Mediaumat.news – Masa depan Afghanistan tanpa intervensi Amerika Serikat bisa lebih baik. “Masa depan Afghanistan tanpa intevensi Amerika Serikat bisa lebih baik. Arti kemenangan Taliban saat ini adalah kemerdekaan untuk Afghanistan, merdeka untuk bisa bebas mengelola negaranya sendiri yang sebelumnya tidak bisa bebas,” ungkap Dr. Siti Mutiah Setiawati, M.A., Pakar Kajian Timur Tengah di Departemen Ilmu Hubungan Internasional FISIP UGM, dalam Diskusi Online Pusat Kajian dan Analisis Data (PKAD) dengan tema Taliban Take Over Afghanistan, Bayangan AS, Emirat Islam dan Kekhilafahan? Jumat (20/08/2021) di kanal Youtube PKAD.
Menurutnya, Taliban adalah produk dari konflik internal yang kuat dengan intervensi asing. “Kita harus ingat Taliban adalah orang-orang yang dipinggirkan, dizalimi oleh intervensi asing, Kalau menurut saya tidak ada kedamaian dunia tanpa kemerdekaan Afghanistan, itu yang kemudian kita harus dukung, jangan sampai intervensi asing kembali ke Afghanistan,” jelasnya.
Siti Mutiah juga menjelaskan bahwasanya konflik-konflik yang terjadi di Timur Tengah bisa selesai apabila AS tidak ikut intervensi konflik. “Konflik Arab, Palestina, Israel, seandainya Amerika tidak ikut-ikutan mem-backup itu mereka bisa menyelesaikan sendiri,” tegasnya.
Di Afghanistan, AS telah melakukan intervensi dari 42 tahun lalu dengan kebodohan dan kekerasannya.
“Bahkan ada peneliti Indonesia yang mengatakan Taliban itu melakukan kekerasan, tapi jangan kira AS itu tidak melakukan kekerasan. AS itu berulang kali drone-nya salah sasaran. Hanya orang bodoh yang percaya drone bisa salah sasaran,” jelas Siti Mutiah.
Ia menambahkan bahwasanya negara yang diintervensi oleh Amerika Serikat selalu akan meninggalkan kehancuran, hal ini diungkap dari penelitian Jefrey D Sach. Oleh karena itu Afghanistan harus lepas dari intervensi tersebut.
“Setelah Taliban merebut kekuasaan Afghanistan, AS itu selalu meninggalkan kehancuran di negara yang dia datangi, okupasi, pendudukan. Kehadiran Amerika itu tidak akan menimbulkan stabilitas, selalu kehancuran, seperti kasus pembunuhan Muammar Qadafi dengan alasan kestabilan negara Libya, namun buktinya hingga hari ini belum stabil. Qadafi yang menyatakan surrender tetap bantai,” jelasnya.
Meski AS mengklaim dia negara demokratis, pada faktanya dalam intervensinya ke negara-negara di Timur Tengah AS senang mendukung pemerintahan yang diktator.
“Amerika senang mendukung pemimpin yang diktator, kalau di Timur Tengah jelas seperti revolusi Islam Iran, Syahreza Pahlevi itu didukung oleh AS tapi bisa dikendalikan dari jauh kemudian bisa take over,” pungkasnya.[] Fatih Solahuddin