Masuki Bulan Rajab, FIWS Ingatkan Pentingnya Penegakan Khilafah
Mediaumat.info – Memasuki bulan Rajab 1446 H yang bertepatan dengan 1 Januari 2025, Direktur Forum on Islamic World Studies (FIWS) Farid Wadjdi mengingatkan umat akan pentingnya kewajiban penegakan kembali Khilafah Islam.
“Penting untuk mengingatkan kembali umat tentang kewajiban penegakan kembali khilafah ‘ala minhaj an-nubuwwah ini, yang telah terlantar lebih dari seratus tahun,” ujarnya kepada media-umat.info, Kamis (2/1/2025).
Pasalnya, sambung Farid, melalui khilafah Islam kewajiban untuk menerapkan syariat Islam secara kaffah akan sempurna. Tak hanya itu, perkara ini sesungguhnya juga bukti keimanan kepada Allah SWT.
Sementara, keimanan semacam ini sudah pernah ditunjukkan oleh sahabat Rasulullalh SAW yang kemudian menjadi khalifah pertama, Abu Bakar ra.
Ketika itu, usai ditanya perihal Isra’ Mi’raj yang tengah menjadi opini umum bahwa Rasulullah telah berdusta soal perjalanan ribuan kilometer dari Masjid al-Haram di Makkah al-Mukarramah ke Masjid al-Aqsha di Palestina yang diberkahi hanya dalam satu malam, dengan tegas Abu Bakar menjawab, “Kalau yang berkata seperti itu adalah Rasulullah SAW, maka sungguh beliau pasti benar.”
“Inilah keimanan yang kokoh berdasarkan proses berpikir yang mendalam,” ucap Farid, yang berarti dengan keimanan kepada Allah SWT umat juga harus yakin tentang tegaknya kembali khilafah Islam yang merupakan janji-Nya dan termasuk salah satu kabar gembira dari Rasulullah SAW.
“Bukankah Allah sang Pemilik kekuasaan mampu menggilirkan kekuasaan kepada siapapun yang Dia kehendaki, termasuk kembalinya kekuasaan kepada umat Islam?” sambung Farid meyakinkan.
Hal ini berarti, hal mudah bagi Allah SWT menolong umat Islam termasuk tegaknya kembali khilafah ‘ala minhaj an-nubuwwah di tengah-tengah umat adalah sebuah kepastian.
“Jika Allah menolong kamu, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu; jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu? Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakkal,” demikian bunyi QS Ali Imran: 160.
Kekhilafahan Islam runtuh pada 28 Rajab 1342 Hijriah atau bertepatan dengan 3 Maret 1924 Masehi, setelah 13 abad sukses menjaga kemuliaan Islam sekaligus menjadi pelindung serta pemersatu kaum Muslim di seluruh dunia.
Karena itu, meski di bulan Rajab biasanya mempersiapkan diri untuk menyambut datangnya Ramadhan penuh berkah, pada bulan ini umat mestinya juga menaruh perhatian pada peristiwa-peristiwa penting yang terjadi di dalamnya.
Sekadar ditambahkan, selain berakhirnya kekhilafahan, peristiwa penting yang juga terjadi antara lain Isra’ Mi’raj pada malam tanggal 27 Rajab tahun ke-10 kenabian, Perang Tabuk pada tahun ke-9 H/630 M dan pembebasan Palestina oleh Sultan Shalahuddin al-Ayyubi pada tanggal 27 Rajab, 583 H/1187 M.
Tiga Perkara Guncang Umat
Akibat dari ketiadaan khilafah Islam, kata Farid lebih lanjut, setidaknya memunculkan tiga perkara yang sangat mengguncang umat. Pertama, untuk menuntaskan penindasan yang menimpa saudara seakidah di Palestina, umat tak lagi memiliki pemimpin (khalifah) yang bakal menyatukan kaum Muslim di seluruh dunia.
Yang terjadi justru umat Islam di Palestina berjuang sendiri melawan entitas penjajah Yahudi. Bahkan pejuang Islam yaitu Hamas malah dikriminalisasi, berita yang tersebar bahwa Hamaslah yang bertanggung jawab atas kematian puluhan ribu warga Palestina. Padahal mereka mempertaruhkan jiwa dan raganya untuk mempertahankan tanah milik kaum Muslim yaitu tanah Syam.
“Bagaimana bisa umat Islam yang jumlahnya lebih dari satu miliar, dengan tentara yang jumlahnya jutaan, ribuan pesawat tempur, tak berdaya menghadapi entitas penjajah Yahudi yang jumlah tentara intinya lebih-kurang hanya 150 ribu orang dengan jumlah penduduk ilegal tujuh juta jiwa,” herannya.
Sebaliknya, negara-negara Barat justru bersatu mendukung entitas penjajah Yahudi ini. Padahal, sejak 7 Oktober 2023, sudah lebih dari 50 ribu warga Gaza, sebagian besar wanita dan anak-anak, terbunuh oleh tentara Zionis.
Makin celaka, para penguasa negeri Muslim justru menunjukkan pengkhianatan dengan menjadi penjaga terdekat entitas penjajah Yahudi. “Dengan melakukan normalisasi dengan penjajah ini, mereka pun melarang tentara kaum Muslim dan umat Islam untuk berjihad memerangi penjajah yahudi terlaknat,” ungkapnya.
Perkara kedua, ketiadaan Khilafah menjadikan syariah Islam tak bisa diterapkan secara kaffah (menyeluruh). Padahal pada dasarnya syariat Islam mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, sekaligus menjadi pedoman hidup lengkap dan sempurna yang bertujuan untuk menjaga, dan memajukan masyarakat. Syariat Islam juga bertujuan untuk menjamin kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh manusia.
Dengan kata lain, tidak adanya penerapan syariah Islam secara kaffah di seluruh negeri Muslim, menjadikan umat kehilangan kendali untuk mengatur negeri mereka dengan aturan Allah SWT, Dzat Maha Adil yang selalu menempatkan segala sesuatu sesuai porsi dan ketentuan-Nya, dengan keadilan yang mutlak dan tidak dapat dipengaruhi oleh siapa pun.
Bahkan, negeri-negeri Islam akhirnya dipaksa tunduk untuk diatur dengan sistem kapitalisme yang rakus. “Jadilah kekayaan negeri Islam dirampok atas nama investasi asing, pembangunan yang menipu, juga perdagangan bebas,” ungkap Farid.
Bertambah memilukan, kekayaan umat digunakan sebagian besar membayar utang para penguasa dan kroninya. “Jadilah umat Islam, meskipun dikelilingi dengan kekayaan alam yang luar biasa, terpuruk secara ekonomi,” tukasnya.
Begitu pula kemaksiatan makin merajalela hingga titik paling menjijikkan karena mengadopsi liberalisme Barat dalam hal budaya. Perzinaan, LGBT, pelacuran, eksploitasi wanita dan seks bebas, marak hampir di seluruh negeri-negeri Islam.
Sedangkan perkara ketiga, tanpa khilafah, kewajiban menyebarluaskan Islam ke seluruh penjuru dunia sebagai tujuan politik luar negeri negara khilafah juga terhenti.
Alhasil, dikarenakan guncangan hebat itulah umat Islam mudah dicerai-beraikan dan dikotak-kotakkan menjadi negara bangsa berikut sekat nasionalismenya yang lemah. “Umat Islam akhirnya tercerai-berai menjadi beberapa negara berdasarkan nation-state yang terpecah dan lemah tak berdaya,” pungkasnya.[] Zainul Krian
Dapatkan update berita terbaru melalui saluran Whatsapp Mediaumat