Mahkamah Konstitusi Jadi Mahkamah Keluarga, Benarkah?

Mediaumat.id – Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM) Agung Wisnuwardana mengatakan, muncul desas desus bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) bertransformasi menjadi mahkamah keluarga.

“Muncul desas desus bahwa Mahkamah Konstitusi bertransformasi menjadi mahkamah keluarga,” ujarnya dalam video Semuanya Demi Gibran? di kanal YouTube Justice Monitor, Jumat (13/10/2023).

Menurut Agung, Mahkamah Konstitusi saat ini tengah disorot. Sebab mekanisme pengisian hakim konstitusi yang terkesan seperti jabatan politik, DPR dan presiden dapat memilih atau mengajukan masing masing sebanyak tiga orang hakim konstitusi. Terlebih lagi, ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia saat ini dijabat Anwar Usman yang merupakan ipar dari Presiden Joko Widodo.

Ia menilai, sorotan terhadap Mahkamah Konstitusi tersebut bisa terbukti benar, apabila gugatan uji materiil syarat batas usia minimum capres cawapres berubah dari 40 tahun menjadi 35 tahun. Sebab uji materiil perkara tersebut, disebut-sebut sebagian publik untuk memuluskan pencalonan putra Presiden Joko Widodo yakni Gibran Rakabuming Raka sebagai bakal calon wakil presiden.

Bahkan, kata Agung, independensi dan moralitas Mahkamah Konstitusi akan dipertanyakan, apabila rentan terjebak pada kepentingan politik yang pragmatis demi memuluskan indikasi politik dengan halalkan segala cara dan melabrak aturan main yang telah ditetapkan.

“Dan tentu ini bukan sikap negarawan dan menggadaikan moralitas serta etika kehakiman,” ucap Agung.

Agung melihat, saat ini penguasa terkesan terlalu vulgar menunjukkan intervensi kekuasaan kepada hukum karena bersinggungan dengan kepentingan penguasa.

Menurutnya, pengaruh penguasa terhadap kekuasaan kehakiman berpotensi melahirkan berbagai putusan yang tidak mampu memberi rasa keadilan bagi rakyat. Sebab mekanisme yang ada sekarang membuat hakim-hakim Mahkamah Konstitusi menjadi takut kepada DPR dan Presiden.

Agung menuturkan, penguasa yang dominan tanpa pengawasan hukum secara efektif, tentu akan menimbulkan kekuasaan yang otoriter. Oleh karena itu, intervensi penguasa terhadap hukum dan peradilan harus dihentikan.

“Inilah kelemahan sistem demokrasi yang tampak di depan mata. Bila kita cermati ya, peradaban sekuler yang berkuasa di muka bumi saat ini menghasilkan para pemegang hukumnya bermental bobrok yang tidak memiliki rasa takut kepada Allah SWT,” pungkasnya.[] Agung Sumartono

Share artikel ini: