Mediaumat.news – Kritik yang dilakukan Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) dengan menggelari Presiden Jokowi sebagai ‘King of Lips’ Service’ dinilai sebagai bagian dari kultur mahasiswa.
“Kultur mahasiswa itu adalah belajar, meneliti, mengumpulkan data dan juga menyampaikan di tengah-tengah masyarakat, termasuk mengomentari terkait kinerja presiden dan pemerintahan hari ini,” ujar mantan Ketua Umum Gerakan Mahasiswa Pembebasan yang kini menjadi praktisi hukum Ricky Fatamazaya, SH., MH. kepada Mediaumat.news, Selasa (29/6/2021).
Kritik tersebut, juga dipahaminya sebagai salah satu bentuk tanggung jawab membangun dan menyadarkan masyarakat sebagai bagian upaya pencerdasan dan pengabdian.
Ia menambahkan, kritik yang disampaikan BEM UI pun sesuai fakta yang ada. “Beberapa janji, banyak janji yang sering dilontarkan oleh Presiden Joko Widodo itu tidak selaras dengan apa yang terjadi di lapangan,” tandasnya.
Di antaranya, pernyataan yang menyebut ada uang Rp11.000 trilliun di kantong, tetapi faktanya, menurut Ricky, pemerintah justru menambah utang. Begitu pun, yang katanya ingin menguatkan KPK, malah terindikasi kuat melemahkan. Belum lagi terkait ekonomi yang janjinya meroket, sekarang terjerembab. “Kalau tidak ingin ini dikatakan sebagai Jokowi, King of Lips Service, lalu apa?” tegasnya.
Oleh karena itu, menurut Ricky, pemerintah semestinya tidak menganggap kritik semacam itu sebagai sesuatu yang menyakitkan. Tetapi sebuah peringatan dan instrospeksi. Sehingga, masyarakat tidak merasa jengah dan bosan lagi dengan janji-janji yang sering diobral.
Ayah dan Anak
Terkait pemanggilan itu, ia berharap kepada Rektor Ari Kuncoro yang memanggil BEM UI, untuk sekadar mengklarifikasi, bukan mengintimidasi, apalagi meminta langsung menghapus unggahan tersebut. Sebab, rektorat dengan BEM, menurutnya seperti ayah dan anak yang saling mendukung kebenaran.
Seperti diketahui, rektor UI itu kini juga duduk sebagai wakil komisaris utama/independen di Bank BRI. Bahkan sebelumnya tahun 2017-2020, juga pernah menjabat sebagai komisaris utama/independen Bank Negara Indonesia (BNI). “Sehingga masyarakat juga berpikir, jangan-jangan rektoratnya ini bagian dari komisaris BUMN ya. Kan kita tidak inginkan itu,” tuturnya.
Ia juga berpesan kepada para mahasiswa, agar tetap semangat, istiqamah dalam menyampaikan kebenaran dengan tetap memegang idealisme. Dan, ia juga mendukung pergerakan mengkritik kebijakan-kebijakan berseberangan dengan kepentingan-kepentingan rakyat, yang dari dulu sudah menjadi kultur mahasiswa.
Terakhir, justru menurutnya salah, ketika ada pergerakan mahasiswa yang merapat masuk ke pemerintahan. “Ketika ada aktivis perjuangan mahasiswa pergerakan merapat ke pemerintahan, ini justru atmosfernya, atmosfer yang salah,” pungkasnya.[] Zainul Krian