Memuliakan Ilmu
Oleh: Lukman Noerochim
Islam mengajari kita untuk memuliakan para ulama. Abu Umamah ra menuturkan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, “Ada tiga orang dimana tidak ada yang meremehkan mereka kecuali orang itu munafik. Mereka adalah orang tua, ulama dan pemimpin yang adil.” (HR ath-Thabrani).
Hal ini wajar karena ulama adalah pewaris para nabi. Tentang keutamaan para ulama, Allah SWT pun berfirman (yang artinya): Allah mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan berilmu beberapa derajat (TQS al-Mujadalah [58]: 11).
Selain itu, Imam al-Ghazali menukil perkataan Yahya bin Mu’adz mengenai keutamaan ulama, “Para ulama itu lebih sayang kepada umat Muhammad saw. dari pada ayah dan ibu mereka sendiri.” Ditanyakanlah kepadanya, “Mengapa bisa demikian?” Ia menjawab, “Karena para ayah dan ibu itu hanya menjaga anak-anak mereka dari neraka dunia, sedangkan para ulama itu menjaga mereka dari neraka akhirat.” (Ihya’ ‘Ulum ad-Din, I/11).
Karena itu memuliakan ulama, menghormati dan merendahkan diri kepada mereka, bersikap santun dan lembut di dalam bergaul dengan mereka, semua itu merupakan adab terhadap ulama yang harus dibiasakan sejak kanak-kanak.
Abu Umamah ra juga menuturkan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, “Sesungguhnya Luqman berkata kepada putranya, ‘Anakku, engkau harus duduk dekat pada ulama. Dengarkanlah perkataan para ahli hikmah, karena sesungguhnya Allah menghidupkan hati yang mati dengan cahaya hikmah sebagaimana Dia menghidupkan bumi yang mati dengan hujan deras.” (HR Ath-Thabrani).
Selain merupakan kewajiban, yang pasti menuntut ilmu akan memudahkan jalan bagi pencarinya untuk menuju surga, sebagaimana sabda Nabi SAW. “Siapa saja yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah memudahkan jalan bagi dirinya menuju surga.” (HR Muslim dan at-Tirmidzi).
Tentu saja, jika ilmu itu benar-benar diamalkan dalam kehidupan. Sebab, sebagaimana kata Imam al-Ghazali pula, “Meski engkau telah mengkaji ilmu seratus tahun dan telah memiliki seribu buku, engkau belumlah siap untuk memperoleh rahmat Allah, kecuali dengan mengamalkannya. Ini sebagaimana firman Allah SWT (yang artinya): Sesungguhnya tidaklah bermanfaat bagi manusia kecuali apa yang telah ia usahakan (TQS an-Najm: 49)”. (Ayuhal Walad, hlm. 21).[]