Mengenang Tahun Kesepuluh Revolusi (6): Mengapa Amerika Memutuskan untuk Singkirkan Pemerintahan Ikhwanul Muslimin?

 Mengenang Tahun Kesepuluh Revolusi (6): Mengapa Amerika Memutuskan untuk Singkirkan Pemerintahan Ikhwanul Muslimin?

Kami telah menyebutkan di tulisan sebelumnya bahwa Amerika memutuskan untuk menyingkirkan pemerintahan Ikhwan Muslimin karena ketidakmampuan mereka untuk mewujudkan stabilitas yang dibutuhkan Amerika di Mesir untuk mempertahankan kepentingannya. Di sini kami menjelaskan betapa tidak stabilnya situasi selama periode di mana Dr. Morsi memerintah:

  1. Selama periode pemerintahan Morsi, 13 juta orang turun di alun-alun Mesir, artinya rata-rata satu juta setiap bulan.
  2. Morsi tidak mampu merangkul para penentangnya, sehingga konflik antara dia dan oposisi yang diwakili oleh Front Keselamatan tetap berkobar.
  3. Desakan Morsi untuk melanjutkan Hesham Qandil sebagai perdana menteri, meskipun dia jelas gagal untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi pemerintahannya, terlepas dari kelemahan politiknya yang begitu jelas, dia adalah orang pertama dalam perhitungan pragmatisme mereka bahwa dia akan melemparkan bola ke medan oposisi, menawarkan perdana menteri kepada mereka, dan menempatkan kegagalan di leher mereka …, tapi dia tidak melakukannya.
  4. Tuduhan oposisi terhadap Morsi bahwa dia mencoba mengkhianati lembaga negara terus menghantuinya selama masa pemerintahannya, dan ini tidak dipedulikan oleh Ikhwanul Muslimin, sebab yang mereka lakukan itu di posisi-posisi yang tidak berharga, seperti pengangkatan gubernur dan beberapa administrasi negara, sementara mereka membiarkan sendi pemerintahan utama, yaitu tentara, polisi dan pengadilan, tetap di bawah dominasi sisa-sisa rezim sebelumnya, yang memiliki pengaruh terbesar dalam penggulingannya
  5. Morsi dan jamaahnya tidak bisa mendapatkan loyalitas tentara dan polisi. Mengingat, tentara memiliki sejarah permusuhan terhadap Ikhwanul Muslimin khususnya dan kelompok Islam pada umumnya sejak era Abdel Nasser, sedang polisi dengan segala aparatnya adalah alat untuk menyiksa aktivis Ikhwanul Muslimin dan para tahanan dari kelompok Islam. Setelah Ikhwanul Muslimin berkuasa, polisi berada di bawah perintahnya, tentu inilah yang tidak diterima mereka, di mana anggota aparat kepolisian menganggap bahwa “mereka sedang cuti untuk jangka waktu empat tahun”, yaitu, selama masa pemerintahan Morsi, dan mereka bahkan merencanakan makar lebih dari sekali, termasuk tidak mencegah serangan di Istana Federal.
  6. Meskipun tentara melakukan operasi (Elang) terhadap kelompok-kelompok jihadis di Sinai atas perintah Morsi berdasarkan komitmennya kepada Amerika untuk keamanan entitas Yahudi, namun itu tidak dapat mewujudkan keamanan yang diperlukan untuk entitas titisan zionis ini.
  7. Morsi tidak dapat membangun pengaruh yang kuat di media, yang dapat dijadikannya alat untuk kekuasaannya seperti yang biasa dilakukan Mubarak. Jadi, media benar-benar terlepa dari tangannya, kecuali beberapa saluran kecil yang tidak memiliki nilai. Sementara media ini mampu memobilisasi massa untuk melawan Ikhwanul Muslimin khususnya dan melawan kelompok Islam pada umumnya, serta menstigmatisasi presiden dan semua keputusannya, juga mengolok-olok kelompok Islam.

Dengan cara provokasi media ini menyebabkan bertambahnya keluhan masyarakat dan ketidakstabilan yang jelas, yang tidak dapat ditoleransi.

  1. Morsi dan pemerintahnya kebingungan dalam mengambil keputusan. Sehingga dia mengambil keputusan di pagi hari, dan mencabut di malam harinya, misalnya keputusan untuk menaikkan harga dan mencabut subsidi pada beberapa komoditas. Keputusan itu diambil, dan kemudian segera dibekukan demi menghindari guncangan rakyat … terutama karena referendum konstitusi sudah dekat. Dia juga tidak jadi mendeklarasikan konstitusi yang membentengi keputusannya. Kemudian, keputusannya mengangkat Jaksa Agung Abdel Majid sebagai duta besar Mesir untuk Vatikan, dan lalu pencabutannya, serta kegagalannya menangani masalah Jaksa Agung secara kasatmata.
  2. Proses pengepungan Mahkamah Konstitusi untuk mengesahkan dan membentengi konstitusi, sebelum dikeluarkannya keputusan pengadilan yang diharapkan bahwa Komite Konstituante inkonstitusional. Ini adalah tindakan yang menjatuhkan martabat negara, dan menyebabkan ketidakstabilan di institusi terpenting negara Mesir.

Ini, selain krisis bahan bakar, pemadaman listrik, dan kekacauan keamanan, serta yang dimaksudkan oleh mereka yang memegang kekuasaan sebenarnya di negara itu, juga mereka yang merencanakan dan membuat makar siang malam. Sementara Morsi dan jamaahnya melupakannya hinga saat-saat terakhir.

Amerika telah menyadari bahwa tentara Mesir adalah tembok pelingdung yang tidak dapat ditembus untuk mempertahankan kepentingannya, dan loyalitas para pemimpinnya kepada mereka dijamin, tidak seperti Ikhwanul Muslimin yang dengan cepat berubah, juga tentara dapat menyingkirkan Ikhwanul Muslimin dan mengontrol kendali urusan melalui alat negara Mubarak yang berhutang loyalitas, dan masih bermain di panggung.

Terlepas dari stabilitas yang tampak bagi penonton rezim Sisi, yang ia coba informasikan, soroti, dan puji, namun kenyataan menegaskan bahwa kaum pengkudeta tidak dan tidak akan dapat mewujudkan stabilitas ini kecuali dalam pikiran dan media mereka yang menyesatkan, yang dengan jelas mengabaikan penderitaan masyarakat dalam kehidupan mereka, serta penindasan dan ketidakadilan yang dihadapi setiap orang yang bersuara melawan rezim, mengkritik situasi yang buruk atau korupsi dalam pemerintahan dan administrasi. Juga masalahnya menjadi lebih buruk di Sinai, di mana tentara Mesir sedang berperang sengit melawan para jihadis dalam koordinasi dan kerjasama yang jelas dengan entitas Yahudi, hal tersebut dilakukan jauh dari media dan kebisingannya, sehingga tidak ada keraguan bahwa serangan seperti ini tidak dapat membedakan antara warga Sinai, yang berakibat akan meningkatkan permusuhan dan kebencian mereka terhadap rezim yang berkuasa. Sementara yang ditunggu-tunggu oleh warga Sinai adalah memperhaikan mereka dan mengurus urusannya dengan menghilangkan keadaan mereka yang terpinggirkan, serta ketidakpedulian terhadap situasi ekonomi dan kemanusiaan mereka. Sebab mereka telah berada dalam keadaan terpinggirkan dan terabaikan sejak Yahudi meninggalkan Sinai setelah kesepakatan Camp David.

Juga tidak mungkin rezim saat ini menciptakan stabilitas dalam situasi ekonomi yang memburuk dan semakin memburuk dari hari ke hari, meskipun ada bantuan keuangan Teluk, namun itu tidak akan bertahan selamanya, seperti yang diungkapkan oleh Menteri Luar Negeri Saudi dalam sebuah wawancara dengan Fox News Channel, karena banyak pabrik dan perusahaan besar internasional telah menutup pintu mereka di Mesir, serta sejumlah besar pekerja dan karyawan di-PHK.

Meskipun beberapa orang yang berpandangan sempit bertaruh bahwa perginya Trump dan datangnya Biden dapat menyebabkan tersingkapnya kedok dan dukungan untuk rezim Sisi, namun taruhan mereka salah tempat, sebab selama pembunuhan, pembantaian, pengejaran dan penangkapan menimpa kaum Muslim, terutama mereka yang memiliki perhatian pada proyek Islam di Mesir, maka semua itu tidak ada pengaruhnya. Juga selama situasi terkendali, dan tidak ada kekuatan efektif yang muncul di panggung politik Mesir yang secara serius mengancam pengaruh Amerika, maka apapun masalahnya, Amerika tetap tenang. Sehingga taruhan yang tepat harus ada pada rakyat di Mesir, mereka adalah instrumen perubahan yang sebenarnya, bukan Amerika yang merupakan musuh utama umat. [Hamid Abdul Aziz]

Sumber: http://www.hizb-ut-tahrir.info/ar/index.php/sporadic-sections/articles/political/73110.html

 

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *