Marak Komunitas Sodom, Tragedi Nyata Kriminalitas Seksual
Oleh: Nindira Aryudhani, S.Pi, M.Si (Koordinator LENTERA)
Kasus Reynhard Sinaga masih belum usai bikin merah telinga. Tak disangka, kasus serupa Reynhard pun marak di pelosok daerah lain di negeri kita. Di antaranya terjadi di sebuah kota di Jawa Timur, Tulungagung.
Namun demikian, penanganan kaum Luth di Tulungagung ini belum nampak setegas di Depok, kota tempat tinggal dan almamater Reynhard berada. Sebagaimana yang sedang diupayakan oleh Walikota Depok, yakni merazia kaum L98T di wilayahnya. Upaya Walikota ini pun didukung sepenuhnya oleh warga Depok.
Adalah Mochammad Hasan (41), pria asal Tulungagung Jawa Timur, yang juga Ketua Ikatan Gay Tulungagung (IGATA), diringkus Subdit IV Renakta Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jatim. Ia ditangkap lantaran diduga melakukan kejahatan pencabulan terhadap 11 anak laki-laki di bawah umur.
Direktur Ditreskrimum Polda Jatim Komisaris Besar R Pitra Andrias Ratulangie mengatakan perbuatan itu sudah dilakukan Mami Hasan, sapaan akrabnya, selama setahun terakhir ini. Modusnya, Mami Hasan diduga membujuk anak laki-laki di bawah umur yang biasa nongkrong di warung kopinya untuk bersetubuh dengan iming-iming uang sebesar Rp150-250 ribu.
Kabar lainnya menyebutkan, aksi tak terpuji Hasan ini telah memakan korban sedikitnya 21 orang anak yang masih duduk dibangku sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah akhir (SMA) di kawasan Tulungagung.
Bagaimana pun, setiap komunitas yang disebut dalam akronim L98T tak henti berjuang untuk mengembangkan identitasnya. Termasuk upaya untuk bersekutu dengan komunitas lain. Upaya ini terus berlanjut hingga kini. Dan ini sebenarnya sudah menjadi tragedi generasi.
Maraknya kasus sodom semacam ini, sepertinya belum memperoleh perhatian serius dari stakeholder, baik di daerah maupun di pusat. Jika berkaca dari kasus Reynhard, hal itu bisa terungkap karena Reynhard berulah di luar negeri. Yang mana, ketika itu tingkah Reynhard menyodomi memang sudah bukan seperti manusia. Dan sayangnya, hukum tegas seperti kasus Reynhard belum ada di dalam negeri kita.
Tak dapat dipungkiri, masifnya kampanye legalisasi L98T tak lain adalah buah penerapan sistem demokrasi-liberal yang telah memfasilitasi kemungkaran atas nama kebebasan berekspresi dan hak asasi manusia (HAM). Karena “nafas” dan “nyawa” bagi sistem demokrasi adalah sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan). Artinya, ada upaya peminggiran aturan agama dalam kehidupan, padahal Islam sebagai agama sempurna telah jelas bicara keharaman L98T.
Belum lagi dengan banyaknya sarana-sarana yang mengandung L98T (anime, manga, tayangan komedi di televisi, mainan boneka perempuan berkelamin laki-laki, dsb). Yang semuanya itu, berpotensi menggiring masyarakat untuk berperilaku seperti itu (L98T).
Lebih ironis lagi dengan karakter Indonesia sebagai “pasar yang berkembang”, artinya apa pun laku dijual di sini. Atas alasan toleransi dan lagi-lagi HAM, L98T sangat potensial meracuni pemikiran masyarakat dalam melakukan segala cara untuk mencapai legitimasi bagi kaum mereka.
Sungguh jelas, adopsi sekularisme di negeri-negeri Muslim telah berakibat pada tidak adanya peraturan dan hukuman yang tegas untuk predator anak. Tak heran jika kasus sodomi kian merajalela. Karena perilaku seperti ini bagai rantai yang tidak bisa putus. Tidak ada ujung pangkalnya. Yang awalnya korban akan menjadi pelaku begitu seterusnya.
Pun dukungan dana UNDP sebesar US$ 8 juta (Rp 108 miliar) yang pada tahun 2016 sempat dicanangkan untuk membiayai L98T di China, Indonesia, Filipina dan Thailand. Ini makin meyakinkan bahwa L98T telah menjelma menjadi kekuatan politis yang bersifat global di abad 21. Gerakannya semakin besar merambah negeri-negeri muslim. Satu-satunya tujuan mereka adalah menghancurkan generasi muslim di negerinya sendiri.
Mencermati hal ini, cobalah kita berkaca sejenak. Bahwa salah satu adzab Allah paling dahsyat yang dikisahkan dalam Al-Quran adalah tentang pemusnahan kaum Nabi Luth as. Mereka diadzab Allah karena melakukan praktik homoseksual. Kaum Nabi Luth ini tinggal di sebuah kota bernama Sodom. Karena itu praktik homoseksual kerap disebut juga sodomi.
Penelitian arkeologis menerangkan, kota Sodom semula berada di tepi Laut Mati (Danau Luth) yang terbentang memanjang di antara perbatasan Israel-Yordania. Dengan sebuah gempa vulkanis yang diikuti letusan lava, kota tersebut Allah runtuhkan, lalu jungkir-balik masuk ke dalam Laut Mati. Sebagaimana Allah kisahkan dalam Al-Quran: “Maka tatkala datang adzab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu (terjungkir-balik sehingga) yang di atas ke bawah, dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi.” (TQS Huud [11]: 82).
Kaum Luth yang disebutkan Al-Quran memang pernah hidup di masa lalu, kemudian mereka punah diadzab Allah akibat kebejatan moral mereka. Bahwa hubungan kelamin sesama jenis sedemikian merajalela di kalangan mereka hingga belum pernah dijumpai hal serupa sebelumnya.
Ketika Nabi Luth menyuruh mereka meninggalkan perilaku maksiat dan menyampaikan perintah Allah, mereka ingkar, dan menolaknya sebagai seorang Nabi dan melanjutkan perilaku menyimpang mereka. Sebagai balasannya, mereka dihancurkan dengan bencana mengenaskan. Allah berfirman: “Sesungguhnya Kami telah menghembuskan kepada mereka angin yang membawa batu-batu (yang menimpa mereka)… (TQS. Al-Qamar [54]: 33-34).
Adzab bagi kaum Luth adalah akibat mereka telah mendustakan peringatan Nabinya. Ketika saudara mereka, Luth, berkata kepada mereka: “Mengapa kamu tidak bertakwa?” Sesungguhnya aku adalah seorang rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu, maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku. Dan aku sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas ajakan itu; upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan semesta alam. Mengapa kamu mendatangi jenis lelaki di antara manusia, dan kamu tinggalkan istri-istri yang dijadikan oleh Tuhanmu untukmu, bahkan kamu adalah orang-orang yang melampaui batas.” (TQS. Asy Syu’araa’ [26]: 161-166).
Malaikat datang kepada Nabi Luth dan memperingatkan hal ini di malam sebelum terjadinya bencana. “Para utusan-utusan (malaikat) berkata: ‘Hai Luth, sesungguhnya kami adalah utusan-utusan Tuhanmu, sekali-kali mereka tidak akan dapat mengganggu kamu, sebab itu pergilah dengan membawa keluarga dan pengikut-pengikut kamu di akhir malam dan janganlah ada seorang pun di antara kamu yang tertinggal, kecuali istrimu. Sesungguhnya dia akan ditimpa adzab yang menimpa mereka karena sesungguhnya saat jatuhnya adzab kepada mereka ialah di waktu subuh; bukankah subuh itu sudah dekat?’ Maka tatkala datang adzab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah, dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi; yang diberi tanda oleh Tuhanmu, dan siksaan itu tiadalah jauh dari orang-orang yang zalim.” (TQS. Huud [11]: 81-83).
Semua bukti terjadinya bencana itu kini telah terungkap dan sesuai benar dengan pemaparan Al-Quran. Hal ini dikuatkan oleh sabda Rasul saw: “Rasulullaah saw melaknat orang laki-laki yang menyerupai perempuan dan para perempuan yang menyerupai laki-laki.” (HR Bukhari dari Ibnu Abbas ra); dan “Rasulullaah saw melaknat orang laki-laki yang memakai pakaian perempuan, dan perempuan yang memakai pakaian laki-laki.” (HR Abu Dawud dari Abu Hurairah ra).
Dengan tegas Allah menyatakan, fitrah manusia diciptakan dengan dua jenis, laki (dzakar) dan perempuan (untsa) (QS. al-Hujurat: 13). Allah pun memberikan kepada masing-masing syahwat kepada lawan jenisnya (QS. Ali ‘Imran: 14). Karena itu, Allah menetapkan, bahwa mereka dijadikan hidup berpasangan dengan sesama manusia, pria dengan wanita. Tujuannya, agar nalurinya terpenuhi, sehingga hidupnya sakinah, mawaddah wa rahmah (QS. ar-Rum: 21). Dari pasangan ini, kemudian lahir keturunan yang banyak, sehingga eksistensi manusia tidak punah (QS. an-Nisa’: 1).
Itulah mengapa Allah menjadikan perempuan sebagai ladang bagi pria, agar bisa ditanami, sehingga tumbuh subur dari rahimnya, dan melahirkan keturunan (QS. al-Baqarah: 223). Itulah mengapa juga, Allah memerintahkan pria untuk menikahi wanita yang dicintainya (QS. an-Nisa’: 3). Melarang berzina, apalagi menikah dengan sesama jenis. Karena itu, baik zina maupun sodomi, dan sejenisnya diharamkan dengan tegas. Pelakunya pun sama-sama dihukum dengan hukuman keras.
Itu artinya, L98T ini bukan fitrah. Bukan takdir, bukan qodrat. Jika L98T ini fitrah, takdir dan qodrat, tentu Allah tidak akan menghukum keras pelakunya. L98T ini adalah penyimpangan perilaku. L98T adalah pelanggaran hukum syariat. L98T adalah tindak kriminalitas. Jika ada yang menyebut L98T ini fitrah, qodrat atau takdir, maka sama saja dengan lancang menuduh Allah yang menciptakannya. Na’udzu billaahi.
Islam sebagai sebuah ideologi, memiliki aturan kehidupan yang sempurna, yang datang dari Allah SWT, serta melalui Khilafah sebagai sistem pelaksana aturan tersebut dalam format sebuah negara. Islam mewajibkan negara berperan besar dalam memupuk ketakwaan individu rakyat agar memiliki benteng dari penyimpangan perilaku semisal L98T yang terkategori dosa besar. L98T adalah kriminalitas luar biasa yang pelakunya harus dibinasakan.
Kemudian, melalui pola asuh di keluarga maupun kurikulum pendidikan, Islam memerintahkan untuk menguatkan identitas diri sebagai laki-laki dan perempuan. Laki-laki dilarang berperilaku menyerupai perempuan, juga sebaliknya.
Islam juga punya mekanisme mencegah tumbuh dan berkembangnya benih perilaku menyimpang. Yakni dengan memisahkan tempat tidur anak laki-laki dan perempuan serta memberikan aturan pergaulan sesama dan antar jenis.
Secara sistemis, Islam memerintahkan negara menghilangkan rangsangan seksual dari publik termasuk pornografi dan pornoaksi. Begitu pula segala bentuk tayangan dan sejenisnya yang menampilkan perilaku L98T atau mendekati ke arah itu juga akan dihilangkan.
Pun, Islam menetapkan hukuman yang bersifat kuratif (menyembuhkan), menghilangkan L98T dan memutus siklusnya dari masyarakat dengan menerapkan pidana mati bagi pelaku sodomi (L98T) baik subyek maupun obyeknya.
Karena itu, siapa pun yang menghendaki masyarakat yang bermoral, terhormat, dan beradab hingga kehidupannya diliputi ketenteraman, niscaya akan menuntut penerapan syariat di bawah naungan Khilafah hingga terwujud kehidupan manusia dalam peradaban yang mulia.[]