Mantan Jurnalis BBC London: Ada Campur Tangan Internasional dalam Persoalan L68T

Mediaumat.id – Wartawan senior/Mantan Jurnalis BBC London Asyari Usman menilai ada campur tangan internasional dalam persoalan L68T. “Bicara soal apakah L68T itu ada campur tangan Internasional? Jelas sekali ada,” tuturnya dalam acara Dialogika Peradaban Islam: Barat Intervensi Indonesia Soal L68T, Sabtu (28/5/2022) melalui kanal YouTube Peradaban Islam.

Ia berikan argumen bahwa Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai wadah yang diakui oleh ratusan negara (hampir 200 negara) cabang-cabang yang ada di dalamnya di antaranya cabang Pembelaan Hak Asasi Manusia, itu standarnya betul-betul liberal. “Semua orang punya hak melakukan apa saja,” tandasnya.

Asyari menilai meski ini bertabrakan dengan norma-norma agama tapi karena lemahnya kekuatan keagamaan di Barat, mereka akhirnya mengikuti apa yang diinginkan oleh komunitas L68T. “Ada pendeta L68T, pendeta lesbian,” terangnya.

“Jadi itu sudah menjadi sesuatu yang mau tidak mau harus diterima oleh karena prinsip negara yang sekuler rata-rata di Barat itu mengharuskan itu diterima,” imbuhnya.

Mengerikan

Asyari menilai yang paling mengerikan di Indonesia, komunitas L68T bekerja bukan untuk hak asasi manusia tetapi mereka ingin agar pelaku L68T itu direkrut sebanyak mungkin. “Itu yang terjadi,” yakinnya.

Ia menuturkan lima atau enam tahun lalu menulis hasil riset internet di Facebook-nya. “Sembilan ribu share dan beberapa ribu komentar. Tidak lama setelah itu kira-kira satu bulan setengah diberangus akunnya,” kenangnya sambil menceritakan bahwa saat itu ia belum tahu publikasi L68T itu melanggar standar Facebook.

Asyari memaparkan hasil riset itu, ternyata apa yang terjadi di Batam dan di tempat-tempat lain, terjadi rekrutmen anak-anak muda yang berusia remaja. Luar biasa intensif rekrutmen untuk menjadi L68T, terutama untuk menjadi gay sesama laki-laki. “Banyak pelajar di Batam yang tergiring ke situ. Banyak di tempat lain juga tergiring,” paparnya.

Ia juga memaparkan fakta, kira-kira empat tahun lalu negeri ini digemparkan oleh berita pesta seks gay di Jakarta Utara. Campur-campur, ada yang dari luar negeri juga ada yang lokal. Mereka digerebeg tapi kalau tidak salah dibiarkan. Tidak diprosekusi (tidak di bawa ke jalur hukum).

“Menurut saya ini masuk intervensi internasional. Jadi lembaga-lembaga L68T ini di Barat sudah kuat sekali. Dan itu terbalik sekarang. L68T itu kalau mereka mengalami diskriminasi oleh sebuah perusahaan, atau institusi bisa hancur. Apalagi institusi pemerintahannya. Wah habis itu kalau ada diskriminasi,” paparnya.

Jadi lanjutnya, di Barat itu L68T sudah tidak ada yang berani menentangnya kecuali kelompok-kelompok yang ekstrem seperti di Amerika yang membenci itu, tapi tulisan yang menghujat L68T itu dipidana penulisnya. “Kalau pun tidak dipidana, penulisnya akan dikejar,” terangnya.

Asyari mengibaratkan rekrutmen L68T itu seperti rayap yang memakan papan atau kayu kayu di atas atap. “Seperti rayap memakan, tidak kelihatan. Kita sangka kayu itu masih utuh karena memang rayap di dalam kayu, itu yang paling berbahaya,” ujarnya

“Bayangan saya mungkin setelah saya atau kita semua tidak ada lagi di dunia ini, itu akan muncul kekuatan L68T yang keras sekali di Indonesia ini sehingga mereka akan menjadi salah satu pembentuk opini yang sulit ditolak,” tuturnya.

“Itu belum terjadi sekarang, tapi itu sangat mungkin terjadi karena rekrutmen yang dilakukan oleh para aktivis L68T itu sangat intensif, sistematis,” katanya.

Mereka sabar sekali melakukan rekrutmen, kata Asyari. Dari person to person, dari tempat ke tempat. Mereka siap mengeluarkan modal besar untuk meraih satu orang, supaya ikut gay.

“Jadi dikasih senang dulu. Yang senang fashion dikasih pakaian yang bagus. Nah nanti tidak langsung dibawa praktek tapi diperkenalkan dulu. Canggih caranya, dicuci otaknya, kasih tontonan-tontonan, luar biasa mengerikan,” kisahnya penuh rasa khawatir.

Ia melanjutkan cerita, anak-anak muda yang sudah terjebak di situ mau keluar itu susah sekali. Secara psikhologis susah sekali, mereka terjebak. Banyak yang ingin lepas dari praktek L68T tapi tidak bisa.

“Barangkali ketika rekrutmen mereka masih happy-happy hari-hari pertama, minggu-minggu pertama .Tapi setelah berlangsung lama karena memang pikirannya tidak ke situ dan juga gennya tidak kesitu, mereka ingin keluar. Ya memang bukan itu habitatnya,” jelasnya.

Terakhir, ia menjelaskan, alasan pemerintah melakukan intervensi karena berada di bawah rezim hak asasi manusia. Jadi, atas nama hak asasi manusia pemerintah harus melindungi itu. Nah, itu bisa menjadi persoalan besar ketika ada perhelatan demokrasi, pemilihan umum, kampanye dan sebagainya.

“Dalam kampanye itu tidak ada satu pun calon-calon pemimpin di Barat, di Eropa, di Amerika yang berani membiarkan pendapat yang negatif tentang L68T,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun

Share artikel ini: