[إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ لِلّهِ أَمَرَ أَلاَّ تَعْبُدُواْ إِلاَّ إِيَّاهُ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَـكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يَعْلَمُونَ]
“Memang Hukum hanya untuk Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah siapa pun selain Dia, itu adalah agama lurus (yang benar), tetapi kebanyakan orang tidak tahu.”
“Ketetapan (yang pasti benar) itu hanyalah milik Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” [TQS 12:40]
Dalam Islam, tidak ada pertimbangan untuk pendapat mayoritas mengenai keputusan Tuhan Alam Semesta, dan bahwa undang-undang hanya boleh bagi Allah (Swt). Dengan demikian, dalam sistem Islam kata terakhir adalah bagi Allah (Swt). Perintah, larangan, yakni mengizinkan dan melarang adalah untuk Dia yang Maha Tinggi, Maha Besar, Yang Maha Mengetahui, dan bukan untuk siapapun ciptaan-Nya. Tidak ada individu atau kelompok yang memiliki andil sedikit pun dalam undang-undang selain Allah (Swt).
Allah (swt) adalah satu-satunya Yang membuat hukum; [إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ لِلّهِ]”Sesungguhnya Hukum hanya bagi Allah.” [TMQ 12:40].
Namun apa yang kita saksikan hari ini adalah dominasi global demokrasi yang didasarkan pada gagasan yang berlawanan tentang, ‘aturan rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat’. Secara historis, Baratlah yang menetapkan gagasan ‘memisahkan agama dari kehidupan’. Demokrasi sebagai ide dan sistem menjadikan manusia sebagai penguasa atas dirinya sendiri alih-alih menjadikan penguasa itu bagi Allah (Swt). Pemikiran memiliki kekuasaan yang bebas untuk mengatur urusan hidup dan individu bebas mengikuti keinginan dan kemauan seseorang atas nama nilai-nilai liberal sekuler. Kebebasan berkeyakinan, kepemilikan, pendapat, dan kebebasan pribadi dianggap sakral dalam masyarakat demokratis.
Namun, ketika mengamati implementasi praktis dari gagasan kebebasan dalam masyarakat di seluruh dunia, kita dapat dengan jelas melihat banyak kegelapan dan keputusasaan. Ketika seseorang melihat konsekuensi bencana dari gagasan kebebasan kepemilikan yang mengakibatkan Kapitalisme yang mengerikan, kita hanya dapat menemukan kesengsaraan, kemiskinan, eksploitasi, penjajahan, peperangan, dan monopoli yang dihasilkan oleh perusahaan-perusahaan kapitalis pemangsa global, negara-negara kapitalis dan kelompok elit kapitalis.
Negara-negara kapitalis seperti Amerika secara historis menjaga kepentingan kelas Kapitalis tetap berada di depan dan di tengah, bahkan ketika misalnya menyusun konstitusi demokratis AS. Dalam kata-kata, mantan Presiden AS Jimmy Carter yang mengatakan, “Alasan Konstitusi adalah untuk memberdayakan orang-orang yang memiliki properti di atas rakyat jelata. Memang, definisi kami tentang pemerintahan sendiri dan kebebasan telah menjadi terkait, jika tidak menjadi sama, dengan kepentingan korporasi.”
Kata-kata ini tentu terdengar keras dan jelas selama pandemi global Covid-19 saat kaum miliarder melihat kekayaan mereka meningkat dalam 24 bulan seperti yang mereka lakukan dalam 23 tahun, menurut laporan “Profiting from Pain” Oxfam yang dirilis pada bulan Mei 2022. Setiap 30 jam, sementara COVID-19 dan kenaikan harga pangan mendorong hampir satu juta orang lagi ke dalam kemiskinan ekstrem, ekonomi global juga melahirkan kelompok miliarder baru.”
Islam memiliki filosofi yang sama sekali berbeda untuk ekonomi yang menghasilkan masyarakat yang sangat berbeda dengan masyarakat Kapitalis. Kebijakan ekonomi dalam Islam atau arah keseluruhan dari sistem ekonomi Islam adalah untuk mengamankan kepuasan semua kebutuhan dasar bagi setiap individu sepenuhnya, dan untuk memungkinkan mereka agar memuaskan kemewahan mereka sebanyak mungkin. Ini berarti kebijakan ekonomi akan terlihat untuk melayani semua daripada hanya menyerahkannya ke pasar. Islam juga telah mendefinisikan bagaimana manusia memperoleh kekayaan untuk mencegah minoritas penduduk mengendalikan mayoritas kekayaan sehingga mayoritas orang tidak kehilangan untuk memenuhi beberapa kebutuhan mereka. Melalui qiyas (deduksi analogis) ayat berikut dalam Al-Qur’an memastikan situasi ini tidak pernah muncul:
[كَيْ لَا يَكُونَ دُولَةً بَيْنَ الْأَغْنِيَاء مِنكُمْ]
“(Demikian) agar harta itu tidak hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.” [TQS Al Hashr : 7]
Adapun gagasan kebebasan pribadi, telah mengubah masyarakat di negara-negara demokratis menjadi masyarakat kebinatangan yang menurun. Kebebasan pribadi adalah kebebasan untuk menghapus semua batasan. Allah (Swt) berfirman dengan benar dengan firman-Nya:
[أَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ أَفَأَنتَ تَكُونُ عَلَيْهِ وَكِيلًا * أَمْ تَحْسَبُ أَنَّ أَكْثَرَهُمْ يَسْمَعُونَ أَوْ يَعْقِلُونَ إِنْ هُمْ إِلَّا كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ سَبِيلًا]
“Sudahkah engkau (Nabi Muhammad) melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Apakah engkau akan menjadi pelindungnya? 44. Atau, apakah engkau mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami? Mereka tidak lain hanyalah seperti hewan ternak. Bahkan, mereka lebih sesat jalannya.” [TQS: Al-Furqan: 43-44].
Gelapnya sistem buatan manusia seperti Demokrasi liberal dan Kapitalisme telah membuat hidup menjadi neraka yang tak tertahankan bagi umat manusia. Manusia terbatas dan tidak mampu membuat undang-undang untuk dirinya sendiri dan orang lain dengan sukses. Stabilitas sejati, ketenangan, dan kehidupan yang memuaskan hanya akan tercapai dalam cahaya penerapan penuh sistem yang telah diturunkan Allah (Swt). Islam adalah satu-satunya sistem yang mampu menyelesaikan masalah ekonomi, sosial, politik dan kesehatan masyarakat, yang diterapkan di Negara Khilafah Rashidah yang berjalan di atas manhaj Kenabian, yang membangun semua institusi, aparatur, sistem, dan konstitusinya berdasarkan putusan Syariah yang berasal dari Aqidah Islam yang merupakan ideologi ummat.
Ditulis oleh Kantor Media Pusat Hizbut Tahrir oleh
Tsuroyya Amal Yasna
Anggota Kantor Media Pusata Hizbut Tahrir