Oleh: Hadi Sasongko (Direktur POROS)
Kapan rakyat dan yang lemah menang? Ini bukan masalah ‘seandainya’ tetapi adalah ‘kapan’. Maka lihatlah, frustrasi, kemarahan kepada demokrasi memuncak dan kegelisahan rakyat saat ini adalah perasaan kerinduan kepada tegaknya keadilan Islam.
Oleh karena itu, hal yang menjijikkan dan membuat marah kaum muslim adalah sikap mengabdi rezim yang terang-terangan melakukan kezaliman kepada rakyatnya. Sementara kita selama bertahun-tahun mencari kepemimpinan yang mukhlis yang tanggungjawabnya membebaskan dari perbudakan Amerika dan sistemnya.
Ini adalah wajah asli demokrasi tanpa polesan pemanis propaganda, yang mengorbankan masyarakat umum demi sekelompok kecil orang berpengaruh. Kondisi ini terjadi di Barat dan yang ada di Timur. Krisis rasa aman, politik dan ekonomi di negeri yang memiliki beragam sumber energi, tidak mungkin terjadi kecuali telah direncana penjajah dan pekerjaan para penguasa komprador yang terus dinobatkan untuk menerapkan rencana itu. Jadi para penguasa zalim inilah justru menciptakan krisis yang datang susul menyusul.
Anda mengharapkan penerapan Islam, sementara para penguasa itu bangga menerapkan kebatilan. Lalu apa persamaan Anda dengan mereka? Tidak ada. Mereka para penguasa itu penjaga kepentingan penjajah. Sedangkan Anda mencintai Allah dan Rasul-Nya. Karena sebab itulah, Anda tidak layak diperintah oleh mereka para penguasa itu. Kediktatoran dan demokrasi adalah dua sisi mata uang yang sama yang digunakan Amerika menurut kemauannya di negeri-negeri kita. Melalui krisis buatan ini penjajah, pemerintah menyibukkan masyarakat dengan persoalan keseharian mereka untuk memalingkan perhatian masyarakat dari ketundukan penguasa kepada kaum kapitalis. Disamping itu, menyertakan umat dalam drama politik juga merupakan bagian dari skenario ini.
Negara-negara barat imperialis telah memperbudak kaum Muslim melalui para penguasa diktator dan dengan memperalat para penguasa demokratis. Kaum Muslim telah merasakan pahitnya penguasa, baik yang diktator maupun demokratis. Kaum Muslim mengetahui bahwa permainan judi politik skenario umum demokrasi yang dipertahankan para penjajah, maka tidak ada yang bisa mendapat manfaat kecuali penjajah. Itulah salah satu sebab munculnya keinginan kaum Muslim terhadap perubahan menyeluruh yang bukan hanya pergantian wajah, tetapi perubahan rezim secara total. Dan itu berarti kekalahan bagi penjajah.[]