Mengatur Harga BBM dengan Cara Apa pun Jika Tidak mengikuti Syariah Pasti Zalim

MediaUmat.id – Terkait kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), Ketua Koalisi Persaudaraan Advokat dan Umat (KPAU) Ahmad Khozinudin mengatakan, mengatur harga BBM dengan cara apa pun jika tidak mengikuti syariah pasti zalim.

“Kita mau mengatur harga BBM dengan cara apa pun kalau tidak mengikuti aturan syariah pasti akan zalim,” ungkapnya di acara Talkshow Tolak Kenaikan Harga BBM Bersubsidi dan Liberalisasi Migas, Sabtu (10/9/2022) melalui kanal Youtube Rayah TV.

Ia memberikan alasan, persoalan harga BBM itu sangat dipengaruhi oleh paradigma dalam tata kelola energi nasional Indonesia terutama minyak dan gas termasuk juga kepemilikan dalam sejumlah barang tambang yang depositnya melimpah.

“Kebijakan kenaikan BBM tidak lepas dari usaha melakukan liberalisasi sektor hilir, setelah sukses meliberalisasi sektor hulu. Kebijakan ini adalah konsekuensi logis dari penerapan sistem ekonomi kapitalisme liberal yang dipraktikkan negara,” bebernya.

Ahmad mengatakan, dampak kenaikan BBM ini akan menyebabkan jasa angkutan naik, transportasi naik, biaya produksi naik, harga-harga barang naik, potensi PHK naik, inflasi naik, angka kemiskinan naik sehingga akan menambah beban penderitaan rakyat.

“Kenapa harga minyak mahal? Karena lifting-nya (pengangkatan) tidak semuanya dikuasai Pertamina. Ada swasta dan asing yang menguasai lifting minyak nasional kita. Termasuk batubara kita hanya dapat pajaknya saja. Kalau pengelolaan energi diserahkan kepada swasta atau asing pasti tujuannya profit oriented bukan pelayanan,” imbuhnya.

Kalau masih pakai perspektif kapitalisme, lanjutnya, maka setiap tahun akan pusing dengan pertarungan naik turun harga BBM. Demikian pun dengan APBN, pendapatan utama APBN kapitalis dari pajak dan utang. Setiap penambahan pajak, penambahan utang berarti penambahan beban bagi rakyat.

“Orientasi APBN dalam sistem kapitalis untuk membiayai proyek strategis nasional. Itulah yang kemudian kita patut duga ini sebenarnya hanya mencarikan cuan agar proyek-proyek oligarki tetap berjalan,” duganya.

Perspektif Islam

Menurut Ahmad, sebagai umat Islam tidak cukup menolak kenaikan BBM tapi lebih dari itu adalah tata kelola energi ke depan harus dengan perspektif Islam, karena memang tidak ada solusi lain kecuali syariat Islam.

“Dalam perspektif Islam, BBM dan sumber energi lainnya seperti batubara dan migas adalah harta milik umum yang haram dikuasai individu, korporasi, swasta maupun asing. Harta-harta yang terkategori milik umum wajib dikelola oleh negara dan dikembalikan manfaatnya kepada rakyat,” bebernya.

Artinya, jelas Ahmad, seluruh swasta yang bermain di sektor energi baik tambang minyak, gas hingga batubara harus hengkang, dan tambang-tambang itu dikelola oleh negara sebagai wakil rakyat. Dengan pengelolaan seperti ini maka orientasinya adalah pelayanan bukan profit.

“APBN pun harus dikelola berdasarkan petunjuk syariah. Barang-barang yang terkategori milik umum menjadi sumber pemasukan APBN, sehingga setiap penambahan pemasukan APBN semakin menyejahterakan rakyat,” jelasnya.

Hanya saja, kata Ahmad, pengelolaan energi secara islami tidak bisa dilakukan kalau tidak ada institusi yang menegakkannya, karena otoritas yang punya kewenangan untuk menegakkan Islam kaffah adalah sistem khilafah. Khilafahlah yang akan mengelola kebijakan fiskal negara secara islami.

“Syariat Islam adalah perintah Allah. Mustahil Allah SWT menurunkan wahyu, mengutus Nabi SAW untuk memberikan contoh penerapan syariah Islam itu untuk menyengsarakan kita. Pasti syariah Islam itu akan menyejahterakan kita, menyelamatkan kita dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan kita, juga menyelamatkan kita di kehidupan yang sejati di akhirat,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun

Share artikel ini: