Mediaumat.news – Telah menceritakan kepada kami Adam, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Dzi’b[in], telah menceritakan kepada kami Sa’id Al Maqburiy, dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
﴾يَأْتِي عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لَا يُبَالِي الْمَرْءُ مَا أَخَذَ مِنْهُ أَمِنَ الْحَلَالِ أَمْ مِنْ الْحَرَامِ﴿
“Akan datang suatu zaman pada manusia yang ketika itu seseorang tidak peduli lagi tentang apa yang didapatnya apakah dari barang halal ataukah haram.” (HR. Bukhari).
Penjelasannya:
Perkataan “bāb man lam yubāli min haitsu kasb al-māli, tentang orang yang tidak peduli bagaimana harta itu diperoleh”, maka dalam hal ini merupakan isyarat tentang buruknya (tercelanya) tidak memilih cara yang terbaik dalam usaha mencari harta (penghidupan).
Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam “ya’ti ‘ala an-nāsi zamān[un], akan datang suatu zaman pada manusia”. Dalam riwayat Ahmad, dari Yazid, dari Ibnu Abu Dzi’b[in], telah menceritakan kepada kami Sa’id Al Maqburiy, dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “laya’ti ‘ala an-nāsi zamān[un], sungguh akan datang suatu zaman pada manusia”.
Sementara an-Nasai meriwayatkan dengan bentuk matan yang sedikit berbeda: “ya’ti ‘ala an-nāsi zamān[un] ma yubāli al-rajulu min aina ashāba al-māla min halāl[in] au harām[in], akan datang kepada manusia suatu zaman dimana seseorang tidak peduli darimana ia mendapatkan harta, dari yang halal atau yang haram”. Riwayat an-Nasai ini melalui jalur sanad dari Muhammad bin Abdurrahman, dari Al Maqburiy, dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu.
Ibnu Al Tin berkata: Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memberitahu melalui hadits ini sebagai peringatan agar tidak tertimpa fitnah harta. Pesan dalam hadits ini adalah sebagian dari tanda-tanda kenabiannya, karena memberitakan perkara yang belum ada pada zamannya. Sedang bentuk celaannya adalah dari sisi kesamaan kedua perkara, namun jika mengambil harta dengan cara yang halal, maka tidak tercela dari sisi cara mengambilnya. Wallahu a’lam!
Saudaraku tercinta:
Allah SWT menciptakan harta dan menguasakannya kepada manusia, sebagaimana Allah SWT menjadikannya sebagai perhiasan hidup, karena sebagian besar apa yang diinginkan oleh jiwa manusia hanya dapat dipuaskan (dipenuhi) dengan harta, tetapi pertanyaannya di sini adalah dari mana kita mendapatkan harta untuk memuaskan (memenuhi) setiap kebutuhan kita?
Allah SWT telah membuat seperangkat hukum (aturan) bagi manusia untuk dijalankannya, hukum tersebut mencakup semua amal perbuatan manusia, termasuk perbuatan cara mendapatkan harta “dari mana harta itu didapatkan, dan untuk apa ia dibelanjakannya”. Sehingga siapa pun wajib sungguh-sungguh menjalankan kehidupannya dalam kerangka ketaatan kepada Allah SWT, dengan membersihkan dirinya dan rumahnya agar tidak tumbuh dan dibangun dari sumber harta yang haram. Untuk itu, Kami tidak mengatakan bahwa kemiskinan dan biaya hidup yang tinggi sebagai pembenaran untuk menerima harta haram, sebab kami tidak mengikuti jalan orang-orang yang tidak bertakwa kepada Allah, dan mereka yang berkata bahwa ini adalah apa yang sudah berlaku umum di masyarakat sehingga sulit untuk menghindar darinya, dan kondisi kita sama seperti orang lain! Tidak, demi Allah, kami tidak mengatakan yang demikian itu. Ingat, bahwa perkara halal dan haram itu sudah sangat jelas, sejelas sinar matahari di siang hari. Jadi, sepanjang seorang Muslim berhukum dengan hukum (aturan) Allah SWT, maka ia harus mencari sumber penghidupan yang terbaik, agar daging dan rumahnya tidak tumbuh dan dibangun dari harta haram. []
Sumber: hizb-ut-tahrir.info, 4/7/2021.