Memaknai Bencana Akhir Zaman

Oleh: Dr. Fahmi Amhar

Bencana terjadi lagi.  Kali ini tsunami menghantam pantai Banten dan Lampung.  Tsunami ini tidak didahului gempa.  Mirip tsunami yang tempo hari melanda Palu.  Gempa sudah lama berlalu, dan BMKG sudah mencabut peringatan dini tsunami pasca gempa.  Di Palu tsunami terjadi karena longsoran bawah laut.  Di Banten tsunami diduga terjadi karena erupsi bawah laut dari anak gunung Krakatau.

Karena seluruh sistem peringatan dini tsunami saat ini didesain hanya untuk tsunami dengan penyebab gempa, maka wajar sistem ini telah gagal untuk penyebab selain gempa seperti longsoran dasar laut, erupsi gunung api bawah laut dan jatuhnya meteor ukuran besar di laut.

Sebenarnya, anomali pada tinggi muka laut sudah dicoba dideteksi dengan peralatan buoy yang dipasang oleh BPPT dengan bantuan Jerman pasca bencana tsunami Aceh 2004.  Buoy ini dilengkapi dengan GPS dan piranti radio guna transfer data.  Sumber energinya dari panel matahari.  Sayang, belasan buoy masing-masing seharga sekitar Rp. 3 Milyar ini, kini nyaris tidak tersisa.  Buoy di tengah laut yang tidak mungkin diawasi atau dikawal itu semua dijarah orang tak dikenal, dan mungkin hanya dijual sebagai besi tua.  BNPB, BMKG, BPPT dan konsorsium perguruan tinggi kini mengembangkan cara lain, yakni dengan memasang radar pantai yang cukup teliti untuk memantau anomali tinggi muka laut.

Dengan seringnya bencana alam terjadi akhir-akhir ini, belum ditambah kriminalisasi ulama atau persekusi atas ormas Islam, kekejaman pemerintah Tiongkok atas Muslim Uighur di Xinjiang, juga berbagai peristiwa unik lainnya (menjamurnya pencakar langit di seputar ka’bah, hujan yang menghijaukan sebagian padang pasir di Arab, menyusutnya air danau Tiberias di Yordania, dan lainnya), banyak orang berspekulasi bahwa ini sudah akhir zaman.

Ada ulama yang bahkan mengabarkan bahwa umur umat Islam tidak akan lebih dari 1500 tahun setelah kenabian, sehingga kita harus lebih mempersiapkan diri agar tidak hanyut dalam “fitnah akhir zaman”.  Mereka kemudian mendapatkan brand  “Ustadz-ustadz Akhir Zaman”.

Kalau kita mengkaji beberapa kitab lama, ternyata munculnya spekulasi bahwa zaman mereka sudah dekat dengan akhir zaman, itu sudah muncul beberapa kali.

Yang paling awal adalah Ibnu Jarir At-Thabari (wafat 310 H/922 M), sebagaimana diceritakan oleh Ibn Khaldun (wafat 809 H/1406 M) dalam Kitab Mukaddimah.  At-Thabari menggali berbagai dalil – sekalipun dhaif – dan menyimpulkan bahwa kiamat mungkin terjadi 500 tahun setelah kenabian. Saat ini telah melewati 1400 pasca-kenabian, dan tidak benar apa yang ia prediksikan.

Dalam Kitab Tarikhul Khulafa karya Abū al-Faḍl ‘Abd al-Raḥmān ibn Abī Bakr ibn Muḥammad Jalāl al-Dīn al-Khuḍayrī al-Suyūṭī (Imam Suyuthi) dari Kairo (hidup antara 849 – 911 H / 1445 – 1505 M), tertulis bahwa pada tahun 477 H (1084 M) di masa Khalifah Al-Muqtadi Biamrillah bertiup angin hitam yang gelap ke Baghdad yang dibarengi dengan petir dan kilat terus menerus.  Hujan debu dan pasir turun deras.  Terjadi dentuman-dentuman keras di sampir seluruh pelosok negeri sampai sehari semalam, sehingga manusia mengira bahwa hari itu kiamat akan datang.  Peristiwa ini diakui oleh Imam Abu Bakar ath-Thartusyi dalam kitabnya al-Amali.

Sekitar seabad kemudian, pada tahun 592 H (1196 M) terjadi angin hitam di Makkah dan ini terjadi hampir di seluruh dunia.  Hujan pasir berwarna merah.  Sebagian tembok ka’bah di rukun Yamani runtuh.

Setahun kemudian, 593 H (1197 M) bahkan ada “bintang jatuh” (meteor) yang cukup besar, dengan suaranya yang menggelegar.  Orang-orang memanjatkan doa bersama-sama karena mengira itu tanda-tanda kiamat.

Dalam kitabnya yang lain berjudul “Al-Kasyaf”, As-Suyuthi menulis satu kumpulan riwayat yang menyimpulkan bahwa kiamat diduga akan terjadi di awal abad 15 H. (Lawami’ Al-Anwar Al-Bahiyah, 2/66. Dinukil dari Al-Qiyamah Al-Kubro, Dr. Umar Al-Asyqar, hlm. 122).  Kita sekarang sudah di pertengahan abad 15, dan kiamat ternyata belum terjadi.

Imam Abu al-Fida’ ‘Imad Ad-Din Isma’il bin ‘Umar bin Katsir al-Qurashi Al-Busrawi (Ibnu Katsir) dari Kario (hidup antara 701 – 774 H atau 1300 – 1373 M) menulis dalam “Bidayah wa Nihayah” (sejarah alam semesta dari awal sampai akhir) bahkan tahapan-tahapannya.  Saat ini fase-fase akhir zaman ala Ibnu Katsir ini sering dipajang sebagai poster di masjid-masjid.  Beliau menulis bahwa ketika Baghdad dihancurkan oleh tentara Tartar tahun 656 H (atau 1258 M), dan lebih dari sejuta Muslim yang dibantai, kemudian 3 tahun tidak ada khalifah, sedangkan Hulagu memerintah dengan sangat kejam dan sewenang-wenang, orang menyangka era “Mulkan Jabriyatan” sudah mulai.  Namun ternyata khilafah tegak kembali di Kairo tahun 1261 M, Konstantinopel ditaklukkan tahun 1453 M, dan khilafah bersinar kembali tahun 1517 ketika beralih ke Istanbul, beberapa abad setelah Ibnu Katsir wafat.

Poster sejarah sampai hari kiamat menurut Ibnu Katsir

Ibnu Katsir bahkan belum memprediksi bahwa Konstantinopel ibu kota Romawi Byzantium takluk oleh Muhammad al Fatih, yakni dari bangsa Turki yang sudah masuk Islam jauh sebelum itu.  Dalam Bidayah wa Nihayah, perang-perang itu terjadi setelah datangnya Imam Mahdi!

Arti semua ini adalah, dalam sejarah sudah banyak terjadi musibah besar baik bencana alam maupun pembantaian atas kaum Muslimin yang disangka sebagai tanda-tanda kiamat.  Namun ternyata sejarah masih berlanjut.  Ini membuktikan bahwa semua prediksi itu tidak meyakinkan.  Dan memang sesungguhnya kiamat tidak ada yang mengetahui kapan pastinya kecuali Allah.

Jadi yang perlu kita kedepankan terkait kiamat, bahwa kiamat pasti terjadi, meskipun tak satupun yang tahu kapan itu terjadi, selain Allah Ta’ala.  Prinsip ini berulang kali Allah tegaskan dalam Alquran dalam bentuk jawaban kepada orang yang suka bertanya tentang kapan kiamat.

Mereka bertanya kepadamu tentang kiamat: “Kapankah itu terjadi?” Katakanlah: “Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu hanya di sisi Tuhanku; tak seorangpun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia. Kiamat itu amat berat (huru haranya bagi makhluk) yang di langit dan di bumi. Kiamat itu tak akan datang kepadamu melainkan tiba-tiba”. Mereka bertanya kepadamu seakan kamu benar-benar tahu. Katakanlah: “Sesungguhnya pengetahuan tentang hari kiamat itu di sisi Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (TQS. al-A’raf: 187).

Kita bisa perhatikan, semua jawaban yang Allah berikan di atas, lebih pada konteks celaan. Orang yang bertanya tentang itu, terkesan tidak percaya akan datangnya kiamat. Andai berusaha mencari tahu waktu kiamat adalah tindakan mulia, tentu Allah akan memuji perbuatan mereka.

Imam As-Sa’di dalam tafsirnya menjelaskan ayat di atas, “Semata menggali kapan kiamat, sudah dekat atau masih jauh, tidak memiliki manfaat sama sekali. Yang lebih penting adalah kondisi manusia di hari kiamat, rugi, untung, celaka, ataukah bahagia. Bagaimana seorang hamba mendapatkan adzab ataukah sebaliknya, mendapatkan pahala..” (Taisir Al-Karim Ar-Rahman, 672).

Mencoba menggali waktu kiamat, sama sekali tidak memiliki urgensi bagi kehidupan manusia. Yang lebih penting adalah bagaimana seseorang berusaha menyiapkan amal baik, yang bisa menjadi bekal di hari kiamat.[]

Sumber: Tabloid MediaUmat Edisi 234

Share artikel ini: