Memperingati Hijrah Sama dengan Memperjuangkan Kembalinya Peradaban Islam

Mediaumat.news – Sejumlah tokoh Islam, ulama, dan habaib di Yogyakarta mengadakan pertemuan di Grand Hotel Dafam Rohan, Yogyakarta pada Sabtu (15/9). Para tokoh yang tergabung di dalam Forum Simpul Umat Yogyakarta ini rutin berkumpul, bersilaturrahmi guna mempererat ukhuwah, membahas serta menyikapi masalah-masalah keumatan. Pertemuan yang mengambil momentum awal tahun baru 1440 H ini cukup istimewa karna menghadirkan tamu KH. Rohmat S. Labib dari Jakarta sebagai pemateri pengantar diskusi.

Dalam pengantarnya ustadz Labib, begitu biasa dipanggil, menjelaskan bahwa hijrahnya Nabi SAW bukan semata menghindari ancaman dan intimidasi. Karna ancaman dan intimidasi tersebut sudah beliau alami sejak mula menyampaikan dakwah. Di Yatsrib, beliau bukan hanya diterima sebagai Nabi/Rasulullah, tapi juga dibai’at/diangkat menjadi pemimpin negara Madinah. Hal ini bisa dilihat dari kewenangan dan kebijakan-kebijakan yang beliau keluarkan sebagai pemimpin, di antaranya memutuskan perang, mengangkat panglima perang, wali, duta, dan sebagainya.

Begitu juga dengan pencapaian dakwah dan perluasan wilayah Islam setelah beliau memimpin Madinah, di tahun 8 Hijriah Rasulullah menaklukkan Mekah dan masyarakat berbondong masuk Islam, padahal sebelumnya 13 tahun berdakwah di Mekah hanya mendapat pengikut segelintir saja. Oleh karena itulah ketika beliau wafat, para Sahabat disibukkan dengan urusan mencari pengganti untuk melanjutkan penjagaan terhadap urusan agama ini. Bukan sebagai nabi/rasul, melainkan sebagai kepala negara.

Jadi hijrah Rasulullah adalah dalam rangka meluaskan dakwah dan menegakkan daulah Islamiyah. Singkat kata hijrahnya Rasulullah adalah perubahan peradaban, dari peradaban jahiliyah kepada peradaban islam, yang disana mencakup semua aspek, mulai dari aspek aqidah, ibadah, muamalah, sampai dengan pilar penting peradaban, yaitu sistem daulah/negara.

Dengan wafatnya Rasulullah berarti beliau mewariskan peradaban islam, yang kemudian dilanjutkan oleh para Shahabat, Khulafaur Rasyidin dan seterusnya sampai hilang pasca Utsmaniyah. Kehilangan daulah menjadikan umat Islam bagai anak yatim. Ustadz Labib menegaskan peringatan hijrah akan kehilangan arti jika tidak memahami bahwasanya Rasulullah bukan hanya mewariskan Qur’an dan Sunnah, tapi juga sistem daulah sebagai instrumen penerapnya.

Pada kesempatan tersebut ustadz Labib juga menyinggung mengenai kewajiban umat Islam menaati kesepakatan. Beliau meluruskan makna kesepakatan yang berarti syariah. Maka kesepakatan yang wajib ditaati bukan kesepakatan yang mengharamkan apa yang dihalalkan dan menghalalkan apa yang diharamkan oleh Allah.[]

 

Share artikel ini: