Mahkota Kewajiban?

Oleh: Dede Wahyudin (Tabayyun Center)

Menegakkan Khilafah adalah kewajiban, bahkan merupakan ‘tajul-furudh‘ (mahkota kewajiban). Kesimpulan bahwa mendirikan khilafah itu kewajiban bukanlah pendapat kelompok tertentu semata, tetapi juga merupakan pendapat seluruh ulama.

Tak ada satu pun ulama yang mengatakan bahwa Khilafah tidak wajib. Sejak zaman dulu hingga sekarang semua ulama sepakat, bahwa hukum menegakkan Khilafah dan mengangkat seorang khalifah adalah wajib atas kaum Muslimin. Ini sebagaimana ditegaskan oleh Imam Ibnu Hazm dalam Al-Fashl fi al-Milal wa al-Ahwa’ wa an-Nihal. Ia menyatakan, “Telah sepakat semua Ahlus Sunnah, semua Murji’ah, semua Syiah dan semua Khawarij akan kewajiban Imamah (Khilafah).”

Para ulama empat mazhab tidak pernah berselisih pendapat mengenai kewajiban mengangkat seorang imam atau khalifah yang tugasnya melakukan ri’ayah su’un al-ummah (pengaturan urusan umat).

Contoh Imam al-Qurthubi, seorang ulama besar dari mazhab Maliki, ketika menjelaskan tafsir surah al-Baqarah ayat 30 dalam kitab tafsirnya, Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an. Ia menyatakan, “Ayat ini merupakan dalil paling pokok mengenai kewajiban mengangkat seorang imam/khalifah yang wajib didengar dan ditaati, untuk menyatukan pendapat serta melaksanakan hukum-hukum Khalifah. Tidak ada perselisihan pendapat tentang kewajiban tersebut di kalangan umat Islam maupun di kalangan ulama, kecuali apa yang diriwayatkan dari Al-A’sham.”

Imam al-Mawardi, ulama mazhab Syafii, dalam kitabnya, Al-Ahkam as-Sulthaniyyah, juga berpendapat, “Melakukan akad Imamah (Khilafah) bagi orang yang [mampu] melakukannya wajib berdasarkan ijmak meskipun al-‘Asham menyalahi mereka (ulama) (dengan menolak kewajiban Khilafah).”

Ulama mazhab Hanbali juga sama. Contoh Ibn Taimiyyah dalam Majmu’ al-Fatawa. Ia menyatakan, “Wajib diketahui bahwa kekuasaan atas manusia termasuk kewajiban agama terbesar. Bahkan agama tak akan tegak tanpa kekuasaan.”

Dalam kitab Bada’i ash-Shanai’ fi Tartib asy-Syarai’, Imam ‘Alauddin al-Kasani, ulama mazhab Hanafi pun menyatakan, “Sesungguhnya mengangkat imam agung (khalifah) adalah fardhu. Tidak ada perbedaan pendapat di antara ahlul haq mengenai masalah ini. Penyelisihan oleh sebagian kelompok Qadariah mengenai masalah ini sama sekali tidak bernilai karena persoalan ini telah ditetapkan berdasarkan Ijmak Sahabat.”

Jadi, sudah jelas, para ulama empat mazhab menyepakati kewajiban penegakan Khilafah. Pendapat ini termaktub dalam kitab karya besar mereka. Masalahnya, skema penulisan kitab fikih itu biasanya diawali dengan bab thaharah, sedangkan bab imamah (khilafah) adanya di bagian akhir. Akibatnya, banyak santri yang tidak mengenal Khilafah, bukan karena khilafah tidak dipelajari di kitab rujukan pesantren, tetapi lebih karena belum sempat diajari mereka sudah keburu lulus.

Adapun terkait fardhu kifayah dan fardhu ‘ain itu tidak berbeda. Sama-sama wajib. Hanya saja, untuk fardhu kifayah memang tidak harus seluruh kaum Muslim melaksanakannya. Namun, fardhu kifayah itu baru bisa disebut telah sempurna ditunaikan ketika memang benar-benar sudah tuntas terlaksana. Jika belum maka kewajiban itu tetap ada dan menjadi beban seluruh kaum Muslim yang terkena khithab taklif. Karena khilafah belum berdiri saat ini, maka kewajiban menegakkan Khilafah tetap ada di pundak seluruh kaum Muslim.

Adapun masalah kemampuan, bukankah Allah SWT tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya? La yukallifu AlLahu nafs[an] illa wus’aha, Allah tidak membebani satu jiwa kecuali ada dalam kemampuannya. Nah, kalau Allah SWT mewajibkan kita menegakkan Khilafah, sudah pasti kita ini mampu melakukan itu. Pasalnya, mustahil Allah SWT mewajibkan sesuatu yang tidak mampu kita laksanakan.

Mungkin saat ini kita belum mampu, maka pekerjaan kita adalah berusaha terus sampai kita menjadi mampu. Caranya dengan mulai mengambil inisiatif melangkah, mengajak lebih banyak orang ikut melakukannya, dan terus mendakwahkannya secara luas sampai dukungan yang kita peroleh dari umat kian membesar. Intinya, jangan pasif duduk menunggu saja karena yang namanya kemenangan dan nashrulLah itu harus diperjuangkan.[]

Share artikel ini: