Ditulis Oleh: Lalang Darma (Islamic Independent Journalist)
Melihat situasi faktual yang sedang terjadi, berkaitan dengan hiruk-pikuk propaganda radikalisme yang menyudutkan sebagian muslim, media massa telah menjadi alat propaganda politik yang sangat vital. Media massa akan menjadi jembatan vital di dalam proses integrasi kekuasaan.
Dan pada kenyataannya, para kapitalis besar sudah ‘bermain’ di industri pers ini, atau mereka sudah menanamkan modalnya di industri propaganda ‘kesadaran’ ini.
Memang, simbol Kapitalisme yang lebih menonjol daripada media massanya. Hari ini media telah memasuki setiap rumah di dunia dalam segala bentuk dan warnanya. Jurnalis sekuler di Barat contohnya, sangat bangga dengan usahanya yang melaporkan berita global secara obyektif dan menyatakan bahwa media mandiri adalah pilar dari masyarakat demokratis yang bisa menuntut pertanggungjawaban dari negara.
Meskipun ada variasi perbedaan pandangan politik dari berbagai editor dan penerbit, kesemuanya sepakat dalam mengadopsi pandangan hidup sekuler. Meskipun tanpa diragukan lagi ketidakseimbangan peliputan berita tentang Islam dan Muslim oleh industri media, mereka tidak bisa dikatakan secara umum bahwa mereka semua adalah pembenci muslim’ dan ‘dikuasai oleh yahudi’. Hal yang justru penting untuk dikaji adalah memahami realitas kehidupan sekuler dan menganalisa akar asal muasal timbulnya kebencian yang terjadi.
Media massa mengalami kontradiksi sebagai institusi kapitalis yang berorientasi pada keuntungan dan akumulasi modal. Media massa harus berorientasi pada pasar dan sensitif terhadap dinamika persaingan pasar agar selalu mendapat tempat di hati pemirsanya sehingga mendapat benyak pemasukan dari iklan-iklan. Di lain pihak media massa juga sering dijadikan alat atau menjadi struktur politik negara yang menyebabkan media massa tersubordinasikan dalam mainstream negara. Contohnya, pada masa Orde Baru media massa menjadi agen hegemoni dan alat propaganda pemerintah.
Media massa yang pro kapitalisme media massa membentuk sikap dan perilaku pekerja media yang memosisikan informasi semata-mata sebagai komoditas. Informasi tanpa bobot komoditas dinilai jauh dari rasa ingin tahu (sense of curiosity). Padahal, pemenuhan keingintahuan manusia pada umumnya sangat bergantung kepada kemauan baik pengelola lembaga media massa dalam menyajikan informasi.
Untuk itu, harus jelas bagi kita bahwa sumber kebencian media Barat terhadap Islam adalah bersifat ideologis. Media tidak dikontrol oleh Yahudi atau Kristen, tapi dia adalah bagian dari Ordo Sekuler, Kapitalis Liberal. Rezim Barat ini menyebarluaskan kepentingan penguasaan materi dan ideologi sekuler secara global. Apapun yang merintangi mereka, terutama Islam dan Muslim, akan dipersetankan dan dihilangkan martabat kemanusiaannya. Berbagai kelompok intelektual di dunia Barat bisa melihat bahwa ketika sebagian besar kelompok etnik/budaya bisa menerima peran global AS, ternyata dunia Islam lah yang justru mengindikasikan penolakan yang masih terlihat vokal. Maka tidak heran apabila ada individu yang kerap menyerang Islam dan ini juga menjadi sumber pencitraan negatif terhadap Islam dan muslim.
Oleh karena itu tidak sekalipun media massa alternatif dari kaum kaum muslimin akan bersikap sok-sok netral, “objektif”, tidak berpihak atau berimbang. Media massa Islam alternatif tersebut justru harus tegas berpihak kepada kaum muslim. Fungsi utamanya adalah membangun kesadaran kaum muslim atas kepentingan mendasarnya. Oleh karena itu media massa alternatif harus mampu menganalisis kondisi kaum kaum muslim, memberikan solusi apa yang harus dilakukan dan terutama menjadi media untuk mengorganisasikan dan mengkonsolidasikan kekuatan kaum muslim.