Mediaumat.news – Provinsi Maluku yang memiliki sumber daya migas begitu besar tapi menjadi wilayah termiskin nomor empat di Indonesia dinilai sebagai buah atau salah satu konsekuensi dari diterapkannya sistem ekonomi kapitalis.
“Ini adalah salah satu konsekuensi dari diterapkannya sistem ekonomi kapitalis, yaitu privatisasi sumber daya alam. Dengan kata lain sumber daya alam ini bisa dieksploitasi oleh pihak swasta bahkan swasta asing. Sehingga yang banyak menikmati keuntungannya adalah swasta atau swasta asing,” ujar Ketua Himpunan Intelektual Muslim Indonesia (HILMI) Dr. Julian Sigit, M.E.Sy dalam acara Kabar Malam: Migas di Maluku 100% Seharusnya Milik Rakyat, Rabu (31/3/2020) di kanal YouTube News Khilafah Channel.
Julian menyebut, potensi migas di Maluku ini sangat besar sekali. Yang selama ini publik hanya mengenal blok Masela saja, ternyata di sana ada sekitar 25 blok migas. Dan yang sudah dikelola oleh investor sebanyak 15 blok migas, sedang sisanya masih dalam penjajakan.
Menurut Julian, hal ini memunculkan ironi yang cukup dalam. Sebab menurut data BPS (2019), Maluku ini merupakan daerah termiskin nomor empat di Indonesia.
Ia melihat, potensi kekayaan alam di Maluku yang begitu besar ini ternyata hasilnya tidak dinikmati oleh masyarakat setempat. Padahal eksplorasi migas di Maluku ini sudah berlangsung begitu lama dan sudah berganti-ganti pengelola tetapi masyarakat setempat tetap miskin.
Hal ini terjadi, kata Julian, karena kekayaan alam Maluku itu dieksploitasi besar-besaran oleh perusahaan-perusahaan asing atau para kapitalisme untuk benar-benar memaksimalkan keuntungan. Mereka tidak peduli dampak sosial terhadap masyarakat.
Hal ini, ungkap Julian, juga terjadi pada daerah-daerah lain yang memiliki kekayaan alam melimpah. Contohnya Papua yang memiliki kekayaan alam luar biasa, di sana ada tambang emas terbesar di dunia tapi Papua menjadi wilayah termiskin nomor satu di Indonesia.
Perspektif Islam
Ia membandingkan dengan perspektif ekonomi Islam, dalam Islam migas atau kekayaan alam ini pengelolaannya tidak boleh diserahkan kepada pihak swasta apalagi swasta asing. Sebab sumber daya alam ini adalah milik umum yang harus dikelola negara, dan keuntungannya digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran masyarakat baik Muslim maupun non Muslim.
“Saya kira PR buat kita bersamalah untuk mencarikan solusi yang terbaik terhadap problem-problem ini,” pungkasnya.[] Agung Sumartono