Oleh: Aminudin Syuhadak (Dir. LANSKAP)
Neoliberalisme merupakan paham yang berupaya kembali kepada liberalisme klasik, seperti gagasan Adam Smith, yang terkenal dengan jargon invisible-hand (tangan yang tak terlihat) atau mekanisme pasar. Gagasan ini dicetuskan Adam Smith sebagai respon terhadap merkantilisme di Inggris pada abad ke-18, yang memberikan peran yang sangat besar kepada negara untuk melakukan campur tangan (intervensi) dalam perekonomian. Intervensi negara ini dianggap oleh Adam Smith hanya menguntungkan segelintir orang tertentu dan hanya menyebabkan kesengsaraan bagi sebagian besar masyarakat.
Neoliberalisme mempunyai kecurigaan yang lebih tinggi terhadap setiap campur tangan negara dibanding liberalisme klasik. Memang itulah salah satu perbedaan mendasar liberalisme klasik dengan neoliberalisme. Liberalisme klasik ala Adam Smith walau mempercayai mekanisme pasar dan menolak intervensi negara, namun tidak terlalu curiga terhadap campur tangan negara. Jadi liberalisme klasik Adam Smith bukanlah paham anti-negara, karena negara dalam pandangan Adam Smith tetap diperlukan keberadaannya, yaitu untuk menjaga penegakan hukum dan ketertiban ekonomi (to maintain the law and order in an economy). (Abul Khair M. Jalaluddin, ibid.).
Neoliberalisme jelas-jelas telah menimbulkan bahaya (mudharat) bagi umat manusia. Pada level global, bahaya tersebut terbukti dengan adanya ketimpangan yang menganga lebar antara negara kapitalis dengan negara Dunia Ketiga. Pada level lokal, bahaya (mudharat) juga terjadi ketika neoliberalisme dipraktikkan di sebuah negeri, seperti naiknya harga-harga barang dan jasa yang menyulitkan rakyat akibat pencabutan subsidi BBM, termasuk dampak ikutannya seperti munculnya kemiskinan.
Efek neoliberalisme, umat Islam saat ini merasakan langsung berbagai penderitaan akibat sistem Kapitalisme liberal yang diterapkan di negeri mereka. Ini tampak dari maraknya kemiskinan, pengangguran, kelaparan, kurang gizi, kriminalitas, korupsi, dll di negeri-negeri Islam. Penderitaan rakyat ini akan menggagalkan propaganda perang melawan terorisme. Seperti di Indonesia, sangat menggelikan saat rezim penguasa menjadikan radikalisme dan terorisme sebagai ancaman besar untuk Indonesia. Padahal di depan mata, berapa banyak rakyat yang terbunuh karena miskin, lapar, atau menjadi korban kriminalitas akibat kebijakan liberal penguasa negeri ini.
Neoliberalisme juga telah merampas hak rakyat. Kekayaan alam negeri Islam yang merupakan milik rakyat dengan kebijakan liberalisme justru dirampok oleh negara-negara imperialis melalui perusahaan-perusahaan asing. Berapa banyak pula hak rakyat yang dirampas melalui korupsi yang merajalela? Belum lagi berbagai kebijakan seperti liberalisasi migas yang berujung pada pencabutan subsidi untuk rakyat, telah menambah penderitaan rakyat. Beban rakyat pun semakin berat ketika pajak dijadikan sabagai masukan utama dari rezim neo-liberal ini.[]