Mengenang G30S/PKI, Filolog: Kebangkitan Neo-PKI Harus Diwaspadai

Mediaumat.id – Mengenang peristiwa G30S/PKI yang memakan korban sejumlah jenderal TNI AD pada 1965 lalu, Filolog Salman Iskandar mengatakan kebangkitan neo-PKI harus diwaspadai.

“Kebangkitan komunisme atau munculnya kembali neo-PKI atau PKI gaya baru dan lain sebagainya Itu adalah sesuatu yang memang patut untuk kita waspadai,” ungkapnya di Kabar Petang: PKI dan Komunisme Bangkit kembali? melalui kanal YouTube Khilafah News, Kamis (29/9/2022).

Salman memberikan alasan, ideologi itu tidak pernah mati. “Orang-orang yang mendambakan ajaran progresif revolusioner ala marxis seperti Karl Marx yang menggulirkan konsepsi masyarakat tanpa kelas itu akan selalu ada,” tukasnya.

Bahaya Laten

Ia mengingatkan, agar memosisikan ideologi komunisme ini sebagai bahaya laten, sesuatu yang nyata, sesuatu yang ada. “Kebangkitan orang-orang yang mengusung ide komunis itu sangat mungkin. Bahkan diposisikan sebagai bahaya laten bagi kaum Muslim dan bagi bangsa Indonesia,” tegasnya.

Bahkan, tegas Salman, andai bangsa ini tidak mengingatkan bahaya laten komunisme ini, kaum Muslim tetap harus waspada, sebab berkaca pada fakta sejarah ada ideologi yang paling memusuhi Islam dan kaum Muslim yang merusak konsepsi kaum Muslim berkenaan dengan pengingkaran serta kedaulatan Allah SWT sebagai Tuhan yang disembah.

“Bahkan mendekonstruksi pemahaman umat Islam terhadap syariat, sekaligus menghalang-halangi tegaknya pelaksanaan syariat Islam. Ternyata mereka adalah orang-orang komunis,” imbuhnya.

Ia mengutip perkataan Syekh Muhammad Ghazali (bukan Imam Ghazali) guru dari Dr. Yusuf Qaradhawi, bahwa bahaya laten yang terus menerus mengancam kehidupan Islam setidaknya ada tiga kelompok besar: komunisme, zionisme dan ekstremisme salibisme.

“Stalin mengatakan kepada masyarakat dunia, bahwa tidak bisa mengalahkan dan mengomuniskan umat Islam karena mereka memiliki Tuhan yang mereka agungkan 5 kali dalam satu hari. Maka kami harus membinasakan mereka,” kisah Salman.

Makanya, lanjut Salman, dalam revolusi Bolshevik lebih dari 20 juta kaum Muslim dibunuh, dieksekusi, diintimidasi.

Salman, menuturkan, komunisme masuk negeri ini sejak 1905. Kemudian pada 1913 sosok komunis Belanda Hendricus Josephus Franciscus Marie Sneevliet atau lebih dikenal sebagai Henk Sneevliet mengilfiltrasi kader-kader Sarekat Islam (SI) yang ada di Semarang seperti Semaun, Alimin, Darsono, Datuk Ibrahim Tan Malaka dibidik oleh Henk Sneevliet untuk melakukan pembusukan di internal SI.

Kemungkaran

Menurut Salman, ideologi kapitalisme-liberalisme dan ideologi sosialisme-komunisme, dalam tinjauan syariah dua-duanya adalah kemungkaran. “Kemungkaran adalah sesuatu yang bertolak belakang dengan syariat. Sesuatu yang bertolak belakang dengan syariat adalah bahaya laten bagi umat Islam. Jadi sosialisme komunisme serta kapitalisme liberalisme dua-duanya bahaya laten,” jelasnya.

Salman menilai, kapitalisme global yang saat ini menguasai dunia dengan berbagai kepongahan dan kesombongannya merupakan ancaman riil. “Dalam fakta sejarah bahaya kapitalisme liberalisme itu jauh lebih dahsyat dibandingkan dengan sosialisme komunisme,” terang Salman.

Faktanya, sambung Salman, pihak yang berani menjatuhkan senjata pemusnah masal di dunia ini yaitu menjatuhkan bom di Hiroshima dan Nagasaki adalah para pengusung kapitalisme liberal.

“Ini menunjukkan bukti bahwa kapitalisme jauh lebih dahsyat dibanding sosialisme komunisme. Kapitalisme saat ini menggurita dan mencengkeram dunia dengan berbagai kesombongan dan kezalimannya,” tegasnya.

Solusi

Salman mengatakan, solusi menghadapi dua ideologi yang berbahaya itu baik sosialisme-komunisme ataupun kapitalisme-liberalisme adalah berjuang membangun sistem kehidupan, sistem kekuasaan yang menjadi pesaing utama dua ideologi itu.

“Yaitu memperjuangkan ideologi Islam yang mengarah pada entitas politik yang dalam istilah fikih disebut al-imamah atau al-khilafah,” ujarnya memberikan solusi.

Menurut Salman, itu mutlak harus diperjuangkan oleh umat Islam. Perjuangannya tentu dengan jalur pemikiran dan juga dengan jalur politik, tanpa kekerasan. Itulah amaliah dakwah sesuai dengan apa yang dicontohkan Rasulullah SAW dan para sahabatnya.

“Dakwah membutuhkan pemikiran sebagai amunisi untuk menyampaikan kebenaran Islam sekaligus membombardir pemikiran-pemikiran kufur yang ada di tengah umat yang berasal dari dua ideologi tersebut,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun

Share artikel ini: