Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Moh Mahfud MD mengatakan secara pribadi menyetujui pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia karena bersifat disintegratif. Meski begitu tindakan dikenakan kepada anggotanya harus tetap proporsional dan bijaksana.
”Saya setuju HTI dibubarkan karena bersifat disintegratif. Tapi menurut saya tidaklah proporsinal dan tidak bijaksana jika para pegawai negeri sipil (PNS) atau dosen-dosen yang pernah menjadi pengikut HTI diminta mundur dari HTI atau mundur dari PNS,” kata Mahfud, kepada Republika.co.id (26/7).
Menurut dia, saeperti diberitakan secara luas, ancaman agar memilih itu datang dari Mendagri Tjahyo Kumolo dan Menristek Dikti M Nasir. Dan sikap atau tidak seperti ini jelas tak proporsional dan tidak bijaksana.
”Alasannya, karena: Pertama, HTI sdh dibubarkan atau dinyatakan bubar. Kalau sekarang mereka disuruh mundur maka pertanyannya mundur dari HTI yg mana, wong organisasinya sudah tidak ada,” tegasnya.
Kedua, sebelum HTI dibubarkan pengurus maupun anggota HTI tidak bisa dinilai telah ikut organisasi terlarang. Berdasar asas legalitas bergabungnya mereka sebelum HTI dilarang dan dibubarkan harus dianggap tidak melanggar hukum terkecuali melakukan tindakan-tindakan pidana yang sdh dilarang lebih dulu oleh undang-undang.
Ketiga, di berbagai tempat banyak orang ikut HTI karena tidak tahu tujuan HTI melainkan hanya menganggap HTI sebagai majelis taklim atau organisasi dakwah saja.
”Jadi ini semua harus dipilah-pilah, toh mereka saudara sebangsa kita juga. Mereka justru harus dirangkul untuk hidup sebagai warga negara yang berdasar Pancasila secara baik. Kalau dimusuhi dan disudutkan bisa-bisa mereka masuk ke kelompok radikal baru. Saya kira kita tak perlu meneror mantan anggota HTI lagi. Lebih baik hidup rukun sebaga sesama anak bangsa,” kata Mahfud. []