Mengenang Tahun Kesepuluh Revolusi (4): 30 Juni dan Dukungan Amerika untuk Gerakan Kudeta
Para pemberontak, yang dipimpin oleh Sisi, mencoba untuk menggambarkan gerakan mereka sebagai gerakan “nasional” murni, jauh dari pengaruh Barat, terutama pengaruh Amerika. Mereka mengklaim bahwa mereka telah mengakhiri pemerintahan Ikhwanul Muslimin yang telah menggadaikan negara kepada Amerika, di mana mereka menggadaikannya demi kelanjutan pemerintahan mereka di Mesir. Kemudian Sisi menyamar sebagai seseorang yang melawan pengaruh Amerika di negara tersebut, tetapi dia tidak dapat bertahan lama dalam novel komik ini. Kemudian terlihat dengan jelas bahwa tidak hanya kepuasan Amerika terhadap gerakan kudeta itu, tetapi juga pengaturan dan koordinasinya selama berbulan-bulan sebelumnya. Kemudian rezim pasca 30 Juni yang melakukan koordinasi keamanan di tingkat tertinggi bersama entitas Yahudi, yang mengizinkan pergerakan militer Mesir di Sinai, termasuk kunjungan rahasia yang diumumkan oleh Radio entitas Yahudi, kunjungan ini dilakukan oleh ElBaradei—yang menjabat sebagai wakil presiden sementara—dan beberapa pemimpin militer entitas Yahudi. Kepresidenan Mesir saat itu segera membantahnya melalui Mostafa Higazy, penasehat politik presiden sementara, dan bantahan itu tidak disampaikan sendiri oleh ElBaradei, bahkan bantahan itu disampaikan dalam bentuk persepsi, bukan bantahan tegas dan pasti, di mana Higazy i berkata: “Saya tidak bayangkan bahwa apa yang dipublikasikan surat kabar itu benar”.
Pengumuman kunjungan ini dilakukan pada Senin 15/7/2013, yang segera disusul pada pagi hari Selasa 16/7, ketika entitas Yahudi setuju untuk mengizinkan Mesir mengerahkan dua batalyon angkatan bersenjata di Sinai. Sumber keamanan di Sinai Utara mengindikasikan bahwa bala bantuan baru akan dikerahkan di daerah selatan Sheikh Zuweid dan daerah Baghdad di sektor pusat Sinai untuk mengepung elemen dan kelompok jihadis.
Menteri Pertahanan entitas Yahudi, Moshe Ya’alon, mengatakan kepada radio publik tentang entitasnya bahwa Mesir “mengajukan beberapa permintaan kepada kami dalam beberapa hari terakhir untuk mengizinkan masuknya tambahan bala bantuan Mesir guna memerangi terorisme”. Dan dia menambahkan, “Selama pasukan ini berpartisipasi dalam perang melawan terorisme, dan kami diajak berkonsultasi, juga tidak merusak perjanjian perdamaian antara kedua negara, maka kami menyetujui permintaan mereka untuk memerangi tantangan terorisme di Sinai”. “Ketika para teroris telah dikalahkan, maka situasinya akan kembali seperti semula”, tambahnya.
Jadi, perbincangan tentang pembebasan Mesir dari hegemoni Amerika pasca penggulingan Morsi merupakan upaya Sisi untuk tampil sebagai pahlawan di mata masyarakat Mesir yang menyadari bahwa Amerika adalah penyebab bencana. Padahal yang sebenarnya ia hanyalah kacung dan pelaksana kebijakan Amerika di Mesir. Berikut kami jelaskan sejauh mana keterkaitan para pemberontak dan ketergantungan mereka pada Amerika:
- Pada tanggal 22/4/2013 M., situs (Gerakan Sipil Mesir), dengan judul “Persyaratan Amerika untuk menyetujui intervensi tentara dengan cara yang tidak tampak seperti kudeta militer”, menyatakan bahwa John Kerry berbicara tentang peran penting tentara Mesir dalam mengontrol peristiwa pada saat turunnya rakyat ke alun-alun, untuk mencegah perang saudara antara arus yang berbeda, kemudian Kerry menambahkan, “Ia dikejutkan dengan lemahnya kemampuan Ikhwanul Muslimin dan kacaunya bicara mereka, lalu menegaskan bahwa dia percaya pada waktu yang tepat di mana tentara akan melakukan perannya.
- Reuters mengutip pernyataan Gedung Putih pada 2/7/2013, di mana Obama menegaskan bahwa “krisis saat ini hanya dapat diselesaikan melalui proses politik”. Dan dia meminta Presiden Morsi menanggapi tuntutan para demonstran yang menuntut penggulingan presiden! Ketika kudeta terjadi, dia mengumumkan pertemuan Presiden AS Obama dengan penasihat senior Gedung Putih mengenai apa yang terjadi di Mesir, setelah itu dia berkata: “Angkatan bersenjata Mesir harus bergerak cepat dan bertanggung jawab untuk mengembalikan kekuasaan penuh kepada pemerintah sipil secepat mungkin”.
- Surat kabar Amerika (Washington Post), Selasa 17/7/2013, dalam laporan di situsnya, mengutip perkataan Burns kepada sejumlah wartawan setelah seharian penuh pertemuan dengan anggota pemerintahan transisi baru, termasuk Komandan Umum Angkatan Bersenjata dan Menteri Pertahanan Abdel Fattah El-Sisi: “Amerika Serikat berkomitmen untuk membantu Mesir dalam menyukseskan revolusi kedua, dan memenuhi tuntutannya”. Burns menambahkan, “Saya tidak naif. Saya tahu bahwa beberapa orang Mesir memiliki keraguan tentang Amerika Serikat, dan saya tahu itu tidak mudah”. Surat kabar itu mengatakan, “Retorika Burns tampaknya mengkonfirmasi pergeseran posisi pemerintah AS dalam berurusan dengan situasi terkini di Mesir selama dua minggu terakhir, sejak mengeluarkan peringatan yang menentang penggulingan presiden yang dipilih secara demokratis, berubah menjadi berdiri dengan segala bebannya di belakang para pendukung revolusi.”
William Burns mengatakan dalam konferensi pers yang diadakan pada Senin 16/7/2013 di Kairo bahwa Mesir memiliki kesempatan kedua untuk memperbaiki kesalahan dalam dua tahun terakhir, yang mencerminkan dukungan Washington untuk Sisi dan gerakan kudeta yang dilakukannya.
- Siapa pun yang membayangkan Sisi mengambil langkah ini dengan keputusannya sendiri, jauh dari koordinasi dengan Amerika, atau bahwa dia tidak mengambil lampu hijau darinya, biarkan dia memikirkannya, karena keputusan bahaya ini tidak mengejutkan Amerika, dan membacanya di surat kabar, lalu dia berseru sambil berkata, “Wah, benar-benar teror apa yang dilakukan Sisi!” Al-Sisi sendiri mengumumkan dalam sebuah wawancara televisi bahwa dia telah memberi tahu seorang pejabat senior Amerika tentang niatnya untuk menggulingkan pemerintahan Morsi pada Maret 2013, yaitu tiga bulan sebelum kudeta.
- Sisi mendapatkan beasiswa dari Perguruan Tinggi Perang Amerika pada tahun 2006, juga hubungan militer Amerika dengan Sisi telah diperkuat selama lebih dari tiga puluh tahun, setelah mengikuti kursus pelatihan di Georgia pada tahun 1981, dia adalah anggota termuda Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata berdasarkan usia sebelum terpilih untuk jabatannya pada 12 Agustus 2012, ketika Morsi mengeluarkan keputusan untuk menaikkan pangkatnya dari mayor jenderal ke letnan jenderal, dan menunjuknya sebagai Menteri Pertahanan dan Panglima Tinggi Angkatan Bersenjata menggantikan Marsekal Lapangan Muhammad Hussein Tantawi, dan sebelumnya menjabat sebagai Kepala Intelijen dan Pengintaian Militer. Pada 5/8/2012, enam belas anggota pasukan keamanan Mesir tewas dan tujuh lainnya luka-luka dalam serangan oleh orang-orang bersenjata di pos pemeriksaan keamanan di daerah Al-Masoura di pintu masuk kota Rafah Mesir, pada saat itu Mayor Jenderal Al-Sisi adalah Kepala Intelijen dan Pengintaian Militer, yaitu yang pertama bertanggung jawab atas apa yang terjadi! Bagaimana tindakan kriminal yang begitu mengerikan bisa terjadi, sedang intelijen militer dan pasukan pengintai perang begitu terkejut olehnya, mereka sama sekali tidak ada di lapangan?! Akibat kejadian ini, Marsekal Lapangan Tantawi diberhentikan dan Mayor Jenderal Al-Sisi dipromosikan menjadi Letnan Jenderal, dan kemudian Menteri Pertahanan. Jika Sisi tidak mengetahui siapa yang melakukan tindak pidana ini, maka itu adalah malapetaka. Jika dia tahu—dan ini mungkin—maka malapetaka lebih besar lagi! Sisi tidak berbicara sampai sekarang, bahkan tidak ada yang memintanya, baik pada saat itu, maupun setelahnya, juga hingga sekarang, untuk memberikan informasi yang dia ketahui tentang insiden itu, yang merupakan pembenaran kuat untuk menyingkirkan Tantawi dan menunjuk Sisi sebagai gantinya.
- The Wall Street Journal mengatakan dalam edisi Sabtu 13/7/2013, bahwa Departemen Luar Negeri AS menganggap Jenderal El-Sisi sebagai titik fokus penting dalam hubungan antara kedua negara, dan surat kabar itu menambahkan bahwa Menteri Pertahanan AS Hagel ingin mendorong hubungan antara Washington dan tentara Mesir.
- Pada hari-hari menjelang penggulingan Morsi, beberapa pembicaraan terjadi antara Sisi dan Hagel, salah satu pembicaraan ini berlangsung lebih dari dua jam, dan Wall Street Journal mengutip dari seorang pejabat senior AS di Departemen Pertahanan AS yang mengatakan: “Tim Sisi sangat lugas dan terus terang, yang membuat pemerintahan Amerika lebih mudah berurusan dengannya”.”
- Dr. ElBaradei mengungkapkan dalam sebuah wawancara dengan New York Times bahwa dia telah menghubungi John Kerry, Menteri Luar Negeri AS, untuk mendukung kudeta militer.
Inilah yang kami amati pada saat itu, dan kami menyadari melalui itu bahwa Amerika berada di belakang gerakan kudeta itu, dan kemudian setelah itu terungkap hari-hari bagaimana Sisi mendapat dukungan Amerika yang tidak terbatas, dan Presiden AS Trump menggambarkannya sebagai diktator favoritnya. [Hamid Abdul Aziz]
Sumber: http://www.hizb-ut-tahrir.info/ar/index.php/sporadic-sections/articles/political/72976.html