالرَّابِعُ: إقَامَةُ الْحُدُودِ؛ لِتُصَانَ مَحَارِمُ اللَّهِ تَعَالَى عَن الِانْتِهَاكِ، وَتُحْفَظَ حُقُوقُ عِبَادِهِ مِنْ إتْلَافٍ وَاسْتِهْلَاكٍ.

Keempat: Menegakkan hukuman hudud agar larangan-larangan Allah Swt terjaga dari pelanggaran dan terpelihara pula hak-hak manusia dari penghancuran dan penghilangan (al-Imam al-Mawardi, al-Ahkâm al-Shulthâniyyah, 40)

Imam Ibnu Hazm juga berkata:

وأن الأمة واجب عليها الانقياد لإمام عادل يقيم فيهم أحكام الله، ويسوسهم بأحكام الشريعة التي جاء بها رسول الله صلّى الله عليه وسلم

(Dan mereka juga sepakat) bahwa umat ini wajib atas mereka tunduk kepada Imam yang adil yang menegakkan hukum-hukum Allah Swt di tengah-tengah mereka dan mengurus mereka dengan hukum syariah yang dibawa oleh Rasulullah saw (Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, vol. 8/6145).

Apalagi kriteria ini. Jelas, Donald Trump sama sekali tidak memenuhinya. Alih-alih menegakkan Islam dan menerapkan hukum-hukumnya, Donald terang-terangan memusuhi Islam dan memerangi umatnya. Bagaimana bisa disebut sebagai khalifah?

Penyebutan Trump sebagai khalifah semakin aneh ketika dikaitkan dengan Rasulullah saw dan para sahabatnya. Mereka tidak pernah menyebut Kisra Persia dan Kasiar Romawi sebagai khalifah sekalipun keduanya adalah penguasa adidaya pada saat itu.

Penyebab Utama Kesalahan

Kesalahan utama Prof Yudian tentang khilafah adalah keenggannya untuk merujuk kepada hadits. Di awal presentasinya, dia mengatakan bahwa khilafah tidak ada dalam al-Quran. Yang ada adalah khalifah. Pernyatan ini tidak hanya disampaikan dalam sidang kemarin. Di berbagai kesempatan, dia selalu menekankan bahwa khilafah yidak ada dalam al-Quran. Seolah-olah karena tidaka ada dalam al-Quran maka bisa dianggap sepele. Dalam penjelasannya tentang khalifah, ia hanya merujuk ayat tentang khalifah dan sama sekali tidak merujuk hadits-hadits tentang perkara tersebut.

Ini jelas merupakan kesalahan fatal. Sebab, dalil tentang khalifah itu justru amat banyak dalam hadits. Jika enggan, apalagi tidak mau merujuk kepada hadits Nabi saw, maka kesimpulannya bisa dibayangkan. Apalagi, ketika konsep khalifah hanya dibatasi penjelasan yang dengan QS al-Baqarah 30 dan dikaitkan dengan ayat-ayat lain yang berkaitan. Untuk diketahui, penjelasan para ulama tentang khilafah justru tidak banyak merujuk kepada ayat tersebut. Namun merujuk pada ayat-ayat lain (meskipun tidak secara sharih menyebut kata khilafah atau khalifah) dan hadits-hadits.

Sebagai contoh, tentang tugas utama khalifah adalah mengatur urusan kaum Muslimin dengan menggunakan Islam, merujuk kepada sabda Rasulullah saw:

« كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمُ الأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِىٌّ خَلَفَهُ نَبِىٌّ وَإِنَّهُ لاَ نَبِىَّ بَعْدِى وَسَتَكُونُ خُلَفَاءُ فَتَكْثُرُ »

Bani Israil dulu dipimpin oleh para Nabi. Setiap kali seorang Nabi wafat digantikan oleh nabi yang lain. Sesungguhnya tidak ada nabi setelahku. Akan ada para khalifah, dan jumlah mereka banyak (HR Muslim).

Hadits ini menjelaskan bahwa urusan umat ini sepeninggal Nabi saw adalah para khalifah. Merekalah yang mengurus dan mengatur urusan umat Rasulullah sebagaimana para nabi Bani Isarel terhadap kaum mereka.

Juga kepada ayat-ayat yang mewajibkan berhukum dengan syariah, yang dipahami oleh para ulama bahwa itu mustahil bisa dilakukan tanpa pemimpin yang memiliki otoritas tentang itu.

Demikian juga tentang syarat khalifah harus seorang Muslim. Tidak merujuk kepada QS al-Baqarah 30 tersebut. Namun merujuk pada firman Allah Swt:

وَلَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلًا

Allah sekali-kali tidak memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang beriman (QS al-Nisa’ [4]: 141).

Juga firman Allah Swt:

أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah rasul-Nya, dan ulil amri di antara kamu (QS al-Nisa [4]: 59).

Dalam ayat tersebut tidak hanya disebutkan ulî al-amr saja, namun disertai dengan kata: minkum (dari kalian, kaum Muslim).

Oleh karena itu, jika memahami konsep khalifah hanya berdasarkan satu dua ayat, kemudian disimpulkan tanpa melihat ayat- ayat dan hadits-hadits yang berkaitan akan menjerumuskan pelakunya kepada kesalahan.

Pertanyaannya: Bagaimana pendapat Anda jika hakim menjadikan sebuah pendapat yang tidak memiliki sandaran dalil yang kuat hanya karena dilontarkan oleh seseorang yang dianggap ahli?

Semoga Allah Swt senantiasa menunjukkan kita kepada jalan lurus. Wal-Lah a’alm bi al-shawab. []

Share artikel ini: