Menanti Harapan Kosong Sikap Internasional

 Menanti Harapan Kosong Sikap Internasional

Sikap dunia internasional, seringkali terpaku kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), terhadap berbagai kasus kemanusiaan. Namun sepertinya hanyalah harapan kosong, apabila menanti perhatian mereka terhadap penindasan Kaum Muslim Uighur.

Setidaknya analisa ini disampaikan akademisi Universitas Lambung Mangkurat, Mispansyah, saat diskusi Urgensi Kalsel Peduli Uighur, di Rumah Anno, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Kamis (27/12/18).

Mispansyah menegaskan, bahwa tidak ada harapan berarti, apabila menginginkan adanya tekanan PBB, terhadap rezim Republik Rakyat Tiongkok (RRT), untuk segera menghentikan kezaliman mereka di Provinsi Xinjiang.

Karena negeri Tiongkok memiliki hak veto, yang bisa menganulir putusan PBB secara sepihak.

“Solusi jangka panjang, adalah agar penguasa-penguasa negeri kaum muslimin membangun kekuatan baru di luar PBB, bukan pula seperti OKI. Karena kita sedang melawan sebuah negara, dan itu tidak bisa pula secara perorangan. Untuk itu kita harus membangun kekuatan dari negeri-negeri kaum muslim, yang akan melindungi kepentingan umat Islam,” papar Mispansyah.

Sedangkan jangka pendeknya, adalah desakan pemberian hak kebebasan beragama kepada Muslim Uighur, termasuk hak seperti warga negara Tiongkok lainnya, dan permintaan pembebasan kaum Muslim Uighur dari penjara besar berkedok kamp pendidikan.

“Sebagai langkah konkret, organisasi kami, yakni Komunitas Sarjana Hukum Muslim Indonesia (KSHUMI), akan mengantar langsung surat laporan ke Mahkamah Pidana Internasional PBB, di Den Haag Belanda, agar menghentikan kejahatan rezim Tiongkok di Xinjiang,” ujar Mispansyah, saat ikut mengajak kepedulian peserta diskusi, untuk bersikap terhadap permasalahan tersebut.

Sebelumnya, dari paparan pengamat sejarah dunia Islam, Muhammad Soleh Abdullah menguraikan, bahwa terdapat genosida secara halus, terhadap etnis Uighur di Xinjiang.

Karena dari sumber tahun 2015 yang didapatnya, ada lebih dari 50% muslim Uighur menghilang sejak 1949, tahun dimana Tukistan Timur dicaplok paksa masuk RRT.

“Terdapat upaya genosida secara lunak. Seperti sulitnya Muslimah Uighur untuk hamil, akibat dipaksa mengonsumsi obat mandul, dan kebijakan zalim lainnya,” ucap Soleh Abdullah.

Kegiatan ini digelar organisasi Aksi Cepat Tanggap (ACT) Kalsel, yang dihadiri perwakilan KAMMI, IMM, alumni 212 dan dari berbagai kalangan lainnya.

Diskusi ini sekaligus rangkaian, dari rencana aksi damai turun ke jalan, yang akan digelar Jumat (28/12/18), usai salat Jumat berjamaah, dari Masjid Raya Sabilal Muhtadin, menuju kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Selatan.[]

Sumber: shautululama.net

Share artikel ini:

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *