Masih tentang Kontroversi Dakwah Candaan ‘Goblok’, FDMPB Ingatkan Begini
Mediaumat.info – Turut merespons pendakwah dengan candaan ‘goblok’ yang dilontarkan kepada penjual es teh di suatu acara pengajian, Ketua Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa (FDMPB) Ahmad Sastra mengingatkan bahwa dakwah harus dikembalikan kepada maknanya.
“Dakwah harus dikembalikan kepada maknanya, yakni sebuah seruan kepada jalan Allah atau jalan Islam,” ujar Ahmad kepada media-umat.info, Sabtu (14/12/2024).
Atau dengan istilah lain, dakwah adalah aktivitas amar ma’ruf nahi mungkar yang sifatnya memberikan kabar gembira bagi kebaikan sekaligus peringatan bagi kemungkaran.
Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT di dalam QS Al-Ahzab: 45-46, yang artinya: “Wahai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu sebagai saksi, pemberi kabar gembira, dan pemberi peringatan, dan sebagai penyeru kepada (agama) Allah dengan izin-Nya dan sebagai cahaya yang menerangi.”
Karena itu, selain adab, ilmu, dan harus jelas orientasi serta tujuannya, sangat penting untuk memastikan dakwah menjadi efektif, diterima dengan baik, dan membawa dampak positif kepada masyarakat.
“Dakwah dengan adab dan ilmu adalah pendekatan yang mengedepankan nilai-nilai etika dan kearifan dalam menyampaikan pesan Islam kepada individu atau masyarakat,” kata Ahmad menjelaskan.
Menukil QS an-Nahl ayat 125 yang menjelaskan tentang cara berdakwah, yaitu dengan hikmah, pengajaran dan debat yang baik, dakwah juga wajib menghindari celaan, ejekan, atau sikap merendahkan dalam berdakwah.
Sementara, seperti halnya Islam dipandang sebagai agama yang membawa rahmat, ilmu yang mesti dimiliki oleh seorang dai pun harusnya meliputi ilmu akidah, syariat, serta akhlak yang sesuai dengan Al-Qur’an dan as-Sunnah.
Apalagi, dakwah dengan adab dan ilmu ini adalah jalan dakwah yang meneladani metode Rasulullah SAW, yaitu menyampaikan pesan kebenaran dengan kelembutan, kecerdasan, dan kesabaran.
Bahkan ketika itu, dakwah juga sebagai sarana transformasi sosial berbasis nilai-nilai Islam yang menyeluruh (kaffah).
Untuk itu, dalam hal dakwah menjadi tugas utama setiap Muslim untuk menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran, akan lebih optimal jika dakwah menjadi strategi transformasi masyarakat agar hidup sesuai dengan aturan Islam.
Tiga Dimensi Dakwah
Karena itu pula, ungkap Ahmad, dakwah setidaknya harus menyentuh tiga dimensi. Pertama, dimensi individu yakni membentuk ketakwaan dan kesadaran tauhid yang berarti membentuk gabungan dari pola pikir dan pola sikap islami, atau biasa disebut dengan istilah kepribadian Islam.
Kedua, dimensi sosial, komunitas atau masyarakat dengan tujuan membangun masyarakat yang berbasis nilai-nilai Islam. Dan yang ketiga, dimensi sistemik dengan mendorong penerapan syariat Islam dalam tatanan sosial, politik, dan ekonomi dalam institusi negara.
Maknanya, suatu keharusan suatu aktivitas dakwah berbasis pada ideologi Islam yang murni, bebas dari pengaruh ideologi sekuler, liberal, maupun kapitalis.
Konsekuensinya, seorang penyeru Islam harus berani mengkritik segala kompromi dakwah yang melunakkan nilai-nilai Islam demi diterima masyarakat. “Islam harus disampaikan secara kaffah (menyeluruh), tidak hanya terbatas pada aspek spiritual, tetapi juga mencakup ekonomi, politik, hukum, dan budaya,” urainya.
Terlebih, dakwah harus menegaskan perbedaan antara Islam dan sistem-sistem buatan manusia yang bertentangan dengan ajaran Islam. Pada saat yang sama, seorang dai juga tidak boleh membiarkan Muslim terjebak pada ideologi atau paham yang bertentangan dengan Islam.
Tak ayal, seperti halnya yang telah dilakukan oleh Rasulullah SAW dengan mengutus Mus’ab bin Umair berdakwah hingga tegaklah Daulah Madinah, dakwah saat ini semestinya juga demikian.
Itulah dakwah yang membawa misi besar perubahan sistemik, yaitu mengembalikan kejayaan Islam melalui penerapan syariat Islam secara menyeluruh.
Dari situ, tampak jelas jika aktivitas dakwah tak hanya mengubah individu secara spiritual. Tetapi juga struktur sosial, politik, dan ekonomi masyarakat yang mengarah pada terwujudnya masyarakat Islam sesuai ajaran Al-Qur’an dan as-Sunnah.
Artinya, untuk bisa menjawab tantangan zaman, harusnya dakwah tidak hanya bersifat spiritual tetapi juga ideologis dan strategis menuju penerapan syariat Islam secara sempurna di seluruh aspek kehidupan.
“Dakwah tidak hanya bersifat spiritual, tetapi juga harus ideologis dan strategis untuk menjawab tantangan zaman,” pungkasnya.[] Zainul Krian
Dapatkan update berita terbaru melalui channel Whatsapp Mediaumat