Mediaumat.id – Kemesraan Putra Mahkota sekaligus pemimpin de facto Arab Saudi Mohammed bin Salman (MBS) dengan Presiden Suriah Bashar al-Assad yang ditunjukkan dalam konferensi tingkat tinggi (KTT) Liga Arab di Jeddah menunjukkan sikap pragmatis Arab Saudi, dan juga negara-negara Arab lainnya, mengingat dulu Saudi mengecam keras Assad atas pembantaian terhadap rakyatnya sendiri.
“Sikap pragmatis Saudi, dan juga negara-negara Arab lainnya nampak. Walau ribuah rakyat Suriah sudah menjadi korban,” ujar Pengamat Politik Internasional Budi Mulyana kepada Mediaumat.id, Rabu (24/5/2023).
Menurut Budi, politik harus dipahami secara dinamis. Kecuali dalam tataran fikrah dan thariqah, konsepsi dan metode. Ia melihat, relasi Saudi dengan Suriah, pasca-Perjanjian Westfalen (perjanjian kedaulatan negara bangsa), tentunya harus dipandang dalam perspektif national interest (kepentingan nasional). Selama ada kepentingan nasional di dalamnya, maka segala sesuatu mungkin terjadi, termasuk di dalamnya perubahan sikap-sikap politik kontemporer.
Budi membeberkan, saat awal Arab Spring, ketika Suriah termasuk negara yang menjadi tidak stabil dan belum ada pihak yang dominan, maka sikap Saudi adalah sejalan dengan kepentingan internasional dengan mengecam tindakan-tindakan rezim yang dianggap melanggar nilai-nilai kemanusiaan. Tapi kini, selepas stabilitas kembali terjadi di Suriah, dan Bashar Assad berkuasa kembali, maka Arab Saudi dan negara-negara Arab lainnya kembali bergandengan tangan dengan Bashar Assad.
Tiada Pelindung
Budi mengatakan, kini tidak ada yang benar-benar bisa menjadi pelindung dan pembela umat Islam. Umat Islam harus berjuang mempertahankan kehormatan dan jiwa mereka sendiri.
Ia menilai, hal ini terjadi sejak hancurnya perisai umat dengan runtuhnya khilafah Islam Turki Utsmani. Sehingga berbagai penderitaan umat Islam terus terjadi, tanpa ada perlindungan yang berarti.
Para penguasa Muslim, kata Budi, hanya membela kepentingan mereka sendiri. Tidak ada pembelaan terhadap umat Islam, apalagi umat Islam yang melewati batas-batas teritorial kebangsaan. Inilah akibat dari sistem Westfalen yang menjadikan umat Islam tidak lagi diikat dengan ikatan akidah, namun diikat dengan ikatan kebangsaan.
“Maka untuk itu, umat Islam harus bersatu, harus bangkit, harus memperjuangkan perisai pembela umat. Menegakkan kembali khilafah Islam,” pungkas Budi.[] Agung Sumartono