BBC, edisi Sabtu (25/11/2017) mengatakan bahwa Presiden Prancis Emmanuel Macron mengutuk kekerasan dalam rumah tangga yang menimpa para wanita di Prancis. Dia sangat menyayangkan bahwa seorang wanita meninggal setiap tiga hari di Prancis. Untuk itu, dia meminta satu menit saja untuk mengheningkan cipta guna mengenang korban kekerasan atas wanita tahun ini.
Pada saat Prancis dan Barat gencar mempromosikan bahwa negaranya adalah surga bagi kesetaraan gender. Bahkan Macron telah menjadikan kesetaraan antara pria dan wanita sebagai prioritas utama dalam masa jabatan lima tahun pemerintahannya.
Dalam sebuah pidato yang disampaikan pada peringatan Hari Internasional untuk Memerangi Kekerasan terhadap Perempuan, Macron mengatakan bahwa kaum perempuan dipermalukan di masyarakat, bahkan mereka menjadi korban kekerasan dan pelecehan yang dilakukan oleh orang-orang yang meyakini bahwa dirinya memiliki kekuasaan atas perempuan. Untuk itu, dia meminta untuk mengungkap orang-orang yang melakukan pelecehan dan terlibat dalam kekerasan terhadap perempuan.
“Kita seharusnya tidak boleh memberi alasan untuk para penjahat yang setiap hari melecehkan wanita, merendahkannya, dan menyiksanya, namun kita harus tegas pada mereka, mengadilinya, dan memberinya sanksi yang setimpal atas tindakan yang mereka lakukan,” tambahnya.
Berabad-abad setelah revolusi Prancis, Macron menekankan bahwa Prancis seharusnya tidak menjadi salah satu negara di mana perempuan hidup dalam ketakutan. Sementara Prancis dan negara-negara kafir lainnya tengah gencar menyerang Islam dan menuduhnya telah melakukan diskriminasi antara jenis kelamin dan tidak menyamakan antara pria dengan wanita.
Sedangkan di negara-negara Muslim hampir tidak terdapat kejahatan perkosaan dibandingkan dengan di Barat yang terkenal keji. Macron telah menyatakan dukungannya terhadap amendemen undang-undang tentang hubungan seksual, dan mengkategorikan setiap hubungan dengan orang berusia di bawah 15 tahun sebagai kejahatan pemerkosaan.
Dia mengatakan sungguh tidak dapat diterima akal bahwa undang-undang Perancis ambigu di bidang ini, sehingga memungkinkan pembebasan orang dewasa yang memperkosa anak perempuan pada usia 11 tahun. Prancis dan Barat pada umumnya akan tetap berada dalam kebingungan besar yang mereka sebut dengan “Pencerahan!” sampai penderitaan dan kesengsaraan mereka terungkap, seperti dalam pernyataan Macron, dan sampai mereka mengetahui bahwa kejahatan tersebut tidak lain adalah perzinahan.
Jadi, masalahnya bukan pada umur anak perempuan, melainkan pada hubungan yang terjadi apakah berasal dari perzinahan atau pernikahan.
BBC melaporkan bahwa jaksa penuntut umum di Prancis tidak dapat membuktikan adanya pemaksaan dalam kasus-kasus hubungan seksual.
Dengan demikian, jelas bahwa Prancis dan Barat pada umumnya, yang menyampaikan kepada kami gagasan tentang emansipasi wanita dan tidak meninggalkan perzinahan, tidak lain menyampaikan kepada kami masalah yang sedang mereka derita, dan jarang hal seperti disampaikan sebagaimana dalam pernyataan Macron tersebut. Semua itu merupakan keirian terhadap keluarga Muslim yang diatur dengan syariat Allah. Bahkan mantan Presiden Amerika, Bush telah mengatakan sebelum Macron bahwa rakyat Amerika seharusnya meniru para wanita Muslim yang tidak memperlihatkan keindahan tubuh mereka kecuali kepada suaminya! (mb-kantor berita HT, 27/11/2017).