Mediaumat.id – Frasa madrasah hilang dalam draf Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas), Pakar Hukum dan Masyarakat, Prof. Dr. Suteki, S.H., M.Hum. menilai, menurut hukum tidak ada alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.
“Dari sisi diksi, menurut hukum tidak ada alasan yang dapat dipertanggungjawabkan atas upaya mengeliminir kata madrasah dari pasal-pasal UU Sisdiknas,” tuturnya dalam segmen Tanya Profesor: Waspada, Madrasah Dihapus dalam RUU Sisdiknas! di kanal YouTube Prof. Suteki, Selasa (29/3/2022).
Bahkan, menurut Prof. Suteki, frasa madrasah harus disebutkan untuk mengokohkan posisi jenjang pendidikan dengan kekhususan yang telah dirintis oleh umat Islam di negara religious nation state ini.
“Dari sisi materi, menurut perumus naskah akademik dan RUU, jenjang pendidikan tidak perlu disebut dalam UU, melainkan di dalam peraturan pelaksanaannya. Pertanyaan saya, di mana salahnya kalau menyebutkan jenjang pendidikan di UU? Khususnya khas madrasah sebagai salah satu indikator kita sebagai religious nation state,” ujarnya.
Terkait sejarah, ia menyebut bahwa sebelum ada pendidikan nasional yang dimulai dari zaman Belanda, sudah dikenal sekolah para santri yang disebut pesantren dengan istilah madrasah.
“Istilah pesantren pada dasarnya merupakan sebuah tempat pendidikan Islam tradisional yang di dalamnya juga terdapat asrama bagi para siswanya,” terangnya.
Dengan kata lain, ia melanjutkan, para siswa tinggal bersama dan belajar ilmu agama di bawah bimbingan guru yang dikenal dengan sebutan kiai.
“Jadi dari sisi sejarah kita tidak boleh begitu saja membuang istilah-istilah yang sudah baku dan dikenal baik dalam masyarakat. Bahkan secara hukum juga telah mendapatkan legitimasi, baik di UU maupun turunannya,” bebernya.
Prof. Suteki mengingatkan, Pasal 29 Ayat 2 UUD 1945 telah menjamin pemeluk agama meyakini dan menjalankan kepercayaannya, termasuk bagaimana menyelenggarakan model pendidikan dengan kekhususan.
“Dalam Pasal 31 Ayat 3 UUD 1945 juga menyebut bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidkan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan UU. Hal ini diperkuat oleh UU HAM No. 39 Tahun 1999,” ulasnya.
Selanjutnya ia menyitir Pasal 32 Ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi, “Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.”
“Artinya, termasuk bahasa juga boleh dipertahankan, termasuk bahasa Arab untuk penyebutan jenis dan jenjang pendidikan madrasah,” cetusnya.
Lagi pula, imbuh Prof. Suteki, istilah madrasah pun sudah menjadi kata dalam bahasa Indonesia dari Arab.
“Secara etimologi, kata madrasah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan sekolah atau akademi yang umumnya bersumber pada agama Islam,” pungkasnya.[] Puspita Satyawati