Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan Presiden Jokowi meminta sejumlah bandara di Indonesia diserahkan kepada swasta. Di antaranya Bandara Soekarno-Hatta Jakarta dan Bandara Bangka Belitung.
“Saya kemarin dipanggil jam 11 pagi oleh Presiden, katanya ‘Itu lapangan terbang, Pak Luhut, kasihin saja. Seperti Silangit, Jakarta, Bangka Belitung, kasih privatisasi saja. Siapa yang masuk, asal hitungannya jelas’,” katanya saat memberikan pengarahan dalam Rapat Koordinasi Penyusunan Pagu Kebutuhan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) Kementerian Perhubungan 2019 di Jakarta, Kamis (1/2).
Luhut menjelaskan Presiden juga sempat bercerita kepadanya soal Pakistan yang mendapatkan investasi Cina melalui One Belt Road sebesar 60 miliar dolar AS. Presiden juga bercerita bahwa bandara di ibukota Pakistan, Islamabad, bahkan dibangun oleh Cina dan akan dinamakan dengan nama Presiden Cina, Xi Jinping.
“Katanya, ‘Gila, bandara di ibukota mereka Islamabad itu dibangun Cina. Dibikin lapangan terbang namanya Xi Jinping Airport. Saya terkaget-kaget kok Xi Jinping Airport bisa begini.’ Saya tanya kok bisa, tapi kata Presiden ‘Ya biarin saja namanya karena katanya itu barangnya milik dia, nanti 10 tahun kemudian bisa diganti namanya.’ Itu cerdik’,” kisahnya.
Luhut mengatakan konsep seekstrem itu mungkin tidak akan bisa diterapkan di Indonesia. Namun, ia menegaskan bahwa negara sekelas Pakistan bisa melakukan ide tersebut dengan cerdik dan mampu membangun bandara kelas internasional.
“Kita belum ada apa-apa sudah ramai, soal buruh begini begitu,” katanya.
Mantan Menko Polhukam itu mengatakan rencana untuk menyerahkan pengelolaan infastruktur seperti bandara kepada swasta akan segera dikerjakan. “Kita segera akan kerjakan. Semangat kami sudah begitu, akan kami lakukan, jadi swasta bisa hidup,” katanya.
Ia menegaskan agar tidak ada salah persepsi bahwa ada penjualan aset kepada swasta. Pasalnya, APBN tidak akan mampu menggarap proyek-proyek infrastruktur yang ada.
“Jadi kalau misal sudah kerja sama 30 tahun, bandara itu jadi, dia mendanai, dia dapat untung, 30 tahun ke kita kan enggak masalah,” katanya.
Contoh proyek infrastruktur yang diserahkan pengelolaannya kepada swasta diantaranya Tol Jagorawi yang sudah habis konsesinya bisa dikembalikan kepada pemerintah. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Bambang Brodjonegoro mengatakan ladang investasi bandara sangatlah menarik di mata investor asing.
Pasalnya, infrastruktur bandara di Indonesia punya potensi secara bisnis karena kuatnya permintaan domestik besarnya pasar di Tanah Air. Kalau bisa melancarkan investor masuk, itu bisa berkontribusi masuknya investasi asing, yang masuk ke sektor riil.
“Kalau riil begitu, tidak bisa dipindah investasinya. Mereka akan tetap di Indonesia. Jadi jangan khawatir, tinggal bagaimana kelola bandara kelas internasional,” jelasnya.
Sumber: Antara
KOMENTAR
Rencana penyerahan pengelolaan bandara kepada pihak asing hanya untuk mengejar target investasi adalah kebijakan yang fatal.
Sebagian besar bandara utama di dunia dikelola oleh pemerintah baik pemerintah pusat ataupun daerah. Di Amerika Serikat saja, negara yang yang sangat liberal dari sisi ekonomi, 97 persen bandara utamanya menurut Federal Aviation Administration, tetap dimiliki dan dikelola oleh agen milik pemerintah.
Hal ini bisa dimengerti mengingat bandara sangat bernilai strategis bagi suatu negara dan daerah. Bandara merupakan fasilitas publik yang sangat penting. Bukan saja dari aspek ekonomi seperti kelancaran transportasi barang dan orang, namun juga dari aspek sosial, hukum, pertahanan dan keamanan. Bandara merupakan pintu gerbang suatu negara terhadap negara lain. Bisa dibayangkan jika pintu itu diserahkan kepada pihak asing.
Oleh karena itu, menyerahkan pengelolaan bandara Indonesia kepada pihak swasta khususnya asing sangat beresiko bagi kedaulatan suatu negara.
Selain itu, kebijakan ini juga bertentangan dengan Islam, dimana pengelolaan sarana dan prasarana umum menjadi tanggungjawab dan tugas negara sehingga tidak boleh diserahkan kepada pihak swasta apalagi pihak asing.
Rencana pemerintah ini menjadi bukti nyata bahwa pemerintah lebih tunduk kepada korporasi asing, ketimbang menjaga dan melindungi kedaulatan negara. Selain itu, kebijakan ini menjadi fakta nyata bahwa rezim saat ini semakin liberal, berlepas diri dari tanggungjawabnya untuk melayani urusan rakyat.(Ishaq)