Pengambilalihan kembali Afghanistan oleh Taliban diperkirakan akan diikuti oleh gelombang tuduhan dan banjir bandang ketakutan (intimidasi) dari pemerintah Barat, pendukung kesetaraan gender (feminisme), dan media sekuler tentang apa arti penerapan hukum Islam bagi masa depan perempuan di negara itu. Banyak kebohongan dan propaganda melawan pemerintahan Islam dengan tuduhan bahwa Taliban akan menciptakan sebuah negara di mana kekerasan terhadap perempuan marak, anak perempuan tidak mendapat pendidikan, dan perempuan kehilangan hak untuk bekerja dan terlibat dalam kehidupan politik masyarakat mereka. Menanggapi tradisi sekuler Barat yang sudah lama dan akrab dengan membuat fitnah dan kebohongan mengenai penindasan perempuan di bawah sistem Islam, kami menyoroti poin-poin berikut:
- Sangat jelas bahwa pemerintah Barat dan berbagai fragmen media sekuler tidak memiliki kepedulian yang tulus dan serius terhadap kesejahteraan serta hak-hak perempuan dan anak perempuan di Afghanistan, bahkan perempuan Muslim di seluruh dunia. Di mana kekhawatiran mereka selama ini ketika ribuan wanita dan gadis Afghanistan terbunuh, ratusan ribu lainnya sekarat karena kelaparan dan penyakit, serta mengungsi dari rumah mereka, atau ketika para janda perang dipaksa berjuang untuk bertahan hidup sehari-hari di tanah di mana ekonomi, infrastruktur, pendidikan dan sistem perawatan kesehatan hancur sebagai akibat dari perang dan pendudukan kolonialis Barat selama dua dekade ini? Dan di mana kekhawatiran mereka selama ini ketika pemerintah Barat mendukung Aliansi Utara untuk berkuasa, padahal mereka adalah sekelompok panglima perang dengan catatan kejahatan terhadap perempuan yang terkenal buruk? Dan dimana perhatian mereka terhadap hak-hak perempuan ketika gadis-gadis Muslim di negara-negara sekuler seperti Prancis, Belgia, Denmark, dan Belanda ditolak haknya atas pendidikan karena larangan hijab dan niqab yang represif; atau ketika wanita Muslim di rezim yang didukung Barat seperti Kirgistan, Uzbekistan dan Bangladesh dianiaya, dipenjara dan disiksa karena berbicara menentang penindasan penguasa mereka atau hanya karena menyerukan Islam? Perempuan Muslim sangat menyadari catatan sejarah pemerintahan sekuler Barat dan media yang mengeksploitasi kartu hak perempuan untuk membenarkan intervensi kolonialis, dan menyebarkan nilai-nilai liberal sekuler di negeri-negeri Muslim untuk melawan kembalinya model pemerintahan Islam murni, demi mempertahankan hegemoni Barat atas politik dan ekonomi kawasan.
- Gagasan bahwa Afghanistan adalah kisah sukses bagi perempuan di bawah rezim sekuler yang dipaksakan oleh Barat, bahwa perempuan dan anak perempuan sekarang terancam kehilangan apa yang disebut hak-hak mereka yang “diperoleh dengan susah payah” adalah lucu! Pada tahun 2011, sebuah survei oleh TrustLaw, sebuah layanan berita yang dijalankan oleh Thomson Reuters Foundation, yang mewawancarai lebih dari 200 “pakar sosial” secara global, di mana mereka menempatkan Afghanistan sebagai negara paling berbahaya di dunia bagi perempuan karena skala kekerasan, pelayanan kesehatan yang buruk, dan tingkat kemiskinan yang parah. Saat ini, Afghanistan menempati urutan kedua hingga terakhir dalam hal kesejahteraan wanita menurut Indeks 2019 yang disusun oleh Institut Georgetown untuk Wanita, Perdamaian dan Keamanan di Washington dan Institut Penelitian Perdamaian di Oslo. Menurut angka pemerintah Afghanistan 2017, lebih dari 50% wanita hamil tidak memiliki akses ke layanan kesehatan dasar. Laporan UNICEF tahun 2019 menemukan bahwa 3,7 juta anak tidak berpendidikan di Afghanistan, 60% di antaranya adalah perempuan. Human Rights Watch melaporkan bahwa dua pertiga anak perempuan di negara tersebut masih tidak bersekolah, dan lebih dari 40% dari semua sekolah tidak memiliki gedung. Berdasarkan laporan UNESCO, setelah 20 tahun pendudukan Barat, lebih dari 80% wanita masih buta huruf di negara ini, dan persentase ini meningkat menjadi 90% di beberapa daerah pedesaan. Fatamorgana mengangkat penindasan perempuan di bawah kepemimpinan dan rezim yang sepenuhnya sekuler telah musnah bersama dengan kehidupan perempuan Afghanistan, Irak dan negara-negara lain yang menderita akibat intervensi Barat.
- Pemerintah sekuler Barat tidak berada di tempat untuk berceramah tentang hak-hak perempuan ketika memimpin epidemi kekerasan, pelecehan, eksploitasi seksual, perdagangan, kemiskinan, kezaliman dan pelecehan lainnya terhadap perempuan di negara mereka, buah dari nilai dan sistem kapitalis mereka yang rusak, yang merendahkan status perempuan, dan menjatuhkan sanksi atas jenis kelamin mereka yang dipandang sebagai komoditas untuk keuntungan, menciptakan pola pikir pada banyak laki-laki bahwa memperlakukan perempuan sesuai keinginan mereka dapat diterima. Di Amerika, tiga wanita dibunuh setiap hari karena kekerasan dalam rumah tangga (Kantor Kehakiman), juga 1 dari 5 wanita telah diperkosa seumur hidup mereka (Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit). Sepertiga perempuan di negara-negara Uni Eropa telah mengalami kekerasan sejak usia 15 tahun (Badan Uni Eropa untuk Hak-Hak Fundamental). Di Australia, seorang wanita dirawat di rumah sakit setiap 3 jam karena kekerasan dalam rumah tangga (Australian Institute of Health and Welfare). Di Inggris dan Wales, 85.000 wanita menjadi korban pemerkosaan atau percobaan pemerkosaan setiap tahun (Kantor Statistik Nasional).
- Kesan yang muncul bahwa massa perempuan di Afghanistan takut akan penerapan Syariah dan menginginkan masa depan sekuler bagi negara mereka adalah omong kosong fiktif buatan kolonialisme Barat. Ini adalah kelanjutan dari pandangan orientalis tentang dunia dan keyakinan yang menyesatkan bahwa kaum Muslim di negeri-negeri Islam ingin meninggalkan Islam dan mengadopsi kehidupan liberal sekuler, serta memandang demokrasi sekuler Barat sebagai sarana untuk membebaskan mereka dari penindasan, yaitu penindasan yang diakui oleh kaum Muslim di seluruh dunia, terutama disebabkan oleh rezim dan sistem sekuler Barat yang ditanam dari Barat, serta sistem buatan manusia lainnya, bukan karena hukum Islam atau penerapan syariah. Perempuan Muslim di Afghanistan dan di seluruh negeri Islam memiliki keterikatan yang kuat dengan keyakinan, praktik, dan aturan Islam mereka, seperti yang telah mereka lakukan selama berabad-abad. Sebuah laporan dari Pew Research Institute, tahun 2017, tentang kaum Muslim—laki-laki dan perempuan—di 39 negara menemukan bahwa 99% kaum Muslim di Afghanistan mendukung menjadikan hukum Islam sebagai hukum resmi di negara mereka. Mayoritas kaum Muslim di negeri-negeri Islam lainnya, termasuk Pakistan, Bangladesh, Irak, Mesir, Indonesia, Palestina, dan Yordania, juga mendukung penerapan hukum Islam. Ini hal yang logis, sebab kaum Muslim menyadari bahwa hanya Allah semata yang tahu cara terbaik dalam mengatur masyarakat dan negara manapun untuk menjamin hak-hak semua, laki-laki dan perempuan, secara lebih adil dan harmonis. Allah SWT berfirman:
﴿أَلَا يَعْلَمُ مَنْ خَلَقَ وَهُوَ اللَّطِيفُ الْخَبِيرُ﴾
“Apakah Allah Yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan atau rahasiakan); dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui?” (TQS. Al-Mulk [67] : 14).
- Fakta yang tidak terbantahkan adalah bahwa Islam memimpin dunia dalam mengangkat status dan martabat perempuan, serta melindungi mereka dari kekerasan dan eksploitasi, sebab Islam memasukkan setiap tindakan pelecehan terhadap perempuan sebagai kejahatan serius yang pantas dihukum berat. Selain itu, Islam memelopori hak-hak politik, pendidikan, ekonomi, dan peradilan perempuan berabad-abad sebelum Barat mengakui bahwa perempuan memiliki jiwa, kecerdasan, dan nilai yang sama dengan laki-laki. Islam memberi perempuan hak untuk memilih penguasa mereka sendiri, juga hak untuk menjadi wakil terpilih dari rakyat mereka, dan meminta pertanggungjawaban mereka yang memerintah tanpa takut akan akibatnya. Islam mendorong perempuan untuk mencari ilmu dan keahlian di semua bidang kehidupan, inilah yang menciptakan ribuan peneliti dan spesialis perempuan dalam disiplin ilmu Islam, ilmu pengetahuan dan kedokteran di bawah pemerintahannya. Islam menghormati perempuan dan membuat mereka berada dalam tanggung jawab suami, ayah, kerabat laki-laki, atau negara, namun juga memungkinkan mereka untuk mencari pekerjaan yang layak, mendirikan bisnis, mengelola harta dan urusan hukum mereka secara mandiri, termasuk mencari perlindungan hukum untuk setiap pelanggaran terhadap hak-hak mereka. Sadarlah, bahwa status, hak istimewa dan hak-hak yang tak tertandingi yang diberikan oleh Islam kepada wanita tidak akan tercapai di bawah negara Islam yang hanya nama saja, atau yang menerapkan Islam namun sebagian, sambil terus menempuh jalan yang luas menuju kegagalan dengan mencampurkan Islam dengan perundang-undangan kufur, atau berbagi kekuasaan dengan mereka yang mengklaim visi negara sekuler. Ingatlah, bahwa penerapan syariah secara komprehensif melalui sistem Islam yang benar, yaitu Khilafah ‘ala minhājin nubuwah, inilah yang akan membangun masa depan yang cerah, aman dan sejahtera bagi para perempuan Afghanistan dan semua negeri Islam, serta menjamin hak-hak yang telah Allah karuniakan kepada mereka, seperti yang terjadi selama berabad-abad, sebagaimana dijelaskan dalam kitab-kitab syariah dan catatan peradilan negara Khilafah.
Oleh karena itu, kami menghimbau saudara-saudara kami di Taliban, dan saudara-saudara kami kaum Muslim di Afghanistan untuk belajar dari sejarah dan mengambil pelajaran dari firman Allah SWT, bahwa tidak akan ada kesuksesan di dunia dan di akhirat kecuali melalui penerapan hukum Islam secara kafah, di bawah naungan sistemnya, yaitu sistem Khilafah. Allah SWT berfirman:
﴿فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُم مِّنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا يَشْقَى. وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكاً وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى﴾
“Maka jika datang kepadamu petunjuk daripada-Ku, lalu barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (TQS. Thaha [20] : 123-124). [Dr. Nazreen Nawaz]
Sumber: hizb-ut-tahrir.info, 28/08/2021.