Megaskandal Cuci Uang Rp349 T, Konsekuensi Pakai Sistem Demokrasi

Mediaumat.id – Adanya skandal keuangan di periode menjelang pemilu sebagaimana di era Megawati ada skandal BLBI Rp140 triliun, di era SBY ada skandal Bank Century Rp6,7 triliun dan di periode kedua Jokowi ini juga ada megaskandal pencucian uang Rp349 triliun, merupakan konsekuensi dari demokrasi.

“Itu merupakan konsekuensi dari demokrasi,” ujar Pengamat Kebijakan Publik Indonesian Justice Monitor (IJM) Dr. Erwin Permana kepada Mediaumat.id, Senin (3/4/2023).

Menurut Erwin, demokrasi merupakan sistem yang berbiaya sangat tinggi. Sistem demokrasi menuntut biaya yang begitu besar untuk operasional pemilu. Di antaranya untuk biaya relawan, logistik, biaya pemenangan dan segala macamnya.

Bahkan hanya untuk memenangkan seorang presiden, ungkap Erwin, dibutuhkan dana ratusan triliun. Sehingga ketika terjadi skandal keuangan seperti era Megawati, SBY maupun Jokowi, hal itu menjadi masuk akal.

Erwin membeberkan, kalau dulu permainannya untuk mengeruk uang negara dari sektor finansial, tapi sekarang dari sektor pengeluaran dengan membajak infrastruktur. Ia mencontohkan biaya kereta cepat yang tidak masuk akal yaitu tembus satu triliun per kilometer.

Jadi Erwin melihat, permainannya saat ini memang beda, hanya saja poinnya tetap sama yaitu butuh dana untuk membiayai demokrasi yang berbiaya tinggi. Dan itulah konsekuensi buruk demokrasi yang memang sudah buruk, maka ia meminta untuk mencampakkan demokrasi dan menerapkan sistem Islam.

“Maka kita bebas dari permainan-permainan busuk seperti ini, negeri kita menjadi lebih baik,” pungkas Erwin.[] Agung Sumartono

Share artikel ini: