Memusuhi Khilafah adalah Penyesalan Terbesar Jokowi

Oleh Asyari Usman (Wartawan Senior, bukan anggota HTI)

Ada misinformasi yang sangat keliru tentang khilafah, dan ini akan menjadi penyesalan terbesar Jokowi. Menyesal karena dia memusuhi sistem yang direkomendasikan sendiri oleh Pencipta Alam ini. Kalau penyesalan itu di dunia, mungkin masih ada peluang untuk membalikkannya. Tetapi, penyesalan itu akan terjadi ketika Jokowi berdiri di depan Allah SWT dan harus menjelaskan mengapa dia memusuhi khilafah.

Bisa dimengerti mengapa Jokowi memusuhi khilafah. Sebagaimana bisa dipahami mengapa Victor Laiskodat menjadikan khilafah sebagai momok. Jokowi dan Laiskodat adalah dua contoh tentang penginformasian yang keliru mengenai khilafah. Mereka berdua ini, seperti halnya banyak orang lain (baik Islam maupun bukan), sama-sama tidak memiliki pemahaman yang utuh tentang sistem khilafah.

Mereka semua, barangkali kita juga, hanya disuguhi informasi yang 100% menjelaskan aspek-aspek yang menakutkan tentang khilafah. Ibarat obat yang pahit rasanya, sebagian besar orang dan media terus-menerus membiacarakan rasa pahit oabat itu saja. Tidak pernah menceritakan tentang khasiatnya. Apalagi sistem ini belum pernah diberi kemempatan untuk dilaksanakan di Indonesia. Akibatnya, khilafah dibungkus sebagai obat yang getir dan tidak bagus.

Tidak hanya dikampanyekan sebagai obat pahit, melainkan khilafah disebut sebagai benda yang berbahaya. Sangat disayangkan.

Padahal, khilafah adalah pemerintahan yang dijalan oleh orang-orang yang paling belakangan menikmati kesejehateraan setelah semua rakyat meperolehnya. Khilafah wajib (disyariatkan) melindungi semua penganut agama selain Islam.

Selama kemelut Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), banyak musuh khilafah yang mengatakan bahwa Hizbut Tahrir (HT), sebagai penganjur khilafah, dilarang di mana-mana. Bahkan di negeri kelahirannya sendiri.

Nosi (notion) ini memang benar. Tetapi, pernahkah kita bahas lebih jauh mengapa HT dibubarkan di Mesir, Yordania, Arab Saudi, dan negara-negara Timur Tengah lainnya? Juga di Uzbekistan, Tajiskistan, dll? Kalau kita lihat selangkah dua langkah ke dalam, akan didapat jawaban yang logis.

Jawaban itu ialah bahwa di semua negara yang disebutkan tadi, sistem pemerintah yang mereka terapkan adalah sistem yang korup. Sistem yang melanggengkang otoritarianisme. Dan juga sistem pemerintahan turun-temurun, yang mengekang hak-hak sipil. Di Uzbekistan, mendiang Islam Karimov malah belasan tahun berkuasa sebagai diktator. Para penguasa di negara-negara itu merasa terancam dengan kehadiran HT.

Pastilah Husni Mubarak menumpas HT, yang kini dilanjutkan oleh El-Sisi. Begitu juga Raja Saudi, Raja Yordania, para emir di UEA, presiden Irak, presiden Suriah, dll. Mereka semua merasa terancam oleh pemerintah khilafah, yaitu pemerintahan yang dijalankan oleh orang-orang yang tidak rakus pada kekuasaan, yang tidak mencari-cari kekuasaan. Yang tidak rakus pada kekayaan-kebendaan.

Para penguasa ini pasti memusuhi khilafah. Sebab, mereka semua tidak memenuhi kualifikasi untuk duduk sebagai pemimpin manusia, bukan hanya sebagai pemimpin umat Islam.

Jadi, pemberangusan dengan cara brutal adalah satu-satunya jalan yang harus mereka tempuh. Mereka tidak mau ada keadilan, tidak ingin korupsi dihapus, tidak mau kejahatan lenyap. Mereka tidak mau kekuasaan yang terbatas, apalagi diambil. Sangat logis kalau mereka memusuhi Khilafah.[]

Sumber: Teropongsenayan

Share artikel ini: