Mediaumat.news – Ketua LBH Pelita Umat Ahmad Khozinudin menyebutkan setidaknya ada empat alasan yang membuat Mohamad Nasir layak dicopot dari jabatannya sebagai Menristekdikti.
“Jadi, sangat tepat jika Menristekdikti dicopot dari jabatannya. Tindakan ini, akan menjadi preseden pembelajaran kepada pejabat negara untuk tidak serampangan membuat kebijakan tanpa mengindahkan hukum dan peraturan,” ujarnya dalam rilis yang diterima mediaumat.news, Sabtu (7/7/2018).
Pertama, Menristekdikti dipandang radikal dan arogan, mengumbar sanksi penjabat di lingkungan ASN secara terbuka, padahal dugaan pelanggaran baru sebatas pelanggaran etik. Pelanggaran itupun, sebatas tuduhan sepihak dengan dalih narasi isu radikalisme kampus.
“Padahal, pejabat ASN adalah pejabat negara yang menjankan tugas dan fungsi negara. Seharusnya, ASN mendapat perlindungan dan pengayoman dari negara, teguran secara mendidik wajib dilayangkan secara privat dan langsung, tanpa mengimbaunya ke ruang publik,” bebernya.
Kedua, tindakan Menristekdikti yang memberi sanksi melalui rektorat atas kebebasan mimbar akademik, menyampaikan aspirasi dan pendapat berbasis nilai dan keilmuan, adalah bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Kasus Prof. Suteki salah satu contohnya.
Ketiga, persoalan radikalisme itu cenderung politis. Radikalisme hingga saat ini tidak memiliki definisi baku. Radikalisme juga tidak memiliki payung hukum yang jelas. Radikalisme selalu diarahkan kepada umat Islam yang menginginkan kembali kepada syariah Islam secara kaffah.
“Jika tindakan radikal itu dilakukan OPM, yang secara tegas anti NKRI, anti Pancasila, ingin mendirikan negara yang terpisah dari NKRI, tidak ada satu pun pernyataan negara yang menyebut gerakan OPM radikal. Sementara dosen dan mahasiwa yang menginginkan taat kepada Allah, kembali pada ajaran syariat Islam yang kaffah, memberikan keterangan di forum resmi pengadilan dengan menegaskan Khilafah ajaran Islam, dituding radikal,” jelasnya.
Keempat, menteri yang membuat kebijakan radikal, yang menebar teror dan ancaman di lingkungan kampus, memerintahkan pemberian sanksi kepada civitas academica dengan dalih radikalisme harus diberi sanksi.
“Sanksi politik yang perlu dan segera adalah mencopot sang menteri. Adapun sanksi hukum, biarlah Komnas HAM menuntaskan penyelidikan terhadap dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan sang menteri,” ungkapnya.[] Joko Prasetyo