Mediaumat.info – Pernyataan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarno Putri yang merasa jengkel dengan penguasa yang menurutnya bertindak seperti rezim Orde Baru dinilai sebagai upaya meraih dukungan rakyat di 2024.
“PDIP cuci tangan kejahatan Jokowi. Saya pikir ini upaya PDIP untuk meraih dukungan rakyat di 2024 nanti tidak kehilangan apa para pemilih maka dia menjatuhkan semua kejahatan ataupun kesalahan-kesalahan dalam pemerintahan ini semua, diarahkan ke Jokowi,” tutur Direktur Pamong Institute Wahyudi al-Maroky kepada Media Umat, Kamis (30/11/2023).
Menurutnya, benefit politik PDIP tidak terganggu dengan kinerja yang buruk rezim Jokowi.
“Pola pemerintahan semakin otoriter. Korupsi yang semakin brutal. Itu seolah-olah hanya salah Jokowi bukan andil dari PDIP,” ungkapnya.
Wahyudi menilai, Mega sedang melakukan drama ini untuk tampil cantik di atas panggung, sementara di belakang panggung dia mengambil benefit politik yang sudah menugaskan Jokowi untuk melaksanakan berbagai kebijakan yang sebenarnya sangat merugikan rakyat dan cenderung buruk bagi rakyat.
Pragmatis
Menurutnya, pernyataan Megawati ini sangat pragmatis.
“Rezim Jokowi ini sebenarnya petugas partai dari PDIP. Itu sama artinya rezim Jokowi ini rezim PDIP. Dan sama artinya rezim PDIP ikut berkuasa. Dan bila mengatakan ‘Rezim Jokowi itu mirip Orde Baru’ bahkan mungkin ‘Lebih parah dari Orde Baru’, sebenarnya itu seperti menepuk air di dulang terpercik muka sendiri,” ujar Wahyudi.
Karena yang menugaskan Jokowi adalah PDIP, Wahyudi menilai, yang punya andil besar untuk mengerjakan kebijakan-kebijakan yang buruk itu adalah PDIP.
“Ini saya katakan bahwa faktanya memang jauh lebih brutal dari Orde Baru. Dalam kasus korupsi, dalam proses untuk dapat menjaga pemerintahannya, dalam proses oligarkinya, dalam proses berbagai kebijakan yang buruk
Ditopang PDIP
Wahyudi mengatakan, pemerintahan Jokowi itu ditopang PDIP sehingga bisa bertahan selama ini. Jokowi itu petugas partai dari PDIP sebagaimana pernyataan Megawati sendiri. Maka Jokowi itu tidak mungkin bisa bertahan lama kalau tidak ditopang oleh PDIP.
“Jadi kalau hari ini PDIP mengatakan Jokowi lebih buruk dari Orde Baru, upaya cuci tangan dan melempar kesalahan-kesalahannya ini sebenarnya perilaku ambivalen atau mungkin kalau boleh dibilang pakai bahasa agamanya ucapan yang tidak sesuai dengan perbuatan. Perbuatannya mendukung, ucapannya memojokkan,” bebernya seraya menyebut pernyataan Megawati ini munafik karena PDIP sangat menikmati kekuasaan ini.
Rezim PDIP
Jadi hari ini, jelas Wahyudi, rezim yang buruk ini adalah rezim PDIP. PDIP juga yang mengajari Jokowi melaksanakan praktik politik dinasti. Karena dalam tubuh partai PDIP juga praktik politik dinasti itu dilatih di situ.
“Yang mematangkan kader-kader kan di partai itu!” tegasnya.
PDIP juga, jelas Wahyuid, menikmati kue kekuasaan karena ada setengah dari gubernur itu dari kader-kader PDIP. Dan PDIP juga menikmati kekuasaan dengan mendapatkan 8 kursi menteri dan dari kursi DPR pun, PDIP juga dapat banyak 128 kursi DPR.
Munafik
Sekali lagi, Wahyudi juga menegaskan Megawati dengan PDIP-nya itu munafik.
“Ini menurut saya, dalam bahasa agamanya munafik karena ucapannya lain tapi yang dinikmati lain,” tegasnya.
Karena, dalam hal ini ucapan bahwa PDIP ingin cuci tangan dari kejahatan Jokowi, menurut Wahyudi, tampak dari ucapan Megawati yang memojokkan Jokowi dan sebenarnya sampai hari ini, PDIP masih menikmati kursi kekuasaan.
Kalau PDIP konsisten, mestinya dicabutlah 8 menterinya, disuruh mundur atau ditarik kembali kemudian posisi petugas partainya juga dicabut sehingga tidak ada urusan lagi dengan PDIP.
“Kemudian ada 16 gubernur juga disuruh mundur. Jadi betul-betul tidak terlibat di kekuasaan. Baru boleh mengkritik atau ngomong dengan lantang,” pungkasnya.[] Achmad Mu’it